Kompas.id Raih Penghargaan Adinegoro untuk Kategori Jurnalistik Siber
JAKARTA, KOMPAS — Reportase bertajuk ”Janji untuk Papua” yang dirilis harian Kompas lewat media digitalnya, Kompas.id, meraih Penghargaan Adinegoro, sebuah penghargaan jurnalistik tertinggi tingkat nasional.
Penghargaan yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sejak tahun 1974 itu kali ini diraih Kompas untuk kategori jurnalistik siber.
Kompas.id adalah media daring yang masih seumur jagung yang dikelola harian Kompas, tetapi telah memperlihatkan capaian berkualitas dalam dunia jurnalistik.
Tulisan ”Janji untuk Papua” merupakan karya wartawan Kompas, A Haryo Damardono, yang dipublikasikan di Kompas.id pada 1 Maret 2017.
Karya tersebut tentang penantian masyarakat Papua atas janji pemerintah pusat, terutama berkaitan dengan kampanye Presiden Joko Widodo saat kampanye, bahwa Papua adalah bagian dari Indonesia yang harus diperhatikan. Juga dibahas mengenai pembangunan yang dulu digiatkan pada masa Orde Baru.
Janji itu kini mulai dipenuhi Presiden sedikit demi sedikit. Meski demikian, dalam keterbatasan infrastruktur yang terlambat dibangun, masyarakatnya tetap merasa bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
”Janji untuk Papua” bersaing ketat dengan ”Menyulam Celah Retas NKRI dari Tanah Bumbu’’ (Jayakartanews.com, 30 Desember 2017) dan ”Berjejal Barang-barang Malaysia Masuk Indonesia via PLBN Entikong’’ (Detik.com, 25 Desember 2017).
Bertindak sebagai dewan juri untuk kategori jurnalistik siber adalah Wina Armada Sukardi (ketua), Teguh Wicaksono, dan Katherina M Saukoly.
Topik yang dipilih Kompas.id itu menyangkut kepentingan orang banyak, bersifat inspiratif, membangun, menggugah pembentukan karakter bangsa, dan merekat jati diri NKRI.
Menurut dewan juri, topik yang dipilih Kompas.id itu menyangkut kepentingan orang banyak, bersifat inspiratif, membangun, menggugah pembentukan karakter bangsa, dan merekat jati diri NKRI.
Selain itu, tulisan tersebut juga mengandung pesan dan informatif dalam penyajian berkedalaman. Kelebihan lain, bahasanya jernih, jelas, gaya, dan unik.
”Yang juga penting adalah lengkap dalam format siber. Termasuk memenuhi persyaratan berita 5W+1H,” ujar Wina Armada dalam rilisnya.
”Selain juga terstruktur dalam penyajian, tulisan di media cetak dan siber harus ada perbedaan,” lanjutnya.
Dewan juri mengingatkan, media siber merupakan kerja tim terpadu dengan banyak unsur, terminologinya digital, kreativitas, video streaming, dan penopang lainnya.
”Lebih banyak tampilan yang berhubungan dengan digital, lebih berkualitas dalam penyajian,” ujar Teguh Wicaksono.
Minimal ada tiga media kreatif yang dimanfaatkan, yakni teks, foto, dan video. Selain itu, tampilan bahasa visual juga harus kuat dan terlihat.
Pemimpin Redaksi Harian Kompas Budiman Tanuredjo menyatakan kegembiraannya. ”Esensi dari hadiah Adinegoro adalah kualitas jurnalisme dan pesan apa yang mau disampaikan,” ujarnya.
Menurut Budiman, tulisan ”Janji untuk Papua” sangat relevan, apalagi dikaitkan dengan konteks kekinian soal Asmat.
Tulisan tersebut juga berbasiskan data dan arsip jurnalisme dari bahan yang tersedia di Pusat Informasi Kompas (PIK). ”Justru di situlah kekuatan Kompas,” lanjut Budiman.
Silakan klik tautan tulisan selengkapnya di https://interaktif.kompas.id/pembangunan_papua.
Sebagai catatan, riset mendalam terhadap arsip harian Kompas pada tahun 1965-2017 dilakukan sebelum penulisan artikel ”Janji untuk Papua”.
Dari reportase-reportase Kompas terdahulu, kemudian dibangun alur bercerita untuk menghadirkan fakta-fakta pembangunan di tanah Papua, dengan tujuan dari pembangunan itu demi kemajuan masyarakat Papua.
Tulisan tersebut juga berbasiskan data dan arsip jurnalisme dari bahan yang tersedia di Pusat Informasi ’Kompas’.
Meski tidak menjadi pemenang, karya wartawan Kompas lainnya juga masuk nominasi untuk kategori in depth reporting, yakni ”Aset Penting (Tanah Abang) yang Dibiarkan Tidak Terurus 1-3” karya Irene Sarwindaningrum.
Dalam kategori jurnalistik foto, karya-karya wartawan Kompas yang masuk nominasi adalah foto bertajuk ”Antre KTP-el” karya Wisnu Widiantoro dan foto ”Dampak Jalan Rusak Parah di Ogan Komering Ilir” oleh Adrian Fajriansyah.