WASHINGTON DC, KAMIS — Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Rabu (31/1), menetapkan Ismail Haniyeh, pemimpin kelompok Hamas, Palestina, sebagai teroris global khusus yang harus ditangkap.
Dalam sebuah pernyataannya, Deplu AS menegaskan, Haniyeh bersama dua kelompok Islam yang beroperasi di Mesir dan satu di wilayah Palestina terdaftar di Specially Designated Global Terrorist.
Penetapan Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas, itu dilakukan kurang dari seminggu setelah Washington mengancam akan memotong bantuan ke Palestina jika tidak mendukung perdamaian dengan Israel.
Hamas sendiri, kelompok yang menguasasi Jalur Gaza, sudah lama dimasukkan dalam organisasi teroris oleh AS dan kini bertanggung jawab atas tewasnya 17 warga AS.
Haniyeh, pemimpin Hamas yang paling berpengaruh dalam sayap militer kelompok Islam Jalur Gaza.
Haniyeh, pemimpin Hamas yang paling berpengaruh dalam sayap militer kelompok Islam Jalur Gaza itu, dilaporkan terlibat dalam serangan terhadap warga Israel.
Harian Al Arabiya, Kamis (1/2), menyebutkan, Haniyeh mempunyai peran yang amat dominan di sayap militer Hamas. Dia pun mendukung perjuangan bersenjata dan mendorong warga sipil ikut di dalamnya untuk menyerang Israel.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan, pihaknya menargetkan kelompok dan pemimpin teroris senior—termasuk dua kelompok yang didukung Iran—yang mengancam stabilitas Timur Tengah merongrong proses perdamaian dan menyerang sekutu kami Mesir dan Israel.
Kelompok yang didukung Iran, Harakat al-Sabireen, yang terutama beroperasi di Gaza dan Tepi Barat juga dimasukkan ke dalam daftar kelompok teroris.
Menurut Washinton, kelompok tersebut merencanakan dan melakukan serangan terhadap Israel dan menembakkan roket ke sasaran-sasaran di Israel.
Teroris mengancam stabilitas Timur Tengah, merongrong proses perdamaian, dan menyerang sekutu kami, Mesir dan Israel.
Organisasi garis keras lainnya, Liwa al-Thawra dan Harakat Sawa’d Misr di Mesir, juga dimasukkan dalam daftar hitam teroris. Sebelumnya, dua kelompok ini dikaitkan dengan sayap Ikhwanul Muslimin Mesir.
Liwa al-Thawra dilaporkan mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan seorang jenderal militer Mesir di Kairo pada 2016 dan serangan bom di negara itu pada 2017.
Harakat Sawa’d Misr (HASM), menurut AS, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan seorang perwira keamanan Mesir dan serangan lainnya di negara sekutu AS itu.
Sementara di Gaza City, pejabat Hamas, Sami Abu Zuhri, mengatakan, mereka mengecam keputusan Washington itu. Zuhri melihat kelompok Zionis AS berada di balik keputusan yang tidak masuk akal itu.
”Keputusan itu tidak bernilai,” kata Zuhri.
Pada Desember 2017, setelah Presiden AS Donald Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, Haniyeh mengatakan pada sebuah demonstrasi di Gaza yang menandai peringatan 30 tahun berdirinya Hamas bahwa Hamas akan berjuang untuk menggugurkan keputusan Trump itu.
”Kami akan menggugurkan keputusan Trump. Tidak ada negara adikuasa yang dapat menawarkan Jerusalem untuk Israel, Israel tidak seharusnya memiliki ibu kota bernama Jerusalem,” kata Haniyeh.
Washington membekukan seluruh aset mereka di AS dan melarang semua warga dan perusahaan AS untuk melakukan bisnis dengan Haniyeh.
Setelah menetapkan Haniyeh dan tiga kelompok garis keras tersebut sebagai teroris global khusus (SDGT), Washington membekukan seluruh aset mereka di AS serta melarang semua warga dan perusahaan AS melakukan bisnis dengan Haniyeh.
Nathan Sales, koordinator anti-terorisme AS, menyinggung soal dukungan Iran untuk organisasi teroris ketika dia berbicara di konferensi di Tel Aviv, Israel, Rabu (31/1).
”Iran terus mendukung organisasi teroris, seperti Hezbollah, Hamas, dan Jihad Islam Palestina,” katanya dalam sebuah pidato.
”Iran mengucurkan dana bagi Hezbollah (Lebanon) sekitar 700 juta dollar (sekitar Rp 9,4 triliun) per tahun,” kata Sales kepada Institute for National Security Studies, lembaga kajian, di Tel Aviv.
”Untuk kelompok teroris Palestina, Iran memberi mereka dana hingga 100 juta dollar (Rp 1,3 triliun) per tahun,” kata Sales. (AFP/REUTERS)