SURABAYA, KOMPAS — Penyerapan garam petani terganggu akibat masuknya garam impor. Saat stok garam petani belum sepenuhnya terserap pasar, garam impor justru mulai masuk pasar. Harga garam petani turun dan stok garam terancam tidak terserap pasar.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam Jawa Timur Muhammad Hasan, Rabu (7/2) di Surabaya, mengatakan, mulai masuknya garam impor ke Jatim membuat kondisi psikologis pasar garam berpengaruh. Masuknya garam impor tersebut membuat persediaan garam meningkat sehingga harga garam petani merosot.
Saat ini, harga garam petani berada di kisaran Rp 1.800-Rp 2.000 per kilogram (kg). Padahal, awal tahun 2017 harganya masih berada di kisaran Rp 2.500-Rp 2.700 per kg. Penurunan harga tersebut terjadi sejak masuknya garam impor pada akhir Januari.
”Penyerapan garam rakyat menjadi terganggu, padahal masih ada 30 persen garam petani produksi 2017 yang belum terserap. Jumlahnya akan terus bertambah karena sampai saat ini produksi di tambak garam masih ada,” katanya.
Pemerintah, menurut dia, seharusnya baru melakukan impor saat garam petani sudah habis. Jika garam impor masuk saat ini, dikhawatirkan mengganggu penyerapan, sekaligus tidak bisa mengendalikan harga.
Tahun ini, pemerintah menerbitkan izin impor garam sebanyak 3,7 juta ton. Garam impor tersebut mulai masuk di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada akhir Januari. Adapun importir garam tersebut dilakukan oleh perusahaan swasta, bukan PT Garam.
”Impor garam seharusnya dilakukan PT Garam. Jumlahnya pun tidak sesuai kebutuhan pasar karena Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya memberikan rekomendasi impor 2,1 juta ton,” ujar Hasan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016, impor dilakukan oleh perusahaan badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pergaraman dan izin diberikan Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jatim Heru Tjahjono terkejut dengan keputusan pemerintah pusat mengimpor garam yang salah satunya untuk kebutuhan industri provinsi tersebut. Impor bisa ditunda sebab produksi garam Jatim diklaim berlebih atau surplus.
Heru mengungkapkan, produksi garam Jatim tahun lalu sebesar 436.929 ton. Jumlah itu 3,5 kali lipat dari produksi 2016 sebesar 123.873 ton. Memang produksi masih jauh dibandingkan dengan capaian 2015, yakni 1.603.909 ton.
Garam yang diproduksi tahun lalu disalurkan untuk industri sebanyak 43.700 ton. Untuk konsumsi rakyat sebesar 327.300 ton. Selain itu, garam juga dijual di luar provinsi sebesar 20.000 ton. Dengan demikian, masih ada sisa lebih kurang 46.000 ton untuk persediaan.
Produksi garam tahun lalu tetap lebih tinggi meski luasan tambak hanya 8.363 hektar dibandingkan dua tahun sebelumnya seluas 11.000 hektar. Pada 2016, panen garam banyak gagal karena cuaca.
”Untuk itu, kami bingung mengapa kebijakan impor garam tetap diambil. Apakah garam produksi di sini telah habis atau bagaimana,” ujar Heru.
Tahun ini, DKP Jatim mendorong produksi garam mencapai 700.000 ton. Selain mengupayakan penambahan luas tambak, petani didorong menerapkan teknologi penggaraman dengan geomembran. DKP menyiapkan 40 paket geomembran untuk kelompok masyarakat dan 8 paket rumah garam.
Kebingungan tentang impor garam belum terjawab, DPRD Jatim mengklaim menemukan indikasi kejanggalan garam impor yang telah masuk melalui Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Ketua Komisi B DPRD Jatim Achmad Firdaus mengatakan, indikasi kejanggalan didapat saat kalangan legislator dan petani garam menginspeksi gudang importir berinisial MTP di Gresik, Senin (5/2).
”Kami curiga, di gudang itu ada garam milik petani garam dari Pulau Madura,” ujar Achmad.
Kecurigaan berasal dari perbedaan karakter garam di gudang. Bisa diduga akan terjadi pengoplosan garam sehingga komoditas itu tidak hanya untuk industri, tetapi juga untuk dilepas ke pasar. Mereka menemukan garam putih halus dalam zak karung milik perusahaan berinisial GAR yang berbeda identitasnya dengan importir.