Kisah Pilu Pasangan Lansia yang Meninggal dalam Kesunyian
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
Jalan Raya Blabak-Ketep di Dusun Sanggarahan, Desa Mungkid, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, adalah jalur yang ramai dilalui kendaraan. Jalur ini menjadi akses jalan Magelang-Boyolali, dan sekaligus juga menjadi akses menuju obyek wisata Ketep Pass di Kabupaten Magelang.
Riuh kendaraan yang melintasinya seolah meredam semua celoteh, cerita dari rumah dan toko yang ada di sekitarnya, termasuk berita dukacita dari kematian pasangan suami istri, Sukardjo (70) dan Surati (60), yang bertempat tinggal persis di tepi jalan raya tersebut.
Sukardjo dan Surati ditemukan meninggal di rumahnya, Minggu (28/1). Melihat kondisi jenazah yang sudah nyaris membusuk, keduanya diprediksi telah meninggal selama dua minggu lebih. Sukardjo ditemukan meninggal dalam posisi duduk di kursi, sedangkan istrinya terbaring di tempat tidur.
Sukardjo dan Surati ditemukan meninggal di rumahnya, Minggu (28/1). Melihat kondisi jenazah yang sudah nyaris membusuk, keduanya diprediksi telah meninggal selama dua minggu lebih
Sukardjo diduga meninggal terlebih dahulu karena serangan jantung. Surati yang mengalami stroke dan sehari-hari bergantung pada suami diduga menyusul meninggal karena tidak ada lagi yang melayani dan mencukupi kebutuhannya.
Kematian Sukardjo dan Surati baru diketahui saat Kholid, menantunya, datang menjenguk Minggu pagi. Ketika itu, pintu terkunci sehingga terpaksa didobrak untuk mengetahui kondisi dalam rumah.
Kepastian waktu kematian tidak ada yang mengetahuinya. Hanya kesunyian kehidupan mereka berdua yang merangkumnya.
Kebanyakan tetangga Sukardjo adalah toko dan warung makan, yang ramai dihuni pelayan dan pegawai yang pulang saat malam hari. Kebanyakan dari mereka pun tidak mengenal Sukardjo secara dekat dan hanya mengenalinya sebagai sosok yang sering berjalan kaki di sekitar kampung untuk membeli sesuatu atau pergi ke masjid. Tak heran, ketiadaan sosoknya selama dua minggu lebih pun tidak terlalu mengundang perhatian atau kecurigaan dari sekitarnya.
Yazid (67), salah seorang tetangga, mengatakan, warga sekitar dan jemaah masjid sekitar sebelumnya memang menyadari bahwa Sukardjo lama tidak terlihat ke luar rumah. Namun, banyak orang kemudian menyimpulkan bahwa Sukardjo dan istri sedang bepergian ke rumah anaknya.
”Kami mengira Pak Sukardjo pergi ke rumah anaknya yang berada di luar kota,” ujarnya.
Yazid mengatakan, pasangan Sukardjo dan Surati memiliki empat anak. Tiga diantaranya tinggal di Jakarta, Bogor, dan Solo. Satu anaknya yang kini telah meninggal sebelumnya tinggal di Desa Rambeanak, Kecamatan Mungkid.
Sukardjo adalah pensiunan pegawai pabrik kertas Blabak dan sempat tinggal di perumahan karyawan pabrik kertas. Namun, sejak memasuki usia pensiun dia pindah ke rumah pribadinya di Dusun Sanggrahan.
Yazid mengatakan, kendati hanya tinggal berdua, pasangan suami istri tersebut sebelumnya terlihat sehat dan baik-baik saja. Namun, situasi mulai berubah ketika putrinya yang tinggal di Desa Rambeanak meninggal.
Waktu itulah, kesehatan Surati mulai terganggu. Puncaknya, sejak dua tahun lalu, dia menderita stroke dan hanya bisa terbaring di tempat tidur. Maka, sejak itulah, Sukardjo melakukan semua tugas rumah tangga seorang diri, mulai dari menyapu, mengepel, memasak, hingga memandikan dan mengganti popok istrinya.
Jarang ditengok anak-anak
Fadholi (45), salah seorang warga yang membuka toko besi di sebelah rumah Sukardjo, mengatakan, pasangan suami istri ini hanya pernah satu kali membayar tenaga dari istri salah seorang karyawannya untuk bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah. Namun, setelah satu kali dan memberikan upah Rp 30.000, Sukardjo tidak pernah memanggil siapa pun untuk bekerja di rumahnya.
Sukardjo jarang ditengok anak-anaknya. Hanya menantunya, Kholid, yang tinggal di Desa Rambeanak, yang sesekali mengunjunginya.
Sukardjo, menurut dia, juga jarang ditengok anak-anaknya. Hanya menantunya, Kholid, yang tinggal di Desa Rambeanak, yang sesekali mengunjunginya.
Fadholi mengatakan, Sukardjo juga pernah bercerita bahwa pada hari raya Lebaran sekalipun, belum tentu tiga anaknya bisa berkumpul bersama di rumah.
”Pak Sukardjo pernah bercerita, dia punya anak tapi rasanya seperti tidak punya anak,” ujarnya.
Sukardjo, menurut dia, diketahuinya memang sempat diajak putranya tinggal di Jakarta. Namun, karena tidak ingin merepotkan, ajakan tersebut ditolaknya. Namun, dengan kondisi tersebut, Fadholi mengatakan, anak-anaknya pun semestinya mau menyiapkan satu pembantu untuk membantu Sukardjo dan istri sehari-hari.
Setelah jenazah ditemukan dan dikebumikan, rumah Sukardjo kemarin justru ramai. Hingga Jumat (2/2) kemarin, semua anak dan menantunya datang dan membersihkan rumah. Namun, tak satu pun dari mereka berkenan diwawancara.
Salah satu putranya mengatakan, kepergian kedua orangtuanya sudah cukup menyesakkan, yang kemudian makin diperparah dengan berbagai berita dan komentar di media sosial yang semuanya berpandangan negatif terhadap anak-anak mendiang Sukardjo dan istri.
Pak Sukardjo pernah bercerita, dia punya anak tapi rasanya seperti tidak punya anak.
”Kami tidak ingin kejadian ini diungkit-ungkit lagi,” ujarnya.
Tidak perlu diungkit, tapi memori tentangnya akan merekat. Tentang pasangan suami istri, dan keberanian mereka melalui semuanya bersama. Pintu yang terkunci menandakan mereka sudah sepakat memiliki dunianya sendiri. Cerita sunyi di tengah lalu lalang kendaraan di jalan.