Pernyataan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat Lambertus Nicodemus Palar bahwa Indonesia tidak akan lagi menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa merupakan penegasan. Sebelumnya, Indonesia memang menyatakan keluar dari PBB pada 7 Januari 1965.
Sikap tegas Presiden Soekarno itu tidak datang tiba-tiba. Soekarno yang antikolonial marah dan mengecam Inggris yang mengakui bergabungnya Federasi Malaysia (merdeka 31 Agustus 1957) dengan Borneo Utara, Sarawak, dan Singapura pada 16 September 1963. Soekarno menuding Malaysia negara boneka bentukan Inggris.
Di tengah panasnya konfrontasi Indonesia-Malaysia, Inggris malah mengusulkan Malaysia masuk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Usulan ini menimbulkan kemarahan Soekarno. Bahkan, Soekarno pada 1964 mengancam Indonesia akan keluar dari PBB jika usulan itu diwujudkan.
Ketika Malaysia benar-benar diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Soekarno pada 7 Januari 1965 langsung mengumumkan Indonesia keluar dari keanggotaan PBB. Menteri Luar Negeri Soebandrio kemudian menyampaikan surat resmi pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB kepada Sekretaris Jenderal PBB U Thant pada 20 Januari 1965.
Tak sekadar keluar dari keanggotaan PBB, Soekarno juga mengkritik PBB karena di tengah Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, Markas PBB tidak berada di negara yang netral. Badan-badan PBB juga banyak dipimpin negara-negara Blok Barat pendukung kolonialisme.
Sebagai badan tandingan PBB, Soekarno kemudian mendirikan Conference of the New Emerging Forces (Conefo) yang beranggotakan negara-negara berkembang dan netral, yakni negara yang tidak termasuk Blok Timur yang dimotori Uni Soviet atau Blok Barat yang dimotori Amerika Serikat.
Setelah jatuhnya Soekarno, Indonesia kembali menjadi anggota PBB dalam Sidang Umum PBB 28 September 1966. Konfrontasi dengan Malaysia juga berubah menjadi persahabatan negara tetangga yang serumpun. (THY)