KPK Temukan Bukti Zumi Zola Terima Gratifikasi Rp 6 Miliar
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi mengumumkan Gubernur Jambi Zumi Zola sebagai tersangka di Jakarta, Jumat (2/2).
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan mengatakan, selain Zumi Zola, Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi Arfan juga resmi menyandang status tersangka.
Basaria menambahkan, KPK telah menemukan bukti bahwa keduanya menerima hadiah atau janji terkait proyek di Provinsi Jambi dan penerimaan lainnya.
Selama menjabat sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021, Zumi Zola menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar. Sementara Arfan diduga menerima gratifikasi terkait proyek-proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi.
Selama menjabat sebagai Gubernur Jambi periode 2016-2021, Zumi Zola menerima gratifikasi sebesar Rp 6 miliar.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Selain itu, KPK juga mencegah Zumi Zola bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 25 Januari.
Sebelum mengumumkan status kedua tersangka secara resmi, KPK telah melakukan penggeledahan pada Rabu (31/1) hingga Kamis (1/2). Adapun tiga lokasi itu adalah rumah dinas Zumi Zola, vila milik Zumi Zola di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan rumah seorang saksi di Kota Jambi.
”Dari penggeledahan itu, KPK menyita sejumlah dokumen dan uang dalam pecahan rupiah dan dollar AS. Namun, jumlah uang yang disita belum bisa disampaikan karena penyidik masih berada di lapangan,” kata Basaria.
Setelah penggeledahan, katanya, KPK memeriksa 13 saksi dari pihak pejabat pemerintah provinsi, pegawai negeri sipil, dan swasta.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif membenarkan bahwa Zumi telah ditetapkan sebagai tersangka beberapa hari sebelum penggeledahan rumah dinasnya. Namun, ia enggan memberitahukan tanggal pastinya.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK, 29 November 2017, terhadap Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jambi Supriyono, Asisten Daerah III Provinsi Jambi Saifuddin, serta Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Erwan Malik dan Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jambi Arfan pada 29 November.
Dari OTT itu, diketahui terjadi serah terima uang dari Saifuddin kepada Supriyono sebesar Rp 400 juta. Sejumlah uang yang kerap diistilahkan sebagai ”uang ketok” itu diberikan agar Supriyono bersedia hadir untuk mengesahkan RAPBD Jambi 2018. Sebelumnya, dikabarkan sebagian besar anggota DPRD Jambi tidak bersedia menghadiri rapat pengesahan RAPBD itu (Kompas, 2/2).
Adapun Erwan, Arfan, Supriyono, dan Saifuddin saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, hanya tiga berkas yang dilimpahkan KPK ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yaitu Erwan Malik, Arfan, dan Saifuddin. Sementara itu, Supriyono masih dalam penyidikan.
Keserakahan pejabat
Menurut Laode, kasus korupsi yang dilakukan Zumi menandakan keserakahan pejabat. Ia melanjutkan, sembilan hari sebelum OTT dilakukan, Laode dan tim KPK sudah membantu Zumi untuk membahas RAPBD 2018.
Kasus korupsi yang dilakukan Zumi menandakan keserakahan pejabat
Bahkan, kata Laode, Zumi sudah diminta menandatangani surat pernyataan untuk memperbaiki sistem anggaran agar tidak ada lagi uang ketok yang digunakan untuk menyuap anggota Dewan. KPK pun menempatkan sejumlah pasukan pencegahan untuk mengawasi Zumi.
”Ketika saya pulang dari sana, ada laporan bahwa mereka masih jalan terus untuk mengambil uang,” ujar Laode. (DD01)