JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung HM Prasetyo mengikuti langkah Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang akan menunda proses hukum para pasangan calon kepala daerah selama rangkaian pemilihan kepala daerah berlangsung.
Dengan demikian, hanya Komisi Pemberantasan Korupsi, lembaga penegak hukum di Indonesia, yang belum menyatakan sikapnya terkait penundaan proses hukum di luar pidana pemilihan umum selama proses pilkada.
Prasetyo mengatakan, langkah menunda proses hukum bagi peserta pilkada sudah dilakukan sejak penyelenggaraan pilkada serentak sebelumnya.
Jika terdapat bukti yang kuat, proses hukum akan dilanjutkan, bahkan saat peserta pilkada dinyatakan terpilih sebagai kepala daerah.
”Kalau kami bersama Pak Kapolri sudah berkomitmen seperti itu. Saya tidak tahu kalau KPK seperti apa, karena mereka punya pemahaman sendiri,” ujar Prasetyo saat rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu (31/1).
Dalam rapat kerja yang digelar hari ini, Didik Mukriyanto dari Fraksi Partai Demokrat menanyakan apakah Kejaksaan Agung sebagai lembaga penegak hukum memiliki komitmen yang sama seperti Kapolri terkait penundaan proses hukum para peserta pilkada.
”Penundaan proses hukum kepada peserta pilkada juga terkait dengan netralitas lembaga penegak hukum. Jika pemeriksaan hukum dilakukan kepada peserta pilkada misalnya, akan memengaruhi elektabilitas si calon. Padahal, ini pesta demokrasi,” kata Didik.
Setelah proses pilkada selesai, pemeriksaan harus tetap dilanjutkan.
Saat rapat gabungan DPR dan pemerintah pada 11 Januari lalu yang juga dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Tito Karnavian menyampaikan, untuk menjaga netralitas dan menghargai hak peserta pemilu, selama masa pilkada penegak hukum sebaiknya menunda segala proses pemeriksaan kepada para peserta pilkada.
Tindakan itu merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap pesta demokrasi rakyat. Setelah proses pilkada selesai, pemeriksaan harus tetap dilanjutkan.
Akan tetapi, Agus Rahardjo saat itu belum menyepakati usulan untuk menunda proses hukum para peserta pilkada.
Menurut dia, pemeriksaan para calon kepala daerah dapat menjadi pertanda bagi masyarakat di daerah bahwa calon kepala daerahnya berpotensi memiliki masalah hokum, khususnya kasus korupsi.
Meskipun begitu, saat itu Agus sepakat tidak akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang statusnya calon kepala daerah ketika yang bersangkutan sebelumnya tidak pernah atau jarang menjadi saksi di KPK.
Hal itu guna menghindari anggapan bahwa penegak hukum melakukan kriminalisasi terhadap peserta pilkada.
Hal itu guna menghindari anggapan bahwa penegak hukum melakukan kriminalisasi terhadap peserta pilkada.
Junimart Girsang dari Fraksi PDI-P menyarankan agar ketiga lembaga, yaitu KPK, Kejaksaan, dan Polri, duduk bersama membahas sikapnya terkait penundaan proses hukum kepada peserta pilkada selama rangkaian pilkada berlangsung.
”Tidak boleh juga, dong, satu tidak setuju dan yang duanya setuju,” kata Junimart.
Menurut Junimart, sebaiknya semua penegak hukum menunda proses hukum para calon kepala daerah selama proses pilkada.
Jika itu tidak dilakukan, menurut dia, akan mengganggu sistem demokrasi yang berjalan melalui penyelenggaraan pilkada serentak. (DD14)