Asa Damai Saat Para Pemimpin yang Berseteru Berkumpul
PYEONGCHANG, JUMAT — Sekitar 26 pemimpin dunia dan petinggi negara asing menghadiri Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.
Enam belas orang di antaranya sudah tiba untuk menghadiri acara pembukaan pada Jumat (9/2) malam waktu setempat. Sisanya diperkirakan bakal hadir pada saat penutupan Olimpiade, Minggu (25/2).
Kembang api bertaburan menerangi langit gelap di tengah suhu dingin di Stadion Olimpiade Pyeongchang, tempat para pemimpin dunia yang sedang berseteru bisa berkumpul dalam satu suasana gembira pesta olahraga.
Sorak-sorai ratusan pemandu Korea Utara (Korut) bergemuruh ketika Presiden Korsel Moon Jae-in berjabat jabat dengan Kim Yong Nam, Ketua Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korut yang disegani dan Kim Yo Jong, perempuan adik kandung pemimpin Korut, Kim Jong Un.
Presiden Moon, tuan rumah Olimpiade Musim Dingin ke-23 ini, semringah dan sesekali tersenyum lebar menyapa para hadirin meski sempat bingung mengatur tempat duduk bagi para tamu istimewa (VIP) dari negara-negara lain.
Setelah bertahun-tahun bersitegang dengan Korut, kini Korsel harus menjamu tim dari Utara itu. Tamu VIP dari negara sekutu, yang menjadi musuh Korut, pun hadir.
Posisi duduk para tamu VIP yang sedang terlibat perseteruan sempat memusingkan Presiden Moon hingga beberapa jam acara pembukaan. Namun, akhirnya mereka bisa duduk dalam jarak dekat meski tidak terlihat bersalaman.
Moon dan Ketua Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach menempati kursi paling sentral dan dikelilingi para kepala negara atau pemerintahan asing atau petinggi nonpemerintah lainnya.
Beberapa pemimpin dunia yang hadir adalah Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, Presiden Polandia Andrzej Duda, Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, anggota Politbiro Partai Komunis China Han Zheng, Presiden Slovenia Borut Pahor, Raja Carl XVI Gustav, dan Ratu Silvia dari Swedia.
Untuk kepala negara atau pemerintahan, pejabat tinggi pemerintah atau non-pemerintah dari negara-negara yang sedang berseteru diputuskan tidak duduk bersampingan.
Namun, mereka tetap terlihat duduk dalam jarak dekat meski berbeda deretan atau baris.
Bagi pemerintahan Moon, mengatur posisi duduk para pemimpin dari negara-negara yang berseteru itu rupanya tidak semudah yang dipikirkan dan bahkan ruwet.
Tamu VIP yang diatur untuk tidak duduk berdekatan adalah dari Jepang dan Amerika Serikat (AS) agar tidak duduk bersampingan dengan petinggi Korut. Mereka berseteru karena program nuklir dan rudal balistik Pyongyang.
Korut mengutus Kim Yong Nam, kepala negara yang jabatannya seremonial saja, untuk menghadiri pembukaan olimpiade. Dia juga Ketua Presidium Majelis Rakyat Tertinggi Korut yang disegani.
Yong Nam didampingi salah satu pengurus politbiro Partai Pekerja Korut, yakni Kim Yo Jong, perempuan adik kandung pemimpin Korut Kim Jong Un.
Kedua petinggi Pyongyang itu merupakan pejabat pertama Korut yang dikirim ke Korsel sejak Perang Korea 1950-1953 yang berakhir dengan sebuah gencatan senjata.
Tamu Moon lainnya adalah Wakil Presiden AS Mike Pence, yang pada Rabu (7/2) menjanjikan akan menjatuhkan sanksi baru lebih keras kepada Korut.
Apalagi Pence juga membawa serta ayah kandung Otto Warmbier, mahasiswa AS yang meninggal tahun lalu setelah dipenjara rezim Korut selama 17 bulan.
”Seberapa dekat seharusnya pejabat atau warga Korut dan AS duduk, ketika Washington secara terbuka mau menjatuhkan sanksi dan tekanan baru atas Korut?” kata pejabat Korsel tersebut.
Berbicara di Tokyo, Jepang, dalam perjalanan ke Korsel, Pence dengan tegas mengatakan, Washington akan menerapkan sanksi baru lebih keras agar Pyongyang lekas meninggalkan program nuklir dan misilnya.
Bahkan Pence menyebut pemerintahan pemimpin muda Korut Kim Jong Un sebagai ”rezim dan tiran paling menindas”.
Pence juga akan menghadiri peringatan insiden tewasnya 46 pelaut Korsel pada 2010 setelah kapal perang mereka tenggelam akibat ditembaki torpedo Korut.
Menurut Seoul, Pence ingin menjaga jarak dengan Kim Yong Nam dan Kim Yo Jong. Adik Jong Un telah masuk dalam daftar hitam Departemen Keuangan AS karena dugaan pelanggaran HAM.
Tamu VIP lainnya adalah Shinzo Abe, Perdana Menteri Jepang, negara juga yang bersitegang dengan Korut karena program nuklir dan rudal.
Abe ketika bertemu dengan Pence pada Rabu lalu sepakat untuk ”tidak mau menerima” Korut karena negara itu memiliki senjata nuklir.
Jepang secara historis juga sering bersitegang dengan Korsel dan China karena kasus Yasukuni atau Jasukuni Jinja (kuil bangsa damai), sebuah kuil Shinto di Chiyoda, Tokyo.
Bagi Jepang, Kuil Yasukuni adalah tempat persemayaman 2,4 juta pahlawan perang. Namun, karena para tentara itu yang diterjunkan ke China dan Korsel semasa Perang Dunia II, oleh Beijing dan Seoul dicap sebagi penjahat. Termasuk, 14 tokoh yang ditetapkan sebagai penjahat perang Kelas A.
Jepang dan Korsel juga memiliki sengketa teritorial atas pulau-pulau di perairan antarkedua negara.
Agar tidak melukai perasaan Jepang pada saat olimpiade, pasangan skating Korsel memutuskan untuk mengganti lirik balada rakyat Korea yang akan menjadi pengiring gerakan mereka.
Korsel ingin menggunakan olimpiade kali ini merajut kembali hubungan baik dengan Korut dan mengupayakan pertemuan yang ramah antara Pyongyang dan Washington.
Namun, di sisi lainnya, Seoul juga ingin menghindari terjadinya konflik baru yang bisa saja terjadi karena ketersinggungan atau persoalan sepele lainnya di panggung upacara.
Masalah itu sempat membuat ”sakit kepala” pihak panitia dan pejabat di Korsel, kata seorang pejabat Korsel yang mengurusi kelancaran Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang.
Jika Pence bisa dipertemukan dengan Kim Yong Nam, dia akan menjadi pejabat AS paling senior yang bertemu dengan seorang pemimpin Korut sejak Presiden Bill Clinton bertemu Marsekal Muda Jo Myong Rok, utusan khusus Kim Jong Il, ayah Kim Jong Un, ke Gedung Putih pada Oktober 2000.
Di sisi lain, Presiden Moon dikabarkan akan diundang ke Pyongyang dalam beberapa bulan ke depan.
Diharapkan, Olimpiade Pyeongchang ini akan menjadi momen yang akan mempersatukan kembali kedua Korea dan menjadi awal terciptanya kembali perdamaian di Semenanjung Korea.
Diharapkan, keikutsertaan Korut akan mendorong perundingan langka antara musuh lama Korsel. Juga membuat Korut mengurungkan pengembangan lanjutan program nuklir dan rudalnya.
Lee Kang-rae, mantan pejabat yang bertanggung jawab atas protokol diplomatik di Korsel mengatakan, tetap ada risiko bahwa semua niat baik ini bisa menjadi bumerang.(AFP/AP/REUTERS)