Sudah lima orang tewas dan empat orang lainnya belum ditemukan dalam musibah longsor di Bogor, Jawa Barat. Jalan utama di kawasan wisata Puncak dari Gunung Mas ke Ciloto pun ditutup hingga 10 hari ke depan.
BOGOR, KOMPAS — Longsor setelah hujan lebat pada Minggu (4/2) malam menjadi peringatan yang kesekian kali bahwa bahaya longsor senantiasa mengintai siapa pun yang tinggal, berkunjung, atau sekadar melintas di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat. Namun, hingga saat bencana yang merenggut nyawa itu terjadi, belum muncul tindakan tegas oleh pemerintah ataupun warga untuk memutuskan revitalisasi Puncak.
Dang Aripin (51), salah seorang warga yang menyewakan tempat berjualan di Kecamatan Cisarua, Puncak, Selasa, mengatakan, dirinya belum memikirkan langkah antisipatif untuk menghadapi kemungkinan longsor lanjutan setelah bencana itu terjadi Senin (5/2). Sehari sebelumnya, warung yang disewakannya di Puncak, yang berdekatan dengan Masjid Atta’awun itu diterjang longsor. Pengelola warung, Lilis (45), ditemukan meninggal. ”Enggak waswas, biasa saja,” kata Aripin.
Warga lainnya, Erik (22), yang sejak usia 10 tahun berjualan di kawasan yang sama, mengutarakan hal serupa. Menurut Erik, sekalipun cenderung khawatir, dirinya bisa menerima kondisi wilayah yang rentan dengan longsor yang berulang hampir setiap tahun itu.
Masyarakat yang biasa beraktivitas di jalur Puncak sudah terbiasa dengan kejadian tanah longsor dari bukit. Namun, longsor yang terjadi pada Senin lalu tergolong paling parah karena menimbulkan korban jiwa.
Kemarin, longsoran juga terjadi di jalur Puncak area dekat Widuri. Area yang longsor setinggi 6 meter.
Setelah itu, longsor di daerah Pinus, Gunung Mas. Tebing-tebing di sana memang curam. Pohon-pohon tumbuh di tebing yang lebih tinggi, tetapi tumbuh miring. Di sana, para pekerja menyusun karung-karung berisi tanah untuk mempersempit lebar jalan yang bisa dilalui mengingat tepi jalan yang longsor membahayakan pengendara.
Longsor di daerah Riung Gunung lebih parah dari titik-titik sebelumnya. Material yang jatuh lebih banyak. Di sana, tim SAR gabungan dibantu anjing pelacak mencari orang-orang yang diduga korban longsor. Anjing pelacak sudah mendeteksi salah satu titik lokasi orang yang diduga korban tertimbun. Namun, hingga sore, tim belum menemukan korban di lokasi itu.
Longsor di daerah Riung Gunung lebih parah dari titik-titik sebelumnya. Material yang jatuh lebih banyak.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, tim SAR gabungan menemukan jasad satu korban lagi yang tertimbun longsoran di Cijeruk, Kabupaten Bogor.
”Jumlah yang meninggal akibat longsor di Kabupaten Bogor saat ini lima orang,” ujarnya.
Korban jiwa terakhir yang ditemukan tim SAR adalah Alan Maulana Yusuf (17). Sebelumnya, sekitar pukul 10.30, kemarin, tim sudah menemukan tiga jasad korban longsor di Cijeruk, yaitu Nani (34), Aurel (1,5), dan Aldi (9). Satu korban yang belum ditemukan di sana adalah Adit (11). Sementara itu, pada Senin, tim SAR menemukan satu jasad korban longsor di titik sekitar Masjid Atta’awun, yang masuk jalur Puncak.
Selain satu korban yang belum ditemukan di Cijeruk, tim juga masih mencari tiga orang lain di titik longsor di Riung Gunung, Cisarua, Puncak. Total empat orang masih dinyatakan hilang.
Banyak pemicu
Imam Santosa yang mewakili tim tanggap darurat Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan, tanah longsor di kawasan Puncak terjadi menyusul sejumlah kondisi. Setiap lapisan pelapukan tanah dari material gunung api, kemiringan lereng curam di atas 45 derajat, dan curah hujan relatif tinggi.
Imam juga mengatakan, sebagian kawasan yang ditanami teh juga cenderung memicu longsoran tanah. Pasalnya, akar pohon teh tidak terlalu menghunjam ke dalam tanah.
Sebagian kawasan yang ditanami teh juga cenderung memicu longsoran tanah. Akar pohon teh tidak terlalu menghunjam ke dalam tanah.
Lebih jauh, Kepala Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah Institut Pertanian Bogor Ernan Rustiadi mengatakan, degradasi lingkungan menyusul berkurangnya daerah resapan air dan ruang terbuka hijau terjadi sangat tinggi pada periode 1990-2012 dan cenderung meningkat hingga kini. Secara statistik, curah hujan rata-rata dalam periode itu tidak berubah secara signifikan.
Dengan semua kondisi itu, longsor kali ini di Puncak pun diyakini bukan yang terakhir.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, yang mengunjungi sejumlah titik longsor pada Selasa menyatakan, saat ini kewenangan penataan ruang di Puncak terkait Jabodetabekpunjur ada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
”Gegeran (ribut) saja, enggak berpengaruh apa-apa. Butuh ketegasan, karena kalau enggak, bangunan baru muncul terus,” kata Basuki.