NEW DELHI, KOMPAS — Indonesia mendorong negara-negara sahabat untuk menghapus hambatan tarif. Hambatan itu menjadi penyebab nilai perdagangan antarnegara jauh dari potensi sebenarnya.
Presiden Joko Widodo mengangkat isu itu saat bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Kamis (25/1) malam, dan PM Vietnam Nguyen Xuan Phuc, Jumat (26/1). Seluruh pertemuan berlangsung di New Delhi, India. Presiden didampingi Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo, dan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Presiden mengatakan, peningkatan kerja sama ekonomi sangat penting. Nilai perdagangan Indonesia-India masih jauh dari potensi sesungguhnya. ”Upaya meningkatkan perdagangan harus terus dilakukan, termasuk menghilangkan hambatan perdagangan,” kata Presiden.
Nilai perdagangan Indonesia-India masih jauh dari potensi sesungguhnya.
Salah satu hambatan itu adalah kenaikan tarif bea masuk minyak nabati ke India. Kenaikan itu berdampak pada ekspor sawit Indonesia. India diharapkan dapat mempertimbangkan kembali kebijakan itu. India merupakan importir terbesar minyak sawit Indonesia. Pada 2016, India membeli 5,3 juta ton minyak sawit Indonesia senilai 3,4 miliar dollar AS.
Selain membahas isu perdagangan, Presiden juga kembali menyinggung pengembangan potensi kawasan Indo-Pasifik dengan prinsip keterbukaan, penguatan kerja sama, dan penghormatan kepada hukum internasional.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Andalas Padang, Virtuous Setyaka, mengatakan, Indonesia merupakan mitra dagang terbesar India di ASEAN. Pada 2016, nilai perdagangan kedua negara mencapai 16 miliar dollar AS. Dalam tujuh tahun ke depan, Indonesia-India menargetkan nilai perdagangan mencapai 50 miliar dollar AS.
Target itu berpotensi tercapai karena Indonesia-India bekerja sama dalam banyak bidang. Selain itu, Virtuous mengatakan, India tengah berusaha memperluas jangkauan dan pengaruhnya di berbagai kawasan. Dalam rencana itu, India menempatkan ASEAN sebagai mitra strategisnya. Selama 25 tahun terakhir, ASEAN adalah salah satu mitra dagang penting India.
Sementara itu, dalam pertemuan dengan PM Phuc, Presiden Jokowi mengemukakan adanya hambatan dalam isu otomotif. Kebijakan baru Vietnam soal standar dan syarat kendaraan impor bisa berdampak negatif pada perdagangan kedua negara.
Padahal, kepada Jokowi, Phuc berharap perdagangan Indonesia-Vietnam mencapai 10 miliar dollar AS pada 2020. Saat ini, perdagangan kedua negara bernilai 6,4 miliar dollar AS. Indonesia menyoroti ketiadaan petunjuk teknis penerapan aturan tersebut.
Selain itu, dibutuhkan waktu cukup lama untuk memenuhi ketentuan tersebut. Indonesia berharap Vietnam memberi tenggang sehingga ekspor otomotif Indonesia ke Vietnam tidak terhenti. Retno LP Marsudi mengatakan, PM Phuc mengapresiasi masukan itu. Selain Indonesia, hal serupa pernah disampaikan Jepang dan AS kepada Vietnam.
Phuc, lanjut Retno, membenarkan ada kesalahan penerjemahan kebijakan di lapangan sehingga importir Vietnam pun kebingungan. Untuk itu, Pemerintah Vietnam akan membuat panduan untuk mempermudah penerapan aturan tersebut.
Delimitasi
Dalam pertemuan bilateral dengan Vietnam dibahas pula delimitasi zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia-Vietnam yang masih dinegosiasikan. Kendati sudah 10 kali bertemu, persoalan itu belum selesai.
Kepastian batas ZEE ini, tambah Retno, akan mencegah insiden-insiden masuknya nelayan di wilayah abu-abu. Akibat ketidakjelasan batas ZEE ini, banyak nelayan Vietnam memasuki ZEE Indonesia dan mengambil ikan.
”Kedua pemimpin negara langsung menginstruksikan timnya untuk mempercepat negosiasi batas ZEE,” kata Menlu Retno.
Presiden juga mendorong kesepakatan bidang pendidikan, hukum, utilisasi gas di wilayah perbatasan landas kontinen, pembangunan pedesaan, penguatan kerja sama keamanan laut, dan pengiriman pasokan batubara. Kesepakatan-kesepakatan itu ditandatangani tahun lalu.
Dari India, Presiden Joko Widodo bertolak ke Pakistan. Salah satu agenda yang akan dibahas adalah memperkuat perjanjian dagang tahun 2012. Volume perdagangan Indonesia-Pakistan pada Januari-Oktober 2017 mencapai 2,13 miliar dollar AS. Indonesia mencatatkan surplus sebesar 1,8 miliar dollar AS.
Dengan penduduk 201 juta jiwa dan pertumbuhan ekonomi 4,7 persen pada 2016, Pakistan adalah mitra dagang potensial. Presiden berharap perdagangan Indonesia-Pakistan bisa lebih besar. Bahkan, Indonesia mendorong kesepakatan perdagangan bebas dengan Pakistan. (RAZ)