Anggaran Pembebasan Lahan Disiapkan Rp 1,3 Triliun
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah DKI Jakarta tahun 2018 telah menganggarakan Rp 1,3 triliun untuk biaya pembebasan lahan. Upaya ini untuk mendukung program penataan bantaran atau normalisasi sungai. Diharapkan, pemerintah dapat berkomitmen untuk melanjutkan program penataan ini agar mencapai sasaran.
Tiga sungai yang masuk dalam target normalisasi pada 2018 adalah Ciliwung, Pesanggrahan, dan Sunter. Masalah pembebasan lahan dinilai menjadi kendala utama dalam pelaksanaan normalisasi sungai di DKI Jakarta. Meski begitu, penataan lahan bantaran sungai diharapkan tetap dilanjutkan karena program ini termasuk program strategis nasional untuk pencegahan banjir di Jakarta.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan, saat ditemui di Jakarta, Rabu (7/2), memastikan, program normalisasi akan dilanjutkan tahun ini. Masalah pembebasan lahan diharapkan tidak menjadi hambatan agar program strategis ini bisa mencapai sasaran hingga 2019.
”Soal (normalisasi) Kali Ciliwung itu program strategis nasional yang pelaksanannya mulai dijalankan pada 2013. Saat ini, progres di lapangan sudah 60 persen,” ujarnya.
Teguh mengatakan, pembebasan lahan ini mengikuti pembangunan infrastruktur yang direncanakan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). Untuk itu, pembangunan normalisasi baru bisa dilakukan pada lahan yang sudah dibebaskan.
Saat ini, lanjut Teguh, sejumlah lokasi yang sudah siap dibayarkan antara lain bantaran sungai di kawasan Gang Arus, Cawang; Kramatjati, dan Manggarai. Sementara lokasi lain yang belum dibebaskan terkendala adanya klaim hak ahli waris ataupun adanya gugatan hukum atas relokasi seperti di daerah Bidara Cina, Jatinegara.
Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mempersiapkan relokasi rumah susun untuk warga yang terdampak normalisasi. ”Masalahnya, sebagian warga baru mau direlokasi ke rumah susun yang tidak jauh dari lokasi tinggalnya saat ini,” katanya.
Camat Kramatjati Eka Darmawan menyampaikan, pihaknya sudah melakukan pencatatan terhadap lahan yang sudah siap mendapatkan biaya ganti rugi lahan. Terdapat 110 kepala keluarga dari tiga rukun warga (RW), yaitu RW 001 dan 002 di Jalan Arus serta RW 012 di Jalan Usaha, Kelurahan Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur. ”Pembayaran akan diberikan sekitar bulan April 2018 ini dengan ganti rugi 2 kali NJOP (nilai jual Obyek pajak) atau sekitar Rp 5 juta per meter,” ujarnya.
Menurut dia, normalisasi bantaran sungai merupakan cara yang paling efektif untuk menangani dampak banjir dari luapan Sungai Ciliwung. ”Prioritas tahun ini yang akan dinormalisasi mulai dari bantaran kali di kawasan Kramatjati, Balai Kambang, Cililitan, hingga Cawang,” kata Eka.
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane Jarot Widyoko menyampaikan, program normalisasi Sungai Ciliwung merupakan salah satu bagian dari rancangan besar pemerintah pusat untuk menangani masalah banjir di Jakarta.
Saat ini dari 35 kilometer (kanan-kiri sungai) panjang tanggul yang harus dikerjakan, baru 16 kilometer yang dinormalisasi. Jarot pun mengatakan, masalah pembebasan lahan menjadi kendala utama yang dihadapi.
Program normalisasi ini mulai dijalankan sejak 2013 saat masa pimpinan Gubernur DKI Joko Widodo. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas tampung alir dari 200 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik. Upaya ini termasuk untuk mengembalikan luas Sungai Ciliwung sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dengan lebar atau galian sungai yang seharusnya berkisar 35-50 meter.
Salah satu lokasi yang terdampak normalisasi ini adalah kawasan Bukit Duri, Jakarta Timur. Lurah Bukit Duri Mardi Youce mengatakan, upaya normalisasi sangat berpengaruh menurunkan ketinggian banjir di wilayahnya.
Kelurahan Bukit Duri merupakan salah satu wilayah yang daerah bantaran sungainya telah dinormalisasi sekitar 2,5 kilometer pada tahun 2017. ”Tahun 2007, ketinggian banjir di SMAN 8 bisa sampai empat meter. Sementara sekarang, setelah dinormalisasi, hanya sekitar 30 sentimeter,” ujarnya.
Program lain
Selain normalisasi, ujar Teguh, pemerintah daerah juga melakukan program lain, seperti pengerukan, pengurasan, serta perbaikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Sejak dua tahun terakhir, pembangunan waduk dan situ masih berjalan. Upaya ini untuk mengurangi debit air yang masuk ke sungai.
”Yang jelas dari hasil kejadian (banjir) saat ini, kami akan melakukan evaluasi, monitoring, dan melakukan pemeriksaan fisik terutama soal kebocoran di Sungai Ciliwung. Saat ini, kami sedang memetakan lokasi yang terdampak banjir agar jika ada bencana (banjir) dampaknya bisa lebih diminimalisir,” kata Teguh.
Berdasarkan pantauan di Jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur, hingga Rabu (7/2) pukul 15.00 genangan sudah mulai menyusut. Dari tiga RT di RW 002 yang paling terdampak, yaitu RT 010, 011, dan 012, genangan hanya terlihat di RT 012. Ketinggian genangan saat itu sekitar 50 cm. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Sungai Ciliwung.
Mina (36), warga RT 012 RW 002, Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Jakarta Timur, mengatakan, Senin kemarin, air bisa mencapai ketinggian empat meter. ”Jam delapan pagi air baru sekitar mata kaki, jam tiga sore sudah sampai sedada saya (sekitar 70 sentimeter),” katanya.
Kembali ke rumah
Sore tadi, beberapa warga Jalan Arus sudah mulai kembali ke rumah masing-masing untuk membersihkan sisa lumpur yang mengendap. Di wilayah RT 008 dan RT 010, ketinggian lumpur kira-kira 30 sentimeter.
Menurut rencana, jika air sudah surut, pihak kecamatan setempat akan melakukan penyemprotan dan pembersihan dengan karbol di setiap rumah warga yang terdampak banjir. ”Nanti kami akan dibantu oleh pihak pemadam kebakaran untuk penyemprotan lumpur yang mengendap,” ujar Eka. (DD04)