Perubahan Perilaku dan Tren Komputasi Awan
Foto, edit, dan bagi. Perilaku tersebut menjadi kebiasaan dalam menggunakan media sosial di masa sekarang.
Ketika di masa lalu orang selalu menyimpan foto melalui kartu memori, kini foto juga dapat disimpan secara daring dan terbuka.
Kebanyakan orang memiliki teks, foto, dan video tersimpan di berbagai perusahaan, seperti Facebook, Instagram, Youtube, ataupun Google.
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2016, sebanyak 132,7 juta orang dari 256,2 juta penduduk Indonesia terkoneksi dengan internet.
Data Facebook internal kuartal II-2017 menunjukkan, lebih dari 115 juta orang Indonesia terdaftar dalam akun Facebook.
Sementara itu, data Instagram pada Juni 2017 menunjukkan, terdapat 52 pengguna aktif Instagram di Indonesia.
Kemudahan yang disediakan di era digital ini membuat data menjadi lebih mudah disimpan dan diakses secara daring.
Kemudahan yang disediakan di era digital ini membuat data menjadi lebih mudah disimpan dan diakses secara daring.
Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Tinggi Informatika dan Komputer (Aptikom) Zainal A Hasibuan menyatakan, data tersebut disimpan, diolah, dan dianalisis melalui sistem komputasi awan (cloud computing).
Awan yang dimaksud adalah jaringan server dalam internet.
Dalam artikel ”Architectural Requirements for Cloud Computing Systems: An Enterprise Cloud Approach” tahun 2011 yang ditulis Bhaskar Prasad Rimal, Admela Jukan, Dimitrios Katsaros, dan Yves Goeleven, komputasi awan adalah sebuah pengiriman, penyimpanan, analisis, dan pengelolaan data menggunakan komputer yang diakses melalui internet.
”Tren penyimpanan data di komputasi awan, seperti foto di dunia maya, menunjukkan adanya pergeseran perilaku,” kata Zainal, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (30/1).
Hal itu terjadi karena generasi milenial yang lahir pada 1980-1995, hidup dalam era di mana teknologi telah maju.
Generasi milenial merasa digital telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari sehingga tidak merasa sungkan ketika menyimpan data secara terbuka melalui komputasi awan.
Adapun data dalam Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 memperkirakan, jumlah penduduk kelompok umur 15-34 tahun adalah 85,7 juta orang.
Kembali merujuk artikel yang ditulis oleh Rimal dan kawan-kawan, komputasi awan memberi dampak pada penggunaan internet melalui gawai, otomatisasi pekerjaan, dan mahadata (big data).
Bhaskar Prasad Rimal dan Ian Lumb dalam artikel ”Cloud Computing Principles, Systems and Applications: The Rise of Cloud Computing in the Era of Emerging Networked Society” tahun 2017 menyatakan, mahadata adalah kumpulan data yang dapat dilihat dari empat sisi.
Empat sisi itu adalah volume atau jumlah data dan kecepatan (velocity) atau waktu transfer data ke aplikasi.
Selain itu, terdapat varietas (variety) atau jenis data dan ketidakpastian (veracity) atau nilai data.
Mahadata menyediakan sebuah bisnis baru, yaitu pelayanan mahadata, dalam bentuk analisis.
Mahadata menyediakan sebuah bisnis baru, yaitu pelayanan mahadata, dalam bentuk analisis.
Data dari Seagate tahun 2016 menunjukkan, tahun 2016 dunia menghasilkan 16 zetabytes.
Angka itu diproyeksikan akan meningkat tahun 2020, yaitu 44 zettabytes, dan tahun 2025, yaitu 163 zettabytes. 1 zettabytes sama dengan 1 miliar terabytes.
Tren 2018
Regional Director MIT NetApp Weera Areeratanasak menyatakan, kemunculan jumlah data yang begitu besar akan menciptakan tren baru pada tahun 2018 ini.
”Mekanisme mengelola data akan menjadi terdistribusi atau decentralized immutable mechanism,” ujar Weera, dalam Diskusi CTO Predictions 2018.
NetApp adalah perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang berfokus pada manajemen data dari perangkat keras ke perangkat lunak.
Mekanisme tersebut membuat tidak ada suatu pihak tertentu yang berwenang dalam mengelola data. Contoh yang paling nyata adalah kemunculan blockchain.
Blockchain adalah transaksi keuangan berupa uang digital dari sejumlah komputer yang bergabung dalam sebuah jaringan dan tercatat dalam buku besar digital atau ledger.
Blockchain adalah transaksi keuangan berupa uang digital (cryptocurrency) dari sejumlah komputer yang bergabung dalam sebuah jaringan dan tercatat dalam buku besar digital atau ledger.
Tidak adanya titik kendali terpusat, seperti halnya server-server yang terpusat, membuat data tersebar.
Oleh karena itu, kesempatan untuk mengubah atau menghapus informasi yang ada dalam sebuah blockchain dan seluruh transaksi hilang.
Country Manager NetApp Indonesia Ana Sopi menambahkan, data yang telah dianalisis dapat membantu perusahaan dalam membuat keputusan, baik dalam membuat produk maupun pemasaran.
”Misalnya, Google menganalisis pencarian yang dilakukan pengguna, kemudian memasang iklan perusahaan yang terkait dengan pencarian,” kata Ana. (DD13)