Menjaga Arus Kas, Menjaga Keluarga ataupun Perusahaan
Arus kas, yakni aliran dana pada keuangan keluarga ataupun perusahaan, dapat diibaratkan sebagai aliran darah pada tubuh. Tanpa darah, mustahil tubuh dapat bertahan. Demikian pula dengan keuangan keluarga ataupun perusahaan.
Pada umumnya, aliran dana yang masuk ke dompet kita berasal dari pekerjaan. Dengan bekerja, apa pun pekerjaan itu, ada uang yang dihasilkan. Dengan uang itulah kita memenuhi kebutuhan keluarga.
Sayangnya, banyak juga keluarga yang mengalami arus kas negatif. Artinya, uang masuk lebih kecil daripada uang keluar. Pepatah mengatakan, besar pasak daripada tiang. Pendapatan Rp 10 juta, tetapi pengeluaran Rp 12 juta.
Jangan terkejut dengan fakta ini karena begitulah adanya. Kenapa arus kas dapat negatif? Biasanya terjadi karena gaya hidup yang melebihi kemampuan.
Kenapa arus kas dapat negatif? Biasanya terjadi karena gaya hidup yang melebihi kemampuan.
Baru mampu naik angkot, tetapi gaya hidup sudah memaksa kita mencicil mobil. Baru mampu membeli tas kain, tetapi memaksakan diri membeli tas bermerek dengan harga jutaan rupiah demi mendapatkan impresi orang lain.
Lama-kelamaan, sikap hidup seperti ini tidak hanya menyulitkan keuangan keluarga, tetapi juga keuangan negara. Mengapa? Karena mengikuti gaya hidup yang tidak sesuai pendapatan memperbesar peluang seseorang memperkaya diri sendiri dengan cara tidak halal, apalagi jika orang itu memiliki kekuasaan.
Sebaliknya, kebiasaan menjalani gaya hidup di bawah pendapatan akan membuat arus kas menjadi positif. Misalnya, pendapatan Rp 10 juta, tetapi pengeluaran Rp 9 juta. Jadi, masih ada sisa Rp 1 juta dari penghasilan yang sangat berguna.
Bayangkan, jika uang Rp 1 juta dibelikan reksa dana saham dengan imbal hasil sebesar 12,5 persen per tahun. Dalam 25 tahun, dana itu akan berlipat menjadi Rp 2 miliar.
Uang sebesar itu tentunya dapat digunakan untuk persiapan hari tua kelak. Apalagi, ketika seseorang tidak lagi dapat bekerja dengan produktif.
Yang terkadang jarang disadari, ada banyak manfaat jika keluarga kita memiliki arus kas positif. Pertama, tidak pusing berutang. Dengan arus kas negatif, sebelum gajian, uang pasti sudah habis. Solusinya antara lain berutang.
Jika arus kas terus-menerus negatif, utang pun semakin menumpuk. Apalagi, utang tanpa agunan atau utang kartu kredit biasanya mudah didapatkan, tetapi beban bunganya tinggi.
Arus kas negatif juga menutup kesempatan kita mengembangkan aset. Ketika arus kas negatif, jangankan membeli aset atau menabung, kebutuhan sehari-hari saja tidak tercukupi. Tanpa arus kas positif, tidak banyak yang dapat kita lakukan selain berutang.
Sebaliknya, dengan memiliki arus kas positif, pikiran kita lebih tenang. Sisa pendapatan dapat untuk membentuk dana darurat yang berguna jika terjadi kebutuhan mendadak.
Sesudah memiliki dana darurat, dengan arus kas positif kita juga dapat mulai memikirkan proteksi dengan membeli asuransi. Setelah itu, baru kita dapat berinvestasi.
Dana investasi hanya akan dapat tercipta dengan arus kas positif. Jika membeli aset, kelak kita akan memperoleh pendapatan dari investasi tersebut. Misalnya begini, setelah mencukupi kebutuhan sehari-hari, sudah memiliki dana darurat dan asuransi, kita lalu membeli rumah kedua.
Rumah tersebut disewakan sehingga kita mendapatkan penghasilan dari sewa tersebut. Jadi sumber penghasilan kita ada dua, dari penghasilan aktif dengan bekerja dan dari penghasilan pasif, yaitu dari penyewaan rumah.
Contoh aset lainnya yang dapat memberikan penghasilan adalah saham. Ada dua keuntungan yang didapatkan dari saham, selisih nilai jual beli atau dari dividen.
Setiap tahun, jika untung, emiten-emiten membagikan sebagian labanya kepada para pemegang saham. Penghasilan pun mengalir dari sini. Membuka bisnis seperti laundry rumahan jika banyak pelanggan pun dapat memberikan arus kas sehingga menambah penghasilan.
Arus kas negatif lebih banyak mudarat daripada manfaatnya. Aset keluarga tidak berkembang bahkan kita berisiko terlilit utang. Sebaliknya, arus kas positif memungkinkan kita mengembangkan aset keluarga.
Menjadi positif
Mengubah arus kas negatif menjadi arus kas positif tidak mudah. Diperlukan komitmen dan kesadaran yang kuat. Langkah pertama adalah mengecek apakah arus kas keluarga kita positif atau negatif. Buatlah daftar penghasilan, baik penghasilan dari suami maupun istri, termasuk penghasilan tambahan jika ada.
Setelah itu, buat daftar pengeluaran, misalnya pengeluaran rutin, seperti biaya cicilan rumah, motor, mobil, transportasi, biaya makan di rumah, biaya sekolah anak, dan biaya iuran RT/RW.
Dari dua daftar tersebut, cari selisihnya. Jika selisihnya positif, itu berarti arus kas kita positif. Sebaliknya, jika selisihnya negatif, itu berarti arus kas kita pun negatif.
Ada beberapa cara untuk dapat membuat arus kas menjadi positif. Dari daftar pengeluaran, pilih lagi mana pengeluaran yang benar-benar diperlukan. Misalnya, ada pengeluaran Rp 1 juta per bulan untuk membayar keanggotaan klub kebugaran. Sungguhkah kita harus mengeluarkan uang sebanyak itu? Berapa kali dalam satu bulan kita pergi ke klub kebugaran?
Apakah untuk mendapatkan badan bugar harus ikut klub atau dapat hanya berjalan kaki di taman kota dekat rumah? Apabila memungkinkan, hilangkan pengeluaran itu.
Contoh lain adalah membeli kopi setiap hari di gerai kopi internasional. Jika satu cangkir kopi Rp 50.000, dalam 26 hari kerja diperlukan dana Rp 1,3 juta.
Dapatkah hanya membeli kopi satu kali dalam seminggu? Dapatkah Anda meracik sendiri kopi di pantri kantor? Dengan mengurangi beberapa pos pengeluaran, arus kas kita dapat menjadi positif.
Cara lain adalah mencari pendapatan tambahan. Jika pengeluaran sulit ditekan lagi, mencari pekerjaan tambahan adalah solusinya. Atau bahkan mencari pekerjaan baru. Seorang karyawan dapat menjual kue, mengajar, menyanyi, atau menjadi pembawa acara sesuai bakat dan kemampuannya.
Setelah melakukan penyesuaian pada sisi pengeluaran, atau pada sisi pendapatan, arus kas dapat menjadi positif. Bermodal arus kas positif itu, banyak sekali yang dapat kita tata.
Selain dana darurat, perlindungan, dengan investasi kita pun dapat menyusun hari depan. Misalnya, menyisihkan dana investasi setiap bulan untuk persiapan pensiun, mempersiapkan uang sekolah anak.
Masa depan keuangan keluarga pun lebih tertata dengan baik. Semua itu dimulai dari arus kas positif. Yuk, jadikan arus kas keluarga kita menjadi positif.