Lancarkan Distribusi, Pemerintah Siapkan Sistem Logistik Ikan Nasional
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menerapkan Sistem Logistik Ikan Nasional untuk memperlancar distribusi logistik hasil laut di Indonesia. Untuk mendukung SLIN, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) akan menyiapkan 1.400 kontainer guna memasarkan hasil perikanan dari wilayah timur ke wilayah barat Indonesia
Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN) adalah sistem manajemen rantai pasok dan informasi hasil perikanan. Manajemen rantai yang dimaksud adalah pengadaan, penyimpanan, dan transportasi produk-produk perikanan. Tujuan sistem ini adalah mengawasi distribusi produksi perikanan dari hulu ke hilir.
”Kalau bicara sistem logistik perikanan berarti bicara masalah ketersediaan, konektivitas, dan efisiensi,” kata Direktur Sistem Logistik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sadullah Muhdi. Ia menjadi salah satu pembicara dalam Marine and Fisheries Business and Investment Forum: Peran Jasa Logistik dalam Mendukung Pengembangan Industri Perikanan Nasional, di Jakarta, Senin (12/2).
Dalam program ini, infrastruktur logistik yang diperlukan di antaranya Pusat Pemasaran dan Distribusi Ikan (PPDI), tempat pengumpulan ikan (collecting point), gudang beku (cold storage), gudang kering, mesin pembeku (air blast freezer/ABF), dan mesin pembuat es.
Pada alur SLIN untuk konsumsi domestik, hasil perikanan yang diperoleh akan disimpan ke PPDI lalu dibawa ke pusat pengumpulan dan diteruskan ke kapal angkut ikan. Setibanya di lokasi tujuan, hasil disimpan ke pusat pengumpulan untuk kemudian dipasarkan.
Untuk alur SLIN konsumsi luar negeri, hasil perikanan dari PPDI dibawa dengan kendaraan darat ke pelabuhan muat. Setelah hasil perikanan tiba dengan kapal, barang siap dipasarkan.
Menurut Muhdi, distribusi hasil perikanan juga membutuhkan pusat pengumpulan (collecting center) sebelum dibawa ke pelabuhan niaga. Pusat pengumpulan berfungsi menjadi lokasi hub logistik untuk mengolah, menyimpan, dan mendistribusikan hasil perikanan dengan jaminan mutu.
Pemerintah saat ini sedang mengkaji potensi pengembangan pusat pengumpulan di lima daerah, yaitu Dobo dan Tual di Maluku serta Merauke, Mimika, dan Kaimana di Papua. Dasar penentuan lokasi tersebut dilihat dari lokasi yang dekat dengan tempat memancing, izin pelabuhan pangkalan, dan ketersediaan pelabuhan niaga.
”Masalah lain adalah kontainer berpendingan (reefer) untuk menyimpan hasil perikanan masih minim dan mahal, terutama di daerah WPP-NRI 718,” ujarnya. Wilayah pengelolaan perikanan negara Republik Indonesia (WPP NRI) meliputi Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor Bagian Timur.
Direktur Usaha Angkutan Kapal Barang dan Tol Laut PT Pelni Harry Boediarto mengatakan, Pelni akan berinvestasi kepada 1.400 kontainer senilai Rp 151 miliar, dengan rincian 1.200 kontainer kering dan 200 kontainer pendingin. Untuk kontainer pendingin, masing-masing berukuran 20 TEUs yang dapat menampung 15 ton komoditas.
Kontainer-kontainer tersebut akan digunakan untuk membawa komoditas perikanan dari wilayah Indonesia timur ke Surabaya, Jawa Timur, untuk kemudian didistribusikan ke daerah lainnya di wilayah barat. ”Untuk wilayah Merauke dan Kaimana saja, kami bisa membawa 520 ton ikan per bulan,” kata Harry.
Saat ini, Pelni telah mendatangkan empat kapal kontainer yang memiliki fasilitas crane. Pelni masih menunggu dua kapal lainnya yang akan datang tahun ini. Kapal dengan crane dibutuhkan karena pelabuhan di kawasan Indonesia timur belum memiliki fasilitas itu untuk memindahkan kontainer dari kapal ke pelabuhan.
Total kebutuhan kontainer Pelni mencapai 5.945 unit, terdiri dari kontainer pendingin 1.189 unit dan kontainer kering 4.756 unit. Pelni saat ini telah memiliki kapal untuk kontainer kering. Namun, kapal perintis untuk memuat kontainer pendingin juga akan dipersiapkan.
Kapal perintis biasa digunakan untuk membawa penumpang dan barang ke area terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
Belum merata
Sadullah Muhdi menuturkan, saat ini stok ikan nasional (maximum sustainability yield/MSY) semakin meningkat. Stok bertambah dari 9,93 juta ton pada 2015 menjadi 12,54 juta ton pada 2017.
Berdasarkan data KKP, konsumsi ikan meningkat 21,9 persen selama 2014-2017. Berdasarkan catatan Kompas, konsumsi ikan nasional naik dari 38,14 kg per kapita pada 2014 menjadi 46,7 kg per kapita pada 2017. Konsumsi pada 2018 ditargetkan naik menjadi 53 kg per kapita.
”Stok ikan luar biasa dan pasar besar, tetapi masih mismatch,” kata Muhdi.
Melihat pola konsumsi dalam negeri dan luar negeri, permintaan hasil laut besar. Untuk konsumsi domestik, peta persebaran permintaan dan persediaan masih tidak seimbang.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, permintaan ikan paling besar berasal dari wilayah barat dan tengah, yaitu Pulau Sumatera dan Jawa, dengan jumlah pelabuhan perikanan 69 persen. Namun, wilayah penghasil ikan terbesar berasal dari timur, seperti Papua dan Maluku, dengan jumlah pelabuhan perikanan 31 persen.
Permintaan ekspor juga besar. Angka ekspor pada 2016 naik menjadi 4,17 juta dollar AS dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 3,94 juta dollar AS. (DD13)