JAKARTA, KOMPAS — Pengerjaan proyek pembangunan Tol Kunciran-Serpong dikebut agar dapat rampung pada November 2018. Proyek ini merupakan bagian dari jaringan Tol Lingkar Luar Jakarta 2 (JORR 2) yang berfungsi untuk memecah kemacetan, khususnya di ruas JORR Simatupang dan Pondok Indah.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Herry Trisaputra Zuna mengatakan, perkembangan pembangunan Tol Kunciran-Serpong merupakan yang paling cepat dibandingkan proyek JORR 2 lainnya.
”Hingga saat ini, perkembangan pembangunan fisiknya telah mencapai 35,90 persen, padahal surat perintah mulai kerja baru dikeluarkan pada Mei 2017,” ujarnya saat dihubungi, Senin (29/1).
Proyek tol ini ditargetkan lebih cepat rampung dari perencanaan awalnya. Sebelumnya, proyek ini ditargetkan rampung pada Juni 2019. Pengerjaannya dilakukan PT Marga Trans Nusantara (MTN), anak perusahaan PT Jasamarga (Persero) Tbk.
”Ada 11 proyek Tol JORR 2 ini, paling besar kemajuan pembangunan fisiknya ialah Bogor Ring Road sebesar 70 persen. Kemudian, kedua adalah proyek Cinere-Jagorawi. Meski demikian, yang relatif paling cepat kemajuannya adalah Tol Kunciran-Serpong,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Pimpinan Proyek PT MTN untuk Jalan Tol Kunciran-Serpong, Ari Dwiono, menuturkan, pengerjaan tol ini terbagi menjadi dua paket. ”Paket ke-1 pengerjaan dari daerah Kunciran ke Perigi, kemudian paket ke-2 Perigi-Serpong. Progres pembangunan fisiknya telah selesai pada tahap pengerjaan timbunan tanah sekitar 600.000 kubik,” katanya.
Selain itu, ada juga pemadatan badan jalan sekitar 3 kilometer yang telah dicor. Ari menjelaskan, saat ini sedang dilakukan proses lean concrete untuk jalan. ”Kami juga sedang mengerjakan konstruksi 15 jembatan dan terowongan. Prosesnya masih pemasangan fondasi tiang,” ucapnya.
Dari sisi percepatan, Ari mengatakan, PT MTN telah menambah subkontaktor, dari awalnya 11 subkontraktor menjadi 15 subkontraktor. Faktor cuaca menjadi salah satu kendala yang dihadapi dalam proses pengerjaan.
”Struktur tanah jadi lembek ketika hujan, dan itu menyulitkan proses pengerjaan. Oleh sebab itu, jika sedang hujan, kami fokus pada pengerjaan jembatan dan terowongan,” lanjutnya.
Antisipasi kegagalan
Ari menuturkan, untuk mengantisipasi kegagalan konstruksi, PT MTN menggunakan alternatif material untuk gelagar kotak (girder). Hal ini untuk mengantisipasi insiden ambrolnya gelagar kotak seperti di proyek Tol Depok-Antasari.
Berdasarkan Kompas (3/1), enam gelagar kotak (girder) di Tol Depok-Antasari ambrol karena ekskavator menyenggol salah satu ruas pengerjaan proyek. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut. Namun, satu dump truck hancur karena tertimpa gelagar kotak.
”Untuk gelagar kotak dengan bentang 50 meter-60 meter, kami menggunakan material baja. Baja ini lebih lentur daripada beton, tetapi tetap sesuai spesifikasi yang telah ada. Biasanya kegagalan konstruksi gelagar kotak karena material beton yang cenderung kaku,” tuturnya.
Pembebasan lahan
Tol Kunciran-Serpong sepanjang 11,20 kilometer dengan nilai proyek sekitar Rp 2,6 triliun. Progres pembebasan lahannya sudah mencapai 94,30 persen.
Tol Serpong-Kunciran dapat memecah kemacetan di wilayah ruas JORR Simatupang dan Pondok Indah. Nantinya jalan tol ini akan terhubung dengan Tol Kunciran-Bandara dan Tol Serpong-Cinere.
”Melihat progres pembebasan lahan yang telah mencapai di atas 90 persen, kami optimistis tol ini bisa selesai tepat waktu. Awalnya progres pembangunan tol ini sempat terhambat karena proses pembebasan lahan,” ujarnya.
Ari menjelaskan, saat ini ada delapan kelurahan yang terbagi di wilayah Kota Tangerang dan Tangerang Selatan yang belum terbebas lahannya. ”Sekitar 5 persen ada di kelurahan Perigi Baru, Pondok Jagung Timur, dan Jombang. Targetnya, pada Maret 2018, semua lahan bisa dibebaskan,” lanjutnya.
Urai kemacetan
Ari menuturkan, jalan tol ini dapat memecah kemacetan di wilayah ruas JORR Simatupang dan Pondok Indah. Nantinya tol ini akan terhubung dengan Tol Kunciran-Bandara dan Tol Serpong-Cinere.
Berdasarkan Kompas (8/11/2017), JORR 2 yang ditargetkan sepenuhnya rampung pada 2019 dibangun untuk mengurangi kepadatan di Ibu Kota, dengan mengalihkan kendaraan ke sisi luar Jakarta. Kendaraan dari Surabaya yang hendak ke Merak, misalnya, tak perlu ke Jakarta. Di Cibitung, kendaraan bisa berbelok ke selatan, lalu melalui Cimanggis, Cinere, dan Serpong.