Incubus: Kami Lebih Piawai Membuat Album
Incubus, band asal Calabasas, California, AS, akan manggung di Jakarta pada 7 Februari nanti. Konser di Jakarta merupakan bagian dari tur dunia Incubus yang meliputi Asia, Australia, dan Afrika (hanya di Cape Town).
Kompas berkesempatan mewawancarai pemain bas, Ben Kenney, melalui sambungan telepon, Jumat (26/1). Ben yang baru saja menghabiskan makan siangnya yang terlambat bercerita tentang rencana turnya, semangatnya manggung di Jakarta untuk ketiga kalinya, dan tentunya berbicara soal musik Incubus yang terlalu lebar untuk dikotakkan ke dalam satu genre.
Incubus sejauh ini meleburkan nuansa funk, rock n’ roll, metal, hip-hop, elektonik, pop, dan jazz. Formula itu awet hingga hampir tiga dekade, melintasi berbagai tren musik. Dalam sebuah wawancara, gitaris Incubus, Mike Einziger, pernah berujar bahwa keberagaman unsur musikalitas mereka merupakan aset terbesar band, sekaligus jadi yang paling menyusahkan.
”Kami tidak cocok, dan tidak akan pernah ada di satu golongan. Kami kurang punk rock untuk main di Warped Tour. Kami tidak terlalu metal untuk ada di Ozzfest. Kami kurang indie rock untuk tampil di Lollapalooza,” katanya.
Namun kenyataannya, Incubus pernah main di ketiga festival besar itu. Raja heavy metal, Ozzy Osborne, mengundang Incubus main di festival besutannya, Ozzfest.
Incubus, yang dibentuk Mike, Brandon Boyd (vokalis), dan Jose Pasillas (drum) pada 1991, menyeruak dalam gelombang post-grunge, riak yang dimunculkan band semacam Nirvana dan Soundgarden pada paruh awal dekade 1990-an. Incubus membentuk kumpulan penggemarnya ketika Red Hot Chili Peppers, Rage Against the Machine, Korn, dan Deftones sama-sama merangkak.
Empat band itu diidentikkan dengan gelombang rap metal, atau nu metal. Ciri utamanya adalah kebisingan metal dibenturkan dengan agresivitas rap, dan irama yang ritmis. Incubus punya unsur itu. Mereka bahkan mempertahankan peran disc jockey sampai sekarang.
Garukan DJ Killmore di turntable-nya mewarnai album-album Incubus, mulai dari S.C.I.E.N.C.E., Make Yourself, Morning View, hingga 8. Berada di bawah label rekaman besar Epic Records, Incubus berhasil menjual lebih dari 23 juta keping album di seluruh dunia. Kerja sama itu terhenti setelah mereka melepas If Not Now, When? pada 2011 silam.
Album itu sendiri dianggap keluar dari pakem mereka; lagu-lagu yang berorientasi pada gitar dan ketukan drum. Dalam If Not Now, When?, Incubus lebih banyak menulis lagu bernuansa balada. Kritikus menganggap album itu lebih pantas jadi album solo Brandon karena menekankan pada vokal, bukan lagi gitar.
Namun, fans Incubus sepertinya tak terlalu peduli. Mereka tetap riuh menantikan karya terbaru mereka. Di antara kecamuk persoalan pribadi dan pisah-jalan dengan label rekaman, mereka mengeluarkan mini album Trust Fall pada 2015. Pada tahun itu pula Incubus memastikan mereka baik-baik saja, dan berkonsentrasi membuat album penuh berikutnya. Brandon dan kawan-kawan menjalani tur keliling AS bersama sohib lamanya, Deftones, dan dibuka band indie rock Death from Above 1979. ”Tur itu seperti membangkitkan semangat baru bagi kami untuk berkumpul lagi,” ujar Brandon kepada Rolling Stone AS.
Aku sangat antusias, sangat senang. Ada pepatah yang bilang bahwa kali ketiga adalah jimat, membawa keberuntungan. Ha-ha-ha….
Tahun 2017 mereka melempar album studio kedelapan, 8. Album 8 dikerjakan sejak 2016. Lagu pembuka album itu, ”No Fun”, justru membawa kesenangan yang sama seperti saat mendengar lagu lawas mereka dari dekade silam, seperti ”Drive” dan ”Stellar”. Mike, yang banyak meracik nada, mengajak Skrillex, kawan baiknya, memoles lagu-lagu rekaman mereka. Skrillex adalah DJ moncer di arena disko yang digilai kawula muda.
Berikut ini wawancara jarak jauh dengan pemain bas, Incubus, Ben Kenney. Dia membuka wawancara dengan bercerita soal musim dingin di California yang tetap nyaman sehingga dia masih bisa menyeruput jus jeruk dingin.
Bagaimana rasanya kembali tur bersama teman lama, Deftones?
Menyenangkan sekali bisa kembali bersama mereka. Rasanya kami sudah seperti keluarga dengan mereka. Pada 2015 kami menjalani sekitar 40 konser dalam tur di AS. Betul-betul seperti mengenang masa-masa bagus.
Apakah saat ini kalian sedang di perjalanan tur?
Tidak. Kami sedang di California beberapa pekan terakhir ini. Kami berlatih di studio kami hampir setiap hari. Musim panas lalu sampai awal musim gugur kami main di beberapa pentas, juga festival. Kini sedang musim dingin, tetapi California tetap menyenangkan.
Apa saja yang kalian lakukan menjelang tur dunia mulai Februari nanti?
Latihan ini adalah salah satunya. Kami juga sedang menyusun daftar lagu yang bakal dibawakan. Kami berlatih lagu-lagu itu.
Konser di Jakarta nanti bakal jadi yang ketiga bagi Incubus. Bagaimana menurutmu?
Aku sangat antusias, sangat senang. Ada pepatah yang bilang bahwa kali ketiga adalah jimat, membawa keberuntungan. Ha-ha-ha….
Memangnya apa yang hendak kamu cari dari konser ketiga di Jakarta nanti?
Pertunjukan yang asyik. Kami mengetahui ada banyak pendengar Incubus di Indonesia. Mereka selalu menyambut Incubus dengan baik. Dua konser sebelumnya berjalan sangat baik. Mereka (penonton) sangat hidup. Tentunya kami mengharapkan itu terjadi lagi.
Kami mengalami banyak hal dalam hidup kami. Kami bekerja di tempat berbeda-beda. Jadi, apa yang terdengar di setiap album merefleksikan masing-masing dari kami, dan perasaan yang muncul pada masa dan lokasi saat itu.
Kalian telah membuat delapan album, artinya punya banyak lagu. Bagaimana memutuskan menyusun setlist bagi setiap pertunjukan? Seberapa sulit?
Nah, itu agak menantang bagi kami karena kami cenderung memainkan apa yang kami mau. Di sisi lain, kami juga memainkan lagu-lagu itu hampir setiap hari. Untuk Indonesia, terakhir kali kami main di sana itu hampir tujuh tahun lalu. Kami punya lagu-lagu yang belum sempat dimainkan di sana. Jadi pertimbangannya adalah apakah kami akan memainkan lagu yang belum pernah dibawakan di sana atau memainkan lagu-lagu lama juga. Itu keputusan rumit. Cari tahu saja nanti. Yang jelas, kami berusaha menampilkan yang terbaik untuk menyenangkan dua kutub: baru dan lama.
Memang biasanya berapa lama menyusun setlist?
Kami sedang mengembangkan daftar lagu itu dalam beberapa pekan terakhir ini. Menyusun daftarnya kadang bisa lima hari, bisa juga lima menit, tergantung berapa lama kalian memberi waktu pentas kami. Kalau memang perlu daftar yang panjang, kami melatih beberapa lagu, mendengar ulang, pulang ke rumah, besoknya latihan lagi. Begitu terus, sampai saatnya berangkat.
Kalian sudah sering sekali menghelat tur karena usia band ini panjang. Hal apa yang menyenangkan dari berada di jalanan dengan orang yang sama terus-menerus?
Rasanya justru nyaman (dengan orang yang sama). Kami terasa seperti keluarga sebab kami tahu bersama dengan siapa. Kami tahu banyak tentang orang-orang itu, and that’s good. Mereka ini adalah orang-orang yang bikin nyaman untuk menghabiskan waktu bersama dalam jangka waktu lama. Itu adalah anugerah. Tidak banyak band yang bisa bertahan sedemikian lama. Incubus termasuk salah satunya.
Lalu hal apa yang paling menyebalkan?
Perasaan lelah, ha-ha-ha. Aku dulu pernah cemas apabila tidak bertemu teman dan keluarga untuk waktu yang lama, dan absen dalam momen kehidupan mereka. Perasaan itu sangat menggangguku dulu. (Momen) teman-temanku menikah, punya anak, dan aku enggak ada di sana, itu membuatku sedih. Sekarang, aku berpikir: ini adalah kehidupanku, dan kehidupan itu berjalan terus. Aku menikmatinya.
Bagaimana menjaga sisi menyenangkan dari tur panjang?
Kami harus membuka diri, membuka wawasan. Buang kekhawatiran mencoba hal baru. Kami harus paham bahwa ke mana pun kami pergi, selalu ada kebiasaan dan kebudayaan lain di tempat itu. Masyarakat di tempat itu punya cara sendiri dalam menjalani keseharian mereka. Bisa saja kebiasaan dan budaya itu tidak sesuai dengan kebiasaanmu. Namun, kamu bakal mampu membiasakan diri ketika pikiranmu terbuka dan kamu tidak menghakimi mereka (masyarakat setempat). Ini bukan cuma berlaku di luar negeri, tapi juga di kota-kota lain di AS. Masyarakat di tiap tempat punya karakteristiknya sendiri.
Sekarang soal album baru. Kenapa judulnya gamblang sekali: 8?
Well, sebab ada tujuh album yang sudah keluar sebelumnya. He-he-he. Kami sebenarnya enggak mau berpretensi dalam memberi judul. Kami mau judul dengan istilah yang sederhana saja, tetapi tetap memberikan rasa bangga bagi kami. Masa hidup Incubus sudah terbilang panjang. Entah judul apa lagi yang pantas selain angka 8.
Puas dengan album itu?
Iyalah. Kami, kan, sudah lama tidak membuat rekaman. Jadi masa itu (penggarapan album) sangat menyenangkan karena teman-teman bisa kumpul lagi di ruang yang sama, dan mencetuskan gagasan-gagasan lagi. Terakhir merekam album adalah 2011.
Album 8 terdengar lebih kencang dibandingkan album sebelumnya. Kenapa?
Album sebelumnya, If Not Now, When itu keluar pada 2011. Sementara album berikutnya mulai kami kerjakan pada 2016. Itu ada selisih lima tahun. Selama masa itu, kami mengalami banyak hal dalam hidup kami. Kami bekerja di tempat berbeda-beda. Jadi, apa yang terdengar di setiap album merefleksikan masing-masing dari kami, dan perasaan yang muncul pada masa dan lokasi saat itu, tergantung dari apa yang kami lihat dan rasakan. Jadi, lain waktu bisa jadi berbeda juga.
Hmm, musik baru bernama K-pop, ha-ha-ha. Itu seperti ada di mana-mana, ya. Sekarang yang membuat musik lebih banyak.
Di album ini kalian berkolaborasi dengan Skrillex. Seperti apa kerjanya?
It was great. Kami (Incubus) merekam beberapa track di tempat berbeda. Dan, ketika rekaman sudah beres, Skrillex datang, menyunting, dan meracik ulang. Ternyata menyenangkan mengajak orang luar membantu kami meracik musik dan membuatnya berbeda.
Dengan pengalaman yang panjang, apakah kalian memang masih membutuhkan campur tangan pihak luar?
Well, susah dijawab apakah kami membutuhkan orang lain, tapi kami menikmatinya. Ternyata, pelibatan itu membantu kami melihat hal-hal lain dengan cara pandang lebih baik karena kami telah berulang-ulang melakukan ini sejak lama. Ibarat menatap gambar yang sama berulang kali, namun dengan cara yang tak lagi sama. Lalu, ada orang yang membantumu mendapati hal yang luput dari perhatian.
Kenapa Skrillex yang dipilih?
Kami telah berteman. Mike (Einziger, gitaris) yang ajak. Mike sering mengajak orang dengan gagasan berbeda. Menurut Mike, Skrillex punya kemampuan melihat hal-hal baru di luar kebiasaan.
Skrillex sedang tenar di ranah musik elektronik dan punya banyak penggemar. Apakah itu cara kalian mencoba menghubungkan musik Incubus dengan kancah musik hari ini?
Tidak juga. Dia adalah orang kreatif dan punya rekaman unik. Dia sering melakukan hal baru, dan itu sejalan dengan kami. Kami membuka kemungkinan bekerja dengan siapa pun, tak peduli mereka orang baru atau lama.
Lalu, bagaimana membuat musik Incubus tetap relevan di era ketika lagu singel lebih mencuri perhatian daripada album?
Sejujurnya aku tidak terlalu tahu. Kami tidak muda lagi, dan datang dari masa berbeda. Kami dulu tumbuh dengan album. Kami dulu belajar membuat album. Sampai sekarang pun masih belajar. Kami lebih terbiasa membuat album. Bagi kami itu alamiah. Kami tidak pernah benar-benar tahu bagaimana caranya hanya membuat singel, seperti artis-artis lain. Tolong jangan dimasukkan ke hati.
Dengan cara apa kamu mencari referensi lagu-lagu baru sekarang?
Aku sering mencari tahu lewat radio satelit. Ada salah satu stasiun radio di Kanada yang aku suka pilihan lagunya, khusus memutar lagu beraliran indie rock. Aku sedang suka dengar band Young Rival dari Kanada (terbentuk 2007). Mereka brilian dalam menulis lagu. Aku terperangah. Ada juga band lama yang baru rilis album, Quicksand. Mereka band lama, tapi baru mengeluarkan album lagi sejak 25 tahun lalu.
Dengar band yang lebih baru?
Hmm, musik baru bernama K-pop, ha-ha-ha. Itu seperti ada di mana-mana, ya. Sekarang yang membuat musik lebih banyak. Semakin gampang merekam musik di mana saja, tak perlu lagi merekam lagu di studio besar. Di kamar kamu bisa membuat sound bagus hanya dengan pakai laptop. Jadi, banyak bermunculan penulis lagu bagus. Terlalu banyak.