Mantan Sekjen Kemendagri: Semestinya Pak Menteri Sudah Curiga
Oleh
Madina Nusrat
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuasa pengguna anggaran tak pernah dilibatkan dalam pengadaan kartu tanda penduduk elektronik 2011-2012. Seluruh penggunaan anggaran pengadaan selama 2011-2012 itu dilaporkan langsung oleh Direktur Jenderal Kependudukan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Diah Anggraeni, yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kemendagri, mengungkapkan, semestinya Mendagri menaruh curiga dengan tak dilibatkannya KPA dalam pengadaan KTP elektronik selama 2011-2012. Apalagi seluruh laporan pengeluaran keuangan untuk pengadaan KTP elektronik selalu dilaporkan Irman kepada Mendagri, dan tak pernah melibatkan KPA.
”Semestinya Pak Menteri itu sudah curiga (dengan tak dilibatkannya KPA dalam pengadaan KTP elektronik),” ucap Diah, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan korupsi pengadaan KTP elektronik 2011-2012, dengan terdakwa mantan Ketua DPR Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (29/1).
Ketua majelis hakim Yanto pun menyampaikan, karenanya cukup mengherankan bahwa KPA yang semestinya mengetahui pengeluaran dalam penggunaan anggaran itu malah sedikit sekali perannya dalam pengadaaan KTP elektronik. ”Inilah makanya kelihatan sekali bahwa proyek KTP elektronik itu sudah dikondisikan (untuk dikorupsi),” kata Yanto.
Menurut Diah, saat pengadaan KTP elektronik berlangsung selama 2011, KPA yang dijabat Elfius Dailami, salah satu sekretaris direktorat jenderal di Kemendagri, itu memang pernah mengeluh karena tak pernah dilibatkan dalam proses pengadaan.
”Elfius menangis kepada saya karena dia tak pernah difungsikan sebagai KPA oleh dirjen dan pejabat pembuat komitmen dalam pengadaan KTP elektronik. Setiap saat dirjen dan PPK yang langsung menemui menteri, dan langsung minta tanda tangan ke menteri jika ada pengeluaran anggaran,” kata Diah.
Karena tak pernah dilibatkan, menurut Diah, Elfius sampai sakit selama tiga bulan. Elfius pun pernah meminta saran kepada Diah untuk diberhentikan dari perannya sebagai KPA pengadaan KTP elektronik. Namun untuk meminta pemberhentian itu, menurut Diah, dia menyarankan Elfius untuk mengajukan pemberhentian kepada dirjen dukcapil atau ke atasannya langsung.
Sementara itu, majelis hakim juga berusaha menggali pengangkatan Irman yang semula berangkat dari pengangkatan dirinya sebagai pelaksana tugas dirjen dukcapil. Penetapan Irman sebagai Plt dirjen dukcapil diduga memiliki muatan kepentingan untuk memanipulasi penggunaan anggaran pengadaan KTP elektronik.
Saat dikonfirmasi, Gamawan yang turut dihadirkan sebagai saksi mengatakan bahwa pengangkatan Irman telah melalui proses yang semestinya dan dilakukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). ”Satu pertimbangan, dia (Irman) sudah senior. Dia aktif dalam uji petik (untuk pengadaan KTP elektronik pada 2009). Dia pun diusulkan Baperjakat, jadi itu logis saja,” katanya.
Sebaliknya, Diah menyampaikan bahwa pengajuan usulan eselon 1 sebagai Plt dirjen itu tak melalui Baperjakat. Sebaliknya, itu adalah sepenuhnya kewenangan menteri. ”Jadi tak ada Baperjakat,” katanya.
Selain itu, Diah juga menyampaikan, hingga masa akhir pencalonan Irman sebagai dirjen dukcapil, diperoleh laporan bahwa Irman ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung. Namun, Diah tak merinci perkara pidana yang membuat Irman menjadi tersangka. Hanya Diah menyampaikan bahwa jika menjadi tersangka itu tak semestinya diangkat sebagai dirjen.
Menanggapi hal itu, Gamawan mengatakan, pada saat itu Irman tetap dilantik sebagai dirjen dukcapil karena Kejagung telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk perkara pidana disangkakakn kepada Irman. ”Keluar SP3, kami usulkan Irman sebagai dirjen. Karena proyek (pengadaan KTP elektronik) itu kan sedang berjalan. Karena secara teknis, yang mengikuti sejak awal untuk pengadaan ini adalah dia (Irman),” katanya. (MDN)