Ekosistem Baru Pemacu Bisnis Rintisan
JAKARTA, KOMPAS — Co-working space atau ruang kerja bersama kini dimanfaatkan sebagai ekosistem pemacu usaha rintisan (start up). Lewat itu, pelaku usaha rintisan bisa saling belajar dan mengolaborasikan karya. Penetrasi pelaku usaha rintisan di Indonesia dari data emarketer.com sudah mencapai 1.559 perusahaan, tahun 2017. Jumlah usaha rintisan itu berada di peringkat tiga secara global, hanya di bawah Amerika Selatan dan India.
Banyaknya usaha rintisan itu meningkatkan kebutuhan pada ruang kerja. Untuk itu, co-working space mulai menjamur. Ruang kerja co-working space dapat disewa dengan harga murah dan layanan lengkap seperti perkantoran.
Namun, co-working space tidak lagi diperuntukkan sebagai tempat kerja semata. Ruang kerja bersama ini menjadi ekosistem untuk mencari koneksi. Hal itu bisa mempercepat perkembangan dari usaha rintisan.
”Co-working space penting dan menolong banget. Di sini, kan, ada ekosistem untuk membantu usaha rintisan. Ketemu, kenalan, dan kolaborasi sangat mungkin untuk berbagi pengetahuan,” ucap Wesley Harjono, Presiden Direktur Plug and Play Indonesia, Jumat (26/1), pada acara peluncuran co-working space Green House di Multivision Tower, Jakarta.
Selain itu, kata Wesley, di co-working space pelaku usaha bisa bertemu pelaku lain yang lebih berpengalaman. ”Di sini pasti banyak orang yang lebih lama di usaha rintisan. Bisa jadi mentor juga,” katanya.
Menurut Wesley, kondisi di co-working space lebih baik dibandingkan pelaku usaha rintisan menyewa kantor sendiri. Di kantor pribadi, ruangan tertutup dan kecil. Tidak ada tempat untuk kolaborasi dan konsultasi.
Bahkan, kriteria co-working space menjadi salah satu syarat Plug and Play dalam memodali usaha rintisan. ”Biasanya usaha rintisan dari co-working space sudah terbentuk karena sudah melewati mentoring dan lainnya. Itu menjadi pertimbangan kami dalam mencari usaha rintisan,” kata Wesley.
Pelaku usaha rintisan, CEO SayurBox Amanda Susanti, senada dengan Wesley. Menurut dia, co-working space sangat baik dari segi ekosistem. ”Pasti selalu dapat saja jaringan baru dari sana,” ucapnya, pada acara yang sama.
Amanda membina usaha rintisan SayurBox sejak Juli 2016. Sejak saat itu, dia memanfaatkan co-working space sebagai kantor. Dia pun sempat bertemu usaha rintisan lain di tempat itu. Kemudian, berkolaborasi membuat karya bersama.
Usaha rintisan yang berkolaborasi dengan Amanda adalah usaha iklan Karta. Lewat Karta, Amanda memanfaatkan kolaborasi itu untuk mempromosikan SayurBox di belakang motor. ”Kolaborasi itu menambah kesadaran orang lewat iklan,” ucapnya.
Selain itu, SayurBox pernah juga bekerja sama dengan usaha rintisan simpan pinjam uang atau peer to peer lending. Kerja sama itu membantu pendanaan petani yang merupakan produsen sayur dari SayurBox.
Menurut Amanda, kolaborasi itu bisa didapatkan hanya lewat berkantor di co-working space. Hal itu dimanfaatkan Amanda karena usaha rintisan harus cepat berkembang.
”Usaha ritisan harus 100 kali lebih cepat dari perusahaan biasa. Terutama dalam dua tahun pertama. Untuk itu, kami harus mencari mitra secepat dan sebanyak mungkin,” kata Amanda.
Mengakomodasi ekosistem
Salah satu penyedia ekosistem itu adalah co-working space lokal yang baru diresmikan pada Jumat (26/1), yaitu Green House. Co-founder Green House, Manish Nathani, ingin mewujudkan kerja sama anggota usaha rintisan.
”Kami peduli anggota. Tempat ini bukan sekadar untuk kerja, melainkan untuk berkolaborasi. Ekosistem itu berarti kerja bersama. Kami akan melayani anggota untuk hal tersebut,” kata Manish.
Manish mengatakan, Green House akan dijadikan seperti co-working space di Ubud, Bali. Dia menilai tempat itu adalah yang terbaik di Indonesia. Bukan dari sisi fasilitas atau kenyamanan. Namun, tempat itu membangung ekosistem dengan dukungan dari tiap anggotanya. ”Mereka saling mendorong satu sama lain untuk berkembang,” ucapnya.
Layanan yang akan diberikan Green House adalah pendampingan hukum. Manish mengatakan, sudah ada firma hukum yang menyewa kantor. Keadaan firma hukum itu akan dimanfaatkan menjadi pendukung usaha rintisan lain.
”Nantinya, para member Green House bisa sharing untuk pendampingan hukum. Koordinasi itu sedang kami usahakan,” kata Manish.
Green House adalah bukti dari pertumbuhan co-working space di Indonesia. Tempat ini menghadirkan ruang kerja di lantai 25 dengan pemandangan 360 derajat ke arah perkotaan. Mereka juga mengusung konsep hijau dengan menanam banyak tumbuhan.
Berdasarkan data Asosiasi Co-Working Indonesia per April 2017, jumlah co-working space di Indonesia mencapai 87 unit. Jumlah tersebut menyebar di Medan (1), Padang (1), Palembang (1), DKI Jakarta (30), Tangerang Selatan (2), Bekasi (2), Bandung (10), Depok (3), Malang (1), dan Jember (1). Kemudian, Semarang (1), Yogyakarta (4), Surakarta (2), Demak (1), Surabaya (6), Makassar (2), Manado (1), Bali (14), dan Samarinda (2) (Kompas, 20/11).
Tren pertumbuhan co-working space juga terjadi secara global. Menurut Global Coworking survei, jumlah co-working space di dunia meningkat 22 persen menjadi 13.800 pada 2017. Kenaikan itu signifikan apabila dilihat dari tahun 2016 sejumlah 11.300 dan tahun 2015 sejumlah 8.700.
Manish memperkirakan, bisnis ruang kerja itu akan semakin berkembang di Indonesia, khususnya Jakarta. Malah, dia yakin tahun depan jumlah penyedia ruang kerja akan bertambah dua kali lipat.
Hal senada diucapkan Wesley. Menurut dia, co-working space akan bertumbuh seiring pertumbuhan usaha rintisan. ”Milenial sekarang tidak berpikiran untuk kerja. Mereka ingin menjadi bos sendiri. Itu juga yang mendorong menjamurnya usaha rintisan. Untuk itu, ruang kerja semakin dibutuhkan,” katanya.
Pilihan murah
Co-working spacemerupakan pilihan paling tepat untuk usaha rintisan pemula. Menurut Wesley, tidak masuk akal dengan jumlah pegawai yang minim untuk menyewa perkantoran.
Di Green House, sewa kantor termurah dimulai dari Rp 1 juta per bulan untuk satu orang. Dengan harga itu, penyewa sudah difasilitasi internet, peralatan kantor, kursi, dan meja, serta tempat yang nyaman. Kantor juga bisa dipakai 24 jam.
Amanda mengatakan, tim kerjanya bisa lebih fleksibel dengan co-working space. Mereka tidak memerlukan tempat yang sama untuk bekerja. ”Hanya butuh laptop dan internet. Dan bisa kerja secara terpisah hanya terhubung dari internet,” ucapnya.
Saat ini, SayurBox sudah memiliki 25 pegawai. Mereka masih nyaman menggunakan co-working space. (DD06)