Butuh Penanggulangan Terpadu dari Hulu hingga Hilir
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya penanggulangan banjir melalui penataan jaringan tata air dari hulu hingga hilir Sungai Ciliwung harus dilakukan secara terpadu. Hal ini bertujuan agar pengendalian debit air yang mengalir ke Jakarta bisa optimal.
Beberapa langkah yang saat ini ditempuh oleh pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) ialah pembangunan bendungan di bagian hulu, pembangunan sudetan atau pelurusan sungai, normalisasi bantaran sungai, pembuatan waduk, dan pembangunan tanggul laut.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Jarot Widyoko menyampaikan, penyebab utama banjir saat ini adalah adanya kiriman air yang deras dari bagian hulu sungai dari daerah Bogor ataupun Depok. Selain itu, banjir dapat juga disebabkan intensitas hujan yang tinggi dan terjadinya rob dari arah laut.
”Untuk itu, melalui upaya terpadu dari hulu hingga hilir aliran sungai diharapkan dapat mereduksi serta mengendalikan banjir yang terjadi,” ujar Jarot saat ditemui di Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Jakarta Timur, Selasa (6/2).
Terkait pembangunan bendungan, lanjut Jarot, sudah ada dua lokasi yang sedang dikerjakan, yaitu Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi. Bendungan ini akan menahan aliran permukaan dari daerah hulu Gunung Gede dan Gunung Pangrango yang mengalir ke Sungai Ciliwung melalui terowongan secara konstan dengan debit tertentu.
”Bendungan Ciawi diharapkan bisa mereduksi puncak banjir hingga 30 persen, sedangkan Bendungan Sukamahi mereduksi puncak banjir sekitar 20 persen. Menurut rencana, kedua bendungan ini akan selesai pada 2019,” kata Jarot.
Kemudian, lanjut Jarot, upaya lain melalui pembangunan sudetan atau pelurusan sungai. Sudetan ini akan digunakan sebagai pengendalian banjir dari Sungai Ciliwung ke kanal banjir timur (KBT). Proyek yang memiliki panjang terowongan sekitar 1,2 kilometer ini bermanfaat untuk mengalirkan sebagian banjir Sungai Ciliwung sebesar 60 meter kubik per detik. Saat ini, baru 50 persen pembangunan yang diselesaikan.
Selanjutnya, upaya penanggulangan banjir yang dilakukan adalah pembangunan waduk dan tanggul laut. Saat ini sudah ada beberapa waduk yang mulai digunakan, seperti Waduk Pluit, Waduk Setiabudi, dan Waduk Melati. Sementara tahun ini sudah dibangun sepanjang 7,5 kilometer tanggul laut. ”Pembangunan tanggul laut yang berjalan dari 2016 saat ini sudah 80 persen yang dibangun,” ucap Jarot.
Normalisasi sungai
Selain itu, normalisasi sungai di DKI Jakarta juga sangat berpengaruh dalam mereduksi banjir yang terjadi akibat luapan air sungai. Saat ini dari 35 kilometer panjang tanggul yang harus dikerjakan, baru 16 kilometer yang dinormalisasi.
Jarot mengatakan, masalah pembebasan lahan menjadi kendala yang dihadapi dari upaya nomalisasi ini. Program normalisasi ini sudah direncanakan sejak 2013 saat dipimpin Gubernur DKI Jokowi. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas tampung alir dari 200 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik.
Kementerian PUPR baru bisa langsung menormalisasi sungai di Jakarta jika sudah ada lahan yang dibebaskan. Masih ada warga yang belum bersedia melepaskan lahan meski akan diberi ganti rugi.
Pembebasan lahan ini mengikuti pembangunan infrastruktur yang dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. Setelah pembebasan lahan dilakukan, langsung diikuti pembangunan di lahan yang dibebaskan. Hal ini ditempuh karena beberapa lahan yang sudah dibebaskan, tetapi tidak segera dibangun, malah kembali digunakan.
”Peran dan dukungan Pemerintah DKI Jakarta sangat dibutuhkan untuk mencapai upaya normalisasi sungai secara keseluruhan. Masyarakat juga diharapkan bisa lebih sadar,” ujar Jarot.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke pengungsi banjir di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa, menyampaikan, pihaknya saat ini masih berfokus pada penanganan bencana banjir yang sedang terjadi. ”Itu (normalisasi) nanti. Sesudah membereskan semua ini (banjir) baru ngomongin itu (normalisasi),” katanya.
Lurah Bukit Duri Mardi Youce mengatakan, upaya normalisasi sangat signifikan menurunkan ketinggian banjir di wilayahnya. Kelurahan Bukit Duri, Jakarta Timur, merupakan salah satu wilayah yang daerah bantaran sungainya telah dinormalisasi sekitar 2,5 kilometer.
”Tahun 2007, ketinggian banjir bisa sampai empat meter. Sementara sekarang, setelah dinormalisasi, di tempat yang sama tinggi air hanya sekitar 30 sentimeter,” ujarnya.
Jarot menambahkan, jika pemerintah daerah tidak segera tegas melakukan pembebasan lahan di daerah normalisasi, masalah luapan air sungai tidak akan dapat dikendalikan. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, lebar Sungai Ciliwung atau galian sungai seharusnya berkisar 35-50 meter. (DD04)