”Mas-mas” Selamanya Menjemput Bintang...
”Kupetik bintang
Untuk kau simpan
Cahayanya tenang
Berikan kau perlindungan
Sebagai pengingat teman
Juga sebagai jawaban
Semua tantangan”
Siapa tak kenal band Sheila on 7 pada akhir tahun 1990 hingga awal 2000-an. Muda-mudi zaman itu sudah pasti merah bersemu dan berjingkrak-jingkrak setiap kali band asal Yogyakarta itu tampil. Lagu-lagu hitnya menjadikan band yang di masa formasi awal digawangi Akhdijat Duta Modjo, Eross Candra, Adam Muhammad Subarkah, Saktia Ari Seno, dan Anton Widiastanto itu melejit dan menjadi idola generasi di zamannya.
Dua personel awal, yakni Saktia Ari Seno dan Anton Widiastanto, sudah tidak lagi bergabung di Sheila on 7 (SO7) sejak tahun 2006. Namun, Brian Kresna Putro, yang menjadi penggebuk drum baru band itu menggantikan Anton, tak kalah gahar dalam mengiringi lagu-lagu SO7. Beberapa kali Brian bermain solo yang panjang menggetarkan drum untuk menutup lagu SO7. Peluhnya bercucuran seusai menabuh drum sekuat tenaga.
Pada konser musik yang disponsori aplikasi LINE bertajuk ”Closing the Distance” itu, yang digelar di Medan International Convention Center (MICC), Kota Medan, Sumatera Utara, Sabtu (27/1) malam, Brian menggebuk drum seperti orang kesetanan. Iringan drum yang digebuknya mengikuti lagu-lagu hit Sheila, antara lain ”Melompat Lebih Tinggi”, ”Seberapa Pantas”, ”Lapang Dada”, ”Dan”, serta ”Itu Aku”.
Dalam konser malam itu, SO7 menjadi artis penutup setelah Raisa, Glenn Fredly, dan Kahitna tampil.
Sebanyak 3.500 penonton konser yang sejak sebulan lalu memburu tiket konser ramai-ramai ikut menyanyikan lagu-lagu hit SO7 saat band itu menutup konser. Saat gitar Eross baru saja dipetik untuk membuka nada, para penonton yang di antaranya adalah penggemar SO7 yang tergabung dalam Sheilagank, berjingkrak kegirangan dan menyanyikan sendiri lirik lagu SO7. Mereka hafal lagu-lagu SO7 yang merentang jauh dari akhir 1990-an hingga album terbaru mereka tahun 2014 berjudul Musim yang Baik.
Hit ”Lapang Dada” yang dibawakan SO7 pada konser Sabtu malam itu adalah salah satu lagu di dalam album tahun 2014 tersebut. Sembari mengangkat glow stick mereka yang berwarna hijau, penonton menyanyikan lirik lagu SO7 satu per satu.
Di atas panggung, Duta mengenakan kaus santai berlengan panjang, dengan rambut hampir sebahu dibiarkan terurai, membuat para perempuan penggemarnya terus meneriakkan namanya: Duta! Duta! Duta! Duta... Kupetik bintang!
Duta yang kini memasuki usia 37 tahun tampil energik dengan melompat-lompat di atas panggung, bersanding dengan Eross yang kalem dengan petikan senarnya yang membahana. Di lantai konser, pasangan muda-mudi menikmati malam dengan berjinjit-jinjit mengangkat tangan, menirukan lagu-lagu favorit mereka. Tawa dan teriakan menyeruak di malam Medan yang panas karena penonton yang berjubel. Glow stick diacungkan di mana-mana.
Usia Duta memang tidak semuda dulu lagi, ketika ia kerap tampil menyanyi di televisi tahun 1999 hingga awal 2000-an. Namun, apalah usia. Penampilannya malam itu yang santai apa adanya dengan rambut mawut acak-acakan membuat penutupan konser itu berkesan. Waktu seolah tak membuat Duta menua.
Yovie Widianto, pentolan Grup Kahitna mengakui, salah satu keuntungan dari bermain musik adalah usia yang tak menua. Di usianya yang kini sudah menginjak 50 tahun, misalnya, karena 21 Januari lalu ia berulang tahun, Yovie masih awet dipanggil ”mas”.
”Ya, inilah salah satu untungnya bermain musik. Menjadi ’mas-mas’ selamanya karena rasanya sama saja bagi kami saat tampil di depan pensi (pentas seni) anak-anak SMP dan SMA tahun 1993-1994 dengan bernyanyi di depan anak-anak muda tahun 2018 sekarang. Tidak ada yang berubah,” tutur Yovie yang bersama-sama dengan rekannya merintis band Kahitna tahun 1986 di Bandung, Jawa Barat.
Perkataan Yovie itu dibuktikan ketika Kahitna berhasil membuat panggung tetap bergetar saat tampil pada konser musik LINE (LINE Concert) di Medan. Lagu-lagu Kahitna yang lebih lawas lagi daripada SO7 ternyata tetap digemari. Warga Medan yang antusias mengisi hall MICC dengan suara mereka.
Trio vokal Kahitna, Hedi Yunus, Carlo Saba, dan Mario Ginanjar, masih jago menyihir pentas. Lagu-lagu mereka mengalir diikuti penonton, misalnya ”Tentang Diriku” dan ”Mantan Terindah”.
”Sudah taukah dia tentang diriku
Yang tak mungkin mencinta di saat tak tepat lagi
Yang kuragukan dia akan bertahan
Bila tau diriku yang tak mungkin memiliki
Oh beginikah rasanya
Tak boleh lagi jatuh cinta...”
Lagu-lagu bertema cinta milik Kahitna memang menjadi andalan. Liriknya yang sederhana membuat lagu-lagu mereka tak lekang oleh waktu. Muda-mudi zaman sekarang pun tetap terbuai saat trio ”mas-mas” Kahitna itu menyanyikan lagu cinta mereka. Lebih-lebih saat Mario Ginanjar melepaskan jasnya dan dengan sengaja ia tersenyum menggoda sembari menarik rambutnya ke belakang dengan telapak tangan, persis seperti iklan minyak rambut pria. Penggemarnya pun histeris.
Mario adalah yang paling muda di antara ”mas-mas” Kahitna yang lain. Ia bergabung dengan band Kahitna pada 2001, menggantikan Ronny Waluya yang keluar dari Kahitna tahun 1996.
Konferensi musik
Namun, soal penampilan panggung, Glenn Fredly, Sabtu malam, membuat kejutan dengan menggoda Suci Gloria Silalahi, alumnus Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, yang diundang naik ke panggung hanya untuk dipeluk.
Dipeluk? Ya, Glenn yang terkenal dengan lagu-lagu romantisnya itu mengundang Suci tiba-tiba untuk naik ke panggung. Sebagai bagian dari penampilan panggung, atraksi Glenn itu mewarnai hampir empat jam penampilan pemusik yang mengisi LINE Concert di MICC. Selain menyanyi dengan piano dan gitarnya, Glenn malam itu sepertinya juga berhasil membuat seorang gadis jatuh hati.
Lagu-lagu Glenn, seperti ”Akhir Cerita Cinta”, ”Terserah”, dan ”Januari”, serta satu lagi lagu Chrisye yang dinyanyikan ulang olehnya berjudul ”Zamrud Khatulistiwa” membuat konser malam itu penuh dengan pesan-pesan cinta dan juga perdamaian.
Pada 7-9 Maret mendatang, Konferensi Musik Indonesia yang pertama akan digelar di kota asal Glenn, Ambon, di Maluku. Menurut Glenn, penyelenggaraan konferensi musik di Ambon juga menandai gairah anak-anak muda di Ambon yang tetap bersemangat membangun kotanya pascakerusuhan agama di kota itu, hampir dua dekade lalu.
Musik adalah salah satu bagian dari seni budaya dan karya kreatif anak bangsa yang seharusnya menjadi wajah dan kekuatan baru negeri ini. Begitu banyak talenta di Indonesia yang bisa dikembangkan dalam bidang musik, termasuk di Ambon dan Medan.
”Sebelum konferensi musik dibuat di kota ini (Ambon), kota ini sangat menyedihkan. Kota ini di tahun 1999 luluh lantak hanya karena pertikaian dua agama yang dipolitisasi. Jangan lagi yang seperti di Maluku terjadi lagi,” ujar Glenn.
”Dari kota yang luluh lantak, anak-anak muda di sana akan menjadikan kota itu sebagai salah satu situs musik dunia oleh UNESCO. Ingat ya, jangan pernah meremehkan kota kalian yang sangat luar biasa,” lanjut Glenn.
Antusiasme penonton konser LINE di Medan pun mendapatkan apresiasi Glenn. Kebetulan pula, Sumut tahun ini akan menyelenggarakan pilkada. Di tengah-tengah penonton konser, salah satu calon gubernur Sumut, Djarot Saiful Hidayat, ternyata hadir. Beberapa kali wajahnya terekam kamera. Kepada Djarot, Glenn berpesan agar ia memperhatikan anak-anak muda di Medan.
”Kota ini anak-anak mudanya punya potensi besar. Saya berkata ini bukan hanya untuk Anda sendiri (Djarot), tetapi juga untuk calon lainnya. Medan sudah waktunya punya gedung konser yang lebih layak. Kalian (penonton konser) layak untuk mendapatkan gedung konser yang pantas dinikmati,” ungkap Glenn yang disambut tepuk tangan hadirin.
Mendekatkan musik
Ungkapan ”Ini Medan Bung” yang kerap dijadikan guyonan untuk menggambarkan lalu lintas Medan yang semrawut dan tingkah polah warganya yang seolah ”keras” kali ini layak pula digunakan untuk menggambarkan antusiasme penikmat musiknya. ”Ini Medan Bung!”
Raisa yang tampil pertama dalam konser itu mendapat sambutan istimewa karena ia tidak hanya tampil solo, tetapi juga berkolaborasi dengan SO7 di penutupan konser.
Menurut Brian Lee, Senior Director of Global Communications LINE Plus Corporation, Raisa merupakan salah satu penampil yang paling banyak diminta oleh pelanggan LINE di Kota Medan. Saat diminta pendapatnya, pelanggan dan pengguna aplikasi percakapan itu rupanya menjadikan Raisa sebagai pilihan nomor satu untuk tampil. Dengan alasan itulah, Raisa diboyong ke Medan.
”Kami ingin menghadirkan konser musik yang unik dan sesuai dengan keinginan warga Medan, untuk memberikan pengalaman konser yang terasa lebih personal,” ujar Brian.
Misi LINE untuk mendekatkan jarak dengan pengguna LINE berupaya dijembatani dengan musik. Musik sebagai bahasa universal dapat membuat satu sama lain menjadi lebih dekat. Dan, persis seperti Sabtu malam lalu, musik menyatukan masyarakat dari lintas generasi mendengarkan musik-musik enak yang tak lekang oleh waktu.
Musik selalu berhasil mengingatkan kita untuk selalu menjadi muda, positif, gembira, dan berdamai dengan diri sendiri ataupun orang lain.
Khusus untuk Medan, di tengah panasnya kontestasi di tahun politik, agaknya sering-sering mendengarkan musik adalah obat mujarab untuk mendinginkan suasana. ”Ini Medan Bung!”