TEGAL, KOMPAS — Ratusan nelayan dengan alat tangkap cantrang asal Kota Tegal, Jawa Tengah, bersedia mendaftarkan kapal mereka untuk didata dan diverifikasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun, untuk sepenuhnya beralih dari alat tangkap cantrang, nelayan masih butuh waktu akibat berbagai kendala.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Tim Khusus Alih Alat Tangkap, mendata dan memverifikasi kapal- kapal dengan alat tangkap cantrang di pesisir utara Jawa, dimulai dari Kota Tegal, Kamis-Jumat (1-2/2). Dalam dua hari, sekitar 200 kapal didata dan diverifikasi.
Salah seorang nelayan, Muhammad Fauzi (30), mengatakan, pada prinsipnya dia mendukung pemerintah membatasi alat tangkap cantrang. Namun, ia juga berpegang pada keputusan Presiden Joko Widodo yang memperpanjang masa peralihan ke alat tangkap ramah lingkungan tanpa batasan waktu.
Menurut Fauzi, pemerintah dan nelayan harus sama-sama siap jika nantinya cantrang dilarang. ”Untuk komitmen waktu, kami belum bisa karena untuk beralih banyak kendala.
Permodalan, misalnya. Meski ada bantuan, saat ini kami juga berutang ke bank. Berat untuk mengutang lagi, apalagi dua bulan belum melaut,” ujarnya.
Juru Bicara Aliansi Nelayan Indonesia Hadi Santoso menekankan, tidak ada penolakan peralihan cantrang ke alat tangkap yang ramah lingkungan dari organisasinya. Namun, butuh waktu peralihan hingga semua siap. ”Sebab, banyak yang harus disiapkan. Menyiapkan berbagai hal ini perlu waktu lebih dari setahun,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas, Tim Khusus Alih Alat Tangkap KKP terus mendata dan memverifikasi kapal nelayan cantrang di Tegal. Selain berkas-berkas diverifikasi, nelayan juga diwawancara tim khusus. Selanjutnya, tim mengecek langsung fisik kapal, antara lain nama, ukuran, dan tanda selar kapal.
Kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti hadir serta mendatangi tempat pendataan dan verifikasi, dikawal ketat Polri dan TNI. Susi juga menyapa sejumlah pemilik kapal yang berkasnya diverifikasi di dalam ruangan. ”Nelayan harus jujur. Kalau kapalnya besar, jangan mengaku kecil. Kalau enggak ada modal, pinjam ke bank, kan, ada BRI. Mumpung pemerintah sedang memfasilitasi,” katanya.
Susi menyampaikan, kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan saat pertemuan perwakilan nelayan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, dua pekan lalu. Ia menegaskan, alat tangkap cantrang telah disepakati untuk tetap beroperasi hingga pengalihan alat tangkap nelayan selesai.
Pendapatan besar
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Sjarief Widjaja mengatakan, pendataan dan verifikasi dilakukan untuk memetakan beberapa hal. Di antaranya identitas pemilik kapal, berapa kapal yang dimiliki, ukuran, dan jenis alat tangkap. Dalam dua hari, terdata sekitar 200 kapal dari perkiraan total 370 kapal nelayan cantrang di Tegal.
Menurut Sjarief, berdasarkan wawancara, keuntungan para pemilik kapal cantrang sangat besar. ”Misalnya, kapal ukuran 80 gros ton (GT) beroperasi dengan bekal Rp 400 juta dan meraih pendapatan rata-rata Rp 700 juta. Keuntungan dibagi dua, pemilik serta nakhoda dan ABK (anak buah kapal). Rata-rata memang bukan nelayan kecil,” katanya.
Di Jakarta, Direktur Kapal dan Alat Penangkapan Ikan KKP Agus Suherman mengatakan, dari sistem manajemen kapal daerah, hingga akhir 2017 terdata 955 kapal cantrang dan sejenisnya yang belum beralih alat tangkap. Dari jumlah itu, 226 unit di antaranya berukuran 10-30 GT; 568 kapal setelah diukur ulang ternyata berukuran di atas 30 GT dan 161 kapal belum diverifikasi.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengapresiasi inisiatif pemerintah mempercepat penggantian cantrang untuk tata kelola perikanan berkelanjutan. Problem yang harus diantisipasi dalam penggantian alat tangkap adalah mekanisme pembiayaan dan pembayaran kredit dari kapal-kapal ukuran besar. ”Perlu dipikirkan bagaimana skema pembiayaan dan pengembalian kredit, khususnya kapal nelayan ukuran besar yang melaut hingga berbulan-bulan,” katanya. (DIT/LKT)