JAKARTA, KOMPAS - Mantan Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Mirwan Amir, Kamis (25/1), mengaku, pada 2010 pihaknya telah memberitahu Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono bahwa ada permasalahan pada pengadaan kartu tanda kenduduk elektronik 2011-2012.
Namun, Presiden SBY kala itu tetap memerintahkan agar pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dilanjutkan untuk menghadapi pemilihan kepala daerah.
Keterangan itu disampaikan Mirwan saat dihadirkan sebagai saksi korupsi pengadaan KTP-el dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (25/1).
Dalam kesaksiannya itu, Mirwan mengaku, adanya masalah pada pengadaan KTP-el itu dia sampaikan kepada Presiden RI ke-6 itu di kediamannya di Cikeas.
Itu saya sampaikan langsung ke SBY di Cikeas. Tanggapan SBY saat itu, proyek ini harus diteruskan untuk menuju pilkada.
“Itu saya sampaikan langsung ke SBY di Cikeas. Tanggapannya (SBY) saat itu, dia menyampaikan bahwa proyek ini harus diteruskan untuk menuju pilkada,” jelas Mirwan, mantan anggota DPR dari Fraksi Demokrat itu.
Mirwan menyampaikan keterangan itu saat diajukan pertanyaan oleh penasihat hukum Novanto, Firman Wijaya , terkait pengadaan KTP-el dengan partai politik pemenang pada Pemilu 2009.
“Saya sampaikan pertanyaan itu karena kan sampai hari ini hanya Setya Novanto saja yang dipersoalkan,” jelasnya di tengah persidangan.
Mirwan mengaku, permasalahan pengadaan KTP-el itu dia ketahui dari rekannya, Yusnan Solihin.
Kerangka acuan kegiatan pengadaan KTP-el itu tidak lengkap sehingga ada sejumlah spesifikasi teknis yang perlu dilengkapi.
Menurut Yusnan, kata Mirwan, kerangka acuan kegiatan (term of reference) pengadaan KTP-el itu tidak lengkap sehingga ada sejumlah spesifikasi teknis yang perlu dilengkapi.
“Saya dengar saran Yusnan bahwa program KTP-el itu ada masalah. Permasalahan itu disampaikan Yusnan kepada pemenang pemilu. Dan saya percaya kepada Yusnan, kalau program itu tak baik, dan jangan dilanjutkan,” jelas Mirwan.
Yusnan yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan ini mengaku, dia mengetahui adanya proyek pengadaan KTP-el itu dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang telah dipidana dalam perkara korupsi pengadaan KTP elektronik ini.
Menurut Yusnan, Andi saat itu sedang mencari rekanan untuk mendukung pengadaan KTP-el. “Saya kemudian mencari tahu apakah pengadaan KTP-el itu eksis atau tidak, sehingga saya meminta Mirwan untuk tanyakan kepada DPR,” jelasnya.
Menurut Yusnan, mereka bukan pemegang agen sistem piranti lunak Kojen. Namun mereka memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan data kependudukan ke dalam chip kartu.
Sementara agen Kojen dipegang oleh Wirawan Tamsil. Untuk Kojen, lanjutnya, juga didukung oleh Direktur PT Data Aksara Matra, Aditya Suroso.
Dari hasil peninjauannya terkait rencana pengadaan KTP elektronik itu, Yusnan mengaku, ditemukan sejumlah spesifikasi teknis yang tak lengkap. Oleh karena itu dibutuhkan penambahan spesifikasi pada TOR pengadaan KTP elektronik.
“Saya pun sudah menyampaikan hal itu kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,” jelasnya.
Yusnan mengaku, dapat menghubungi Mirwan karena pihaknya pada saat itu bergabung dengan Partai Demokrat. “Namun saya bukan pengurus partai,” jelasnya.