GROBOGAN, KOMPAS — Sejumlah petani di Kabupaten Demak, Kendal, dan Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, mengatakan, panen raya padi tahun ini diwarnai dengan tertibnya para tengkulak dalam bertransaksi gabah kering panen. Mereka yang biasanya curang, main potong harga di kisaran Rp 300.000 sampai Rp 500.000, justru panen kali ini membayar sesuai kesepakatan harga.
Menurut Mahmudi (45), petani di Kaliwungu, Kabupaten Kendal, hasil panen padinya dibeli dengan harga Rp 5,2 juta oleh tengkulak asal Indramayu, Jawa Barat. Dengan harga sebesar itu, tanaman padinya yang hanya seluas seperempatan hektar, panen setelah umur padi 95 hari, memberi keuntungan hampir Rp 2 juta sekali panen.
”Kalau panen raya tahun lalu, dengan hasil panen sekitar 1,4 ton gabah kering panen, hasil sawah saya dibeli Rp 5 juta, tetapi kenyataannya saat pembayaran, saya hanya menerima Rp 4,5 juta saja. Ada pemotongan dengan alasan cuaca buruk sehingga gabah sulit dijemur, terlalu basah akan menurunkan kualitas berasnya,” ujar Mahmudi.
Bagi petani dengan lahan kecil, seperti Mahmudi, nilai keuntungan Rp 2 juta dari hasil panen sangat berarti sekali. Hal ini seperti dialami Ariyadi (50), petani di Kebonagung, Kabupaten Demak, yang juga panen padi di lahan seluas setengah hektar.
Dengan hasil panen kali ini sekitar 3,5 ton, lebih rendah dibandingkan panen musim tanam 1 tahun lalu yang bisa sampai 4 ton, tengkulak dari Cirebon, Jabar, membeli Rp 12 juta. ”Panen kali ini agak turun karena ada sedikit serangan hama wereng coklat. Untuk mengantisipasinya, saya sudah memberi semprotan pestisida. Untuk penanganan hama itu, terpaksa saya keluarkan tambahan dana sampai Rp 500.000,” ujar Ariyadi.
Ariyadi juga mengatakan, para tengkulak yang biasanya seenaknya menekan petani justru dalam panen raya kali ini tertib dalam membeli gabah langsung dari petani. Jika pembelian melalui sistim tebas, yakni padi dibeli ketika kurang dari 3-4 minggu sebelum panen, tengkulak biasanya melunasi dengan kontan. Apabila pembayaran mundur hingga setengah bulan, ada tambahan harga sebesar 15 persen.
Menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani Lanjar Mulai, Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Hardiono, harga bagi petani merupakan parameter yang tidak bisa dibohongi. Mungkin data luasan lahan yang panen bisa berubah-ubah dan sulit untuk dibandingkan dengan data yang ada, tetapi secara riil harga merupakan indikator mutlak untuk mengetahui keberhasilan panen petani.
Oleh karena itu, ketika tengkulak tertib dalam menawar harga, hal itu memang patut dipertanyakan. Apakah panen kali ini benar-benar panen raya atau sebaliknya, yang menjadi faktor tingginya harga gabah di pasaran. Sementara panen raya sudah memasuki awal minggu keempat ini. Kalau toh nanti harga gabah turun, diperkirakan baru terjadi akhir Februari saat panen raya makin meluas.