Enam Jam Presiden Indonesia di Kabul
Pada Sabtu (27/1) siang, di Kabul, perwakilan Indonesia dan Afghanistan sedang membahas rencana pengamanan kunjungan Presiden Joko Widodo ke negara itu saat bom yang disembunyikan dalam ambulans meledak. Serangan yang dilakukan Taliban dan menewaskan 103 orang itu serta-merta menjadi pokok bahasan.
- English Version: The President\'s Six Hours in Kabul
Di Jakarta, ledakan itu memicu spekulasi Presiden akan membatalkan kunjungan yang sudah ditunggu 57 tahun sejak terakhir kali Presiden RI Soekarno melawat ke sana pada 1961. ”Presiden tidak takut,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk menepis isu pembatalan kunjungan.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan, Presiden pergi ke Afghanistan untuk menunjukkan solidaritas atas persoalan yang sedang dihadapi negeri itu. Kunjungan Presiden juga meneguhkan kepemimpinan Indonesia di forum internasional. ”Pengamanan Presiden dilakukan oleh pihak Afghanistan dan Indonesia. Pengamanan itu sangat maksimal,” ujarnya.
Pada Senin (29/1), pukul 11.40, pesawat Kepresidenan RI mendarat di Bandara Hamid Karzai, Kabul. Beberapa jam sebelum pesawat mendarat, kompleks Universitas Pertahanan Marshal Fahim, sekitar 20 kilometer dari bandara, diserang.
Kondisi itu membuat Pemerintah Afghanistan menyediakan sejumlah panser dan dua helikopter untuk mengawal perjalanan 6 kilometer yang ditempuh rombongan Presiden Jokowi dari bandara ke Istana Kepresidenan Afghanistan. Pemerintah Afghanistan sudah menyiapkan panser khusus untuk dinaiki Presiden, tetapi Presiden memilih naik sedan. ”Perjalanan dari bandara ke Istana Kepresidenan suasananya berdebar-debar meskipun perjalanan kami dikawal ketat,” kata Pramono.
Saat bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Presiden RI menyampaikan dukacita dari rakyat Indonesia atas tragedi yang terjadi di Kabul. ”Saya berdoa agar para korban dapat segera pulih. Kepada keluarga serta kerabat yang ditinggalkan, semoga diberi ketabahan serta kesabaran,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, kunjungannya ke Afghanistan merupakan penghormatan atas kunjungan Ghani ke Indonesia pada tahun lalu.
Perdamaian
Kunjungan yang berlangsung sekitar enam jam itu juga untuk membahas kerja sama, khususnya terkait bina damai (peace building) di Afghanistan. ”Indonesia dan Afghanistan akan meningkatkan berbagai kegiatan yang dapat membantu proses peace building dan rekonsiliasi,” kata Presiden.
Dukungan Indonesia antara lain diwujudkan lewat pembangunan kompleks Indonesia Islamic Centre (IIC) di Kabul. Kompleks ini menjadi simbol persahabatan Indonesia-Afghanistan. Menurut rencana, pada tahun ini Indonesia membangun klinik di sana. Sebelumnya sudah ada Masjid As-Salam yang digunakan oleh masyarakat Afghanistan sejak 2015.
Presiden Jokowi dan Ghani membahas pula bina damai yang harus ditopang dengan pembangunan ekonomi. ”Tanpa perdamaian, tidak akan ada kesejahteraan. Tanpa kesejahteraan, perdamaian tidak akan lestari. Karena itu, pada saat kita bekerja sama membangun perdamaian, kerja sama ekonomi harus ditingkatkan secara paralel,” ujar Presiden Indonesia.
”Kedatangan Yang Mulia tak perlu membawa emas, tetapi membawa hujan dan salju. Hujan dan salju merupakan berkah bagi kami. Salju dan hujan tidak pernah memilih akan turun kepada orang kaya atau orang miskin,” tutur Presiden Afghanistan dalam sambutannya.
Selain dengan Ghani, Presiden juga membahas upaya bina damai Afghanistan dengan Ketua Dewan Perdamaian Afghanistan Karim Khalili.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, Pemerintah Afghanistan sangat berterima kasih atas lawatan di tengah situasi penuh tantangan yang sedang melanda negara itu. Berulang kali para pejabat Afghanistan juga menyatakan Presiden Jokowi adalah contoh pemimpin dunia Islam.
Pernyataan itu tidak lepas dari fakta Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar yang sukses mengembangkan demokrasi dan memelihara kemajemukan. Hal yang tidak dapat dilakukan banyak negara lain.
Retno mengatakan, Ghani berharap pengusaha Indonesia bisa membantu meningkatkan kemampuan pengusaha Afghanistan untuk mendongkrak ekspor.
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Ayusia Sabhita, mengatakan, Afghanistan merekam hubungan baik dengan Indonesia. Bahkan, beberapa bulan terakhir, ada beberapa orang penting Afghanistan melawat ke Indonesia untuk semakin mengeratkan hubungan kedua negara. Lewat serangkaian kunjungan ini, Afghanistan menyampaikan pesan agar Indonesia bisa membantu penyelesaian konflik di sana.
Afghanistan dan banyak negara berpenduduk Muslim mengakui kemampuan bina damai Indonesia. ”Afghanistan ingin belajar bina damai penyelesaian konflik agama dari Indonesia yang terkenal dengan Islam moderat,” ujarnya.
Modal lain untuk membantu penyelesaian konflik Afghanistan adalah keberhasilan Indonesia dalam kasus pengungsi Rohingya di Myanmar. Saat negara lain ditolak oleh Pemerintah Myanmar, Indonesia diberi akses untuk menyalurkan bantuan kepada pengungsi Rohingya.
Ayusia mengatakan, inisiatif Indonesia untuk mendorong kerja sama ekonomi penting bagi proses perdamaian di Afghanistan. Proses bina damai membutuhkan transformasi politik dan ekonomi. Pada saat yang sama, kerja sama ekonomi juga menjadi kebutuhan Indonesia sesuai narasi Indo-pasifik, kerja sama selatan-selatan, dan kerja sama negara pesisir Samudra Hindia (IORA).
Semua hal itu dimulai dengan kunjungan selama enam jam, saat Kabul tengah dalam rundungan teror oleh berbagai kelompok militan. (AP/ HAR/NDY/RAZ)