ZURICH, KOMPAS — Pencapaian tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai menjadi salah satu daya tarik bagi investor global untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Tingginya permintaan terhadap obligasi global PT Jasa Marga (Persero) Tbk pada Desember 2017 dan disusul PT Wijaya Karta (Persero) Tbk pada akhir Januari 2018 menjadi cerminnya.
Dua badan usaha milik negara (BUMN) bidang konstruksi itu mencatat kelebihan permintaan (oversubscribe) pada peluncuran obligasi global (Komodo Bond) yang dicatatkan di Bursa Efek London.
Permintaan terhadap obligasi Wijaya Karya (Komodo Bond WIKA) mencapai Rp 13 triliun atau 2,4 kali dari targetnya yang Rp 5,4 triliun, sementara Jasa Marga meraup lebih dari RP 15,7 triliun atau hampir 4 kali lipat dari target Rp 4 triliun.
Capaian pemerintah, khususnya di sektor infrastruktur, cukup meyakinkan investor global.
Direktur Keuangan PT Wijaya Karya yang bertindak sebagai Kepala Proyek Komodo Bond WIKA, ANS Kosasih, seusai Temu Investor yang digelar Kementerian BUMN di Zurich, Swiss, Jumat (26/1), menyatakan, capaian pemerintah khususnya di sektor infrastruktur cukup meyakinkan investor global.
”Mereka melihat pemerintah cukup serius membangun infrastruktur karena perkembangannya cukup signifikan,” ujarnya.
Menteri BUMN Rini Soemarno di hadapan para investor menyatakan, Presiden Joko Widodo mempercepat pembangunan negara dengan fokus pada infrastruktur sejak mulai memerintah tahun 2014.
Kebutuhan dana untuk membangun infrastruktur selama lima tahun, berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah 2015-2019, mencapai 500 miliar dollar AS.
Kami berkomitmen mendorong konektivitas di udara, laut, dan darat serta telekomunikasi yang mencakup internet dan serat optik, dan membangun pembangkit listrik.
”Kami berkomitmen mendorong konektivitas di udara, laut, dan darat serta telekomunikasi yang mencakup internet dan serat optik, dan membangun pembangkit listrik,” kata Rini.
Pada akhir 2014, kata Rini, jalan tol di Indonesia hanya mencapai 780 kilometer (km), kini 807 km dan ditargetkan 1.800 km pada akhir 2019. Pencapaian itu dinilai mencapai lebih dari dua kali lipat yang dicapai selama 69 tahun sebelumnya.
Pemerintah Indonesia juga berupaya meningkatkan rasio elektrifikasi menjadi 96,6 persen, membangun pembangkit listrik baru dengan kapasitas gabungan 35.000 MW, serta mengembangkan jaringan serat optik menjadi 158.850 km tahun 2018 atau naik sekitar 40 persen dari 112.494 km tahun 2014.
”Rencana ekspansi kami ambisius dan realistis pada saat bersamaan. Hal ini terutama karena kami memiliki beberapa keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki banyak negara lain, termasuk keuntungan dari demografi kerja besar dan muda, salah satu segmen kelas menengah yang paling cepat berkembang secara global, indikator makroekonomi yang kuat, dan lingkungan politik yang stabil,” ujarnya.
Rencana ekspansi kami ambisius dan realistis pada saat bersamaan karena kami memiliki beberapa keunggulan kompetitif yang tidak dimiliki banyak negara lain.
Secara berturut-turut, kementerian, lembaga, dan BUMN menggelar pertemuan dengan investor di Davos dan Zurich, Swiss, Rabu-Kamis (24-25/1).
Selain Menteri BUMN, hadir pula Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B Pandjaitan, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Lembong.
Sejumlah BUMN juga hadir, antara lain BUMN karya seperti PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya, PT PP; perbankan seperti Bank Mandiri, BTN, BRI, BNI; serta PT PLN dan PT Pertamina.