JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kereta api cepat lebih baik diperpanjang dari Jakarta-Bandung menjadi Jakarta-Yogyakarta. Pemanjangan jalur ini dinilai mampu meningkatkan efektivitas dan nilai tambah proyek ini.
Sebelumnya, proyek KA cepat dicanangkan oleh pemerintah dengan rute Jakarta-Bandung. Namun, proyek yang ditargetkan selesai pada 2019 ini molor sampai 2020. Faktor terbesar mundurnya target adalah masalah pembiayaan. China sebagai peminjam modal terbesar belum mencairkan uangnya.
Menurut ekonom Universitas Indonesia, Febrio Kacaribu, China sengaja menunda turunnya modal karena menginginkan perpanjangan rute proyek KA cepat.
”Investor berpikir ulang untuk jarak lebih jauh dari Bandung. Ada ide untuk diperpanjang langsung ke Bandara Kertajati yang sedang dibangun. Bahkan sampai Yogyakarta,” ucapnya saat dihubungi, Jumat (9/2).
Febrio mengatakan, rute KA cepat memang seharusnya berjarak lebih jauh, seperti Jakarta-Yogyakarta. Jarak yang jauh itu mampu meningkatkan potensi penghasilan KA tersebut.
Proyek Jakarta-Bandung yang hanya berjarak 142 kilometer kurang menguntungkan. Febrio mengatakan, biaya investasi per kilometer akan lebih tinggi dibandingkan rute yang lebih panjang. Biaya yang lebih mahal itu akan menaikkan harga tiket penumpang.
Harga tiket yang tinggi ini akan sulit dijangkau masyarakat. ”Karena mahal, potensi penerimaan bisa jadi rendah,” ucap Febrio.
Sebelumnya, pemerintah pun sudah memikirkan opsi untuk memperpanjang rute KA. Direktur Prasarana Perkeretaapian Ditjen Perkeretaapian Zulfikri mengonfirmasi hal itu.
Menurut Zulfikri, dari hasil rapat koordinasi persiapan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung di Jakarta, Kamis (8/2), pihak pemerintah masih mempertimbangkan kelayakan KA cepat senilai 5,9 miliar dollar AS hanya sepanjang 142 km. Sementara, panjang KA cepat minimal berjarak 300 km.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan, KA cepat itu dimanfaatkan untuk menggantikan peran pesawat terbang. Untuk itu, di luar negeri biasanya KA cepat berjarak di atas 500 km.
Djoko mencontohkan, KA cepat dari Paris, Perancis, ke Brussels, Belgia, berjarak di atas 750 km. Sementara, jarak yang sama juga terdapat di Korea Selatan, KA cepat dari Seoul ke Busan.
Menurut Djoko, kecepatan kereta yang mencapai 250 km dapat membuat perjalanan lebih efektif dibandingkan dengan penerbangan. ”Kalau pakai pesawat harus ke bandara. Lalu, harus menunggu pesawat, belum kalau penundaan penerbangan. Sedangkan KA cepat berada di tengah kota,” ucap Djoko.
Sampai Surabaya
Sementara itu, Ketua Masyarakat Infrastruktur Indonesia Harun al-Rasyid Lubis menyarankan KA cepat untuk diperpanjang sampai Surabaya. Menurut dia, rencana KA cepat Jakarta-Surabaya sudah ada dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional tahun 2030.
”Tanggung kalau hanya sampai Bandung. Kenapa tidak dilanjutin saja seperti rencana di blueprint sampai Surabaya?” ucap Harun.
Menurut Harun, perpanjangan rute sampai Surabaya dapat mengefektifkan pembangunan infrastruktur. Apalagi, jika infrastruktur itu untuk jangka panjang, seperti 50-100 tahun lagi. ”Yang terpenting itu keberlangsungan pembangunan,” katanya.
Skema Jakarta-Bandung pun bisa diteruskan ke Surabaya. Caranya melewat jalur selatan. Jarak yang awalnya 142 km itu harus ditambah menjadi 800 km. Jalurnya Jakarta-Bandung-Tasikmalaya-Yogyakarta-Madiun-Surabaya.
Revisi kontrak
Perpanjangan rute KA cepat harus diikuti dengan revisi kontrak. Menurut Febrio, nilai bisnis itu bisa meningkat seiring dengan perpanjangan rute.
”Secara bisnis akan sangat berbeda kalau proyeknya Jakarta-Bandung dibandingkan Jakarta-Bandung-Kertajati-Yogyakarta,” ucapnya.
Sebelumnya, total kontrak pembangunan KA cepat Jakarta-Bandung itu bernilai 5,9 miliar dollar AS. Hampir semua kontrak, sebesar 4,498 miliar dollar AS, dibiayai oleh pihak China. Sisanya, dipenuhi dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
Perusahaan Indonesia yang tergabung konsorsium PT KCIC adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Keempat perusahaan ini membentuk PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang bekerja sama dengan tiga perusahaan China membentuk PT KCIC (Kompas, 6/1). (DD06)