SLEMAN, KOMPAS - Semua elemen bangsa diharapkan bisa belajar dari perjuangan Presiden Keempat RI, Abdurrahman Wahid, yang konsisten memperjuangkan penghargaan terhadap keberagaman masyarakat Indonesia. Semasa hidupnya, Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur juga selalu konsisten untuk memperjuangkan kelompok minoritas dan mereka yang terpinggirkan.
"Pluralisme itu adalah keniscayaan sehingga kita harus saling menghargai. Itulah pikiran yang banyak diperjuangkan Gus Dur," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mohammad Mahfud MD, saat menyampaikan orasi dalam acara Ziarah Budaya Sewindu Haul Gus Dur dengan tema "Menjadi Gus Dur, Menjadi Indonesia", Senin (5/2) malam, di Auditorium Universitas Sanata Dharma, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Acara yang dilaksanakan untuk memperingati 8 tahun wafatnya Gus Dur itu dihadiri sejumlah tokoh, antara lain istri mendiang Abdurrahman Wahid, Ny Shinta Nuriyah, Uskup Agung Semarang Mgr Robertus Rubiyatmoko, anggota Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu Hemas, dan penyanyi Glenn Fredly.
Pluralisme itu adalah keniscayaan sehingga kita harus saling menghargai. Itulah pikiran yang banyak diperjuangkan Gus Dur
Mahfud mengatakan, Gus Dur selalu memperjuangkan agar semua pihak selalu menghargai perbedaan. Hal ini karena perbedaan di antara manusia merupakan fitrah yang telah ditetapkan oleh Tuhan. "Gus Dur selalu mengatakan, perbedaan merupakan fitrah ciptaan Tuhan yang tidak bisa dihindari. Oleh karena itu kita harus menghargai dan menerima perbedaan ," ujarnya.
Mahfud menambahkan, Gus Dur juga selalu menekankan bahwa ajaran Islam tidak bertentangan dengan paham keindonesiaan. Oleh karena itu, ajaran agama tidak perlu dipertentangkan dengan paham kebangsaan. "Gus Dur merupakan tokoh Islam yang sekaligus tokoh bangsa," tuturnya.
Rektor Universitas Sanata Dharma, Johanes Eka Priyatma, mengatakan, Gus Dur merupakan sosok pejuang keadilan yang konsisten memperjuangkan kelompok-kelompok minoritas, lemah, dan terpinggirkan. Johanes menambahkan, Gus Dur juga merupakan sosok yang selalu merangkul semua golongan dan membela mereka yang melemah.
"Gus Dur adalah juga bapak keberagaman. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika sungguh menjadi kata suci bagi Gus Dur demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujar Johanes.
Ketua Panitia Peringatan Sewindu Haul Gus Dur, Fakhrur Rifai, menjelaskan, acara tersebut bertujuan untuk merawat dan menyebarluaskan nilai-nilai yang selama ini diperjuangkan oleh Gus Dur. Sesuai dengan semangat perjuangan Gus Dur, acara tersebut juga melibatkan berbagai kelompok yang berasal dari beragam latar belakang agama dan suku.
"Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh Gus Dur tentang kemanusiaan dan keadilan itulah yang ingin kita lanjutkan dan kita sampaikan melalui acara ini," ungkap Rifai.
Selain diisi orasi budaya dan testimoni sejumlah tokoh, acara Ziarah Budaya Sewindu Haul Gus Dur menampilkan kesenian dari beragam daerah, misalnya kesenian Barongsai yang berasal dari budaya Tionghoa, tarian Papua, serta Tari Barong yang berasal dari Blora, Jawa Tengah. Selain itu, juga ada doa bersama lintas iman dan penampilan dari Glenn Fredly.
"Acara ini merupakan puncak dari rangkaian acara peringatan Sewindu Haul Gus Dur yang kami gelar sejak 4 Januari sampai 5 Februari. Dalam penyelenggaraan acara ini, kami melibatkan kurang lebih 60 organisasi dan komunitas," ujar Rifai.