Tidak Ada Negara Sesukses China
Pada dekade 1990-an, rasanya sulit memercayai China akan seperti sekarang ini. Sulit memercayai ”Negara Tirai Bambu” ini akan mampu membuat armada perang hingga pesawat tercanggih menyetarai pesawat buatan Boeing dan Airbus. Dapat disimpulkan, tidak ada negara yang sukses seperti China.
”Tidak ada negara seperti China, yang pernah menanjak baik dalam tahapan pembangunan di semua lini secara serentak. Tidak ada negara yang memainkan permainan ekonomi sebaik China. Tidak ada negara yang mengguncang hierarki perekonomian global seperti China,” demikian dituliskan Ted C Fishman dalam bukunya China, Inc: How the Rise of the Next Superpower Challenges America and the World terbitan 2005.
Fishman adalah wartawan veteran dengan karya tulisnya yang muncul, antara lain di New York Times Magazine, Harper’s, dan Esquire.
Mulai dari sekadar manufaktur pakaian, kini China telah memasuki pembuatan produk elektronik hingga bio-tech. Dari negara dengan basis produksi manufaktur global, China kini menjadi investor global. ”Negara ini tak henti-hentinya memosisikan diri ke tingkat lebih tinggi dalam proses industrialisasi,” demikian lanjutan kutipan buku tersebut.
Relokasi industri
Relokasi industri juga menjadi pilihan bagi China dengan beberapa faktor yang menjadi alasannya. Kemajuan ekonomi ternyata menyebabkan kemakmuran dan selanjutnya mendorong kenaikan upah buruh. Hal ini membuat China berubah strategi dari basis produksi manufaktur orientasi ekspor ke sektor industri yang lebih tinggi.
China yang sudah sumpek dengan jubelan pabrik-pabrik di wilayah pantai telah melakukan relokasi ke wilayah pedalaman. Kenaikan upah dan harga-harga di wilayah pantai, seperti Provinsi Guangdong, mendorong perusahaan domestik dan asing merelokasi pabrik ke wilayah pedalaman China.
China meniru pola relokasi tradisional di Asia yang dimulai Jepang. China merelokasi ke wilayahnya sendiri terlebih dulu. Foxconn, perusahaan elektronik asal Taiwan, segera membangun pabrik di Zhengzhou di wilayah pusat Provinsi Henan atau akan memindahkan pabriknya yang sekarang berada di Shenzhen.
Dell, perusahaan elektronik asal AS, juga memikirkan relokasi pabrik dari Xiamen, seperti diberitakan harian Oriental Morning Post edisi 22 Juni 2017. ”Tujuan relokasi adalah ke wilayah barat atau tengah China,” kata Min Yida, Presiden Dell Inc untuk wilayah China.
HP asal AS juga merelokasi pabrik ke barat daya China, Chongqing. Hal serupa juga dilakukan Pfizer. Relokasi seperti ini sudah mulai marak pada akhir dekade 2000-an. Hal ini membuat wilayah pedalaman China mengalami pertumbuhan lebih tinggi daripada wilayah pantai.
Hal ini membuat wilayah pedalaman China mengalami pertumbuhan lebih tinggi daripada wilayah pantai.
Liu Yihui, ekonom dari Institute of Finance and Banking, Chinese Academy of Social Sciences, menyimpulkan, kenaikan upah di wilayah pantai membuat perusahaan mencoba mempertahankan daya saing dengan merelokasi.
Chen Gong, ekonom senior dari Anbound Consulting, juga mengatakan, ”Kita segera menghadapi berakhirnya era upah buruh murah di China.”
Yu Faming, pejabat dari Kementerian Sumber Daya dan Urusan Sosial, mengatakan, relokasi karena kenaikan upah merupakan hal baik, seperti dikutip Beijing News, edisi 16 Juni 2017. Relokasi menyebarkan kemakmuran.
Relokasi ke wilayah pedalaman amat dimungkinkan karena China mendukungnya dengan ketersediaan infrastruktur transportasi yang baik. Akibatnya, investor global mampu mengirim barang dengan efisien ke mana saja.
Relokasi ke seberang
Relokasi pabrik-pabrik juga berlangsung ke luar negeri, seperti menuju Vietnam, India, dan Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan kebijakan Pemerintah China pada tahun 2008, yang menaikkan upah buruh dan mulai memberikan kondisi kerja yang lebih baik bagi para pekerja.
Kebijakan ini diluncurkan termasuk karena tuntutan para karyawan yang juga meminta kenaikan upah dan kondisi kerja yang lebih baik.
Komite Pusat Partai Komunis China dan Dewan Negara telah memetakan cetak biru penciptaan pekerja berkeahlian tinggi untuk periode 2010-2020.
Senada dengan itu, China telah mentransformasikan pembangunan berbasis upah murah ke berbasis talenta. Komite Pusat Partai Komunis China dan Dewan Negara telah memetakan cetak biru penciptaan pekerja berkeahlian tinggi untuk periode 2010-2020. Ini merupakan bagian dari proses modernisasi China, yang diikuti dengan perbaikan pesat dalam sistem pendidikan nasional.
Relokasi dan kebijakan-kebijakan di China tidak saja mampu menyebarkan pembangunan ekonomi di seantero China, tetapi juga menguntungan negara tetangga. Ahsan Iqbal, Menteri Perencanaan, Pembangunan, dan Reformasi Pakistan, pada 13 Juli 2017, seperti diberitakan kantor berita Perancis, mengatakan, relokasi pabrik China akan menolong penyerapan tenaga kerja untuk warga lokal di Pakistan.
”Setelah pembangunan infrastruktur di negara kami lewat China-Pakistan Economic Corridor (CPEC), program industri China juga sekaligus diuntungkan dengan upah murah di Pakistan. Ini mendukung relokasi Zona Ekonomi Khusus yang dibangun CPEC karena China tidak bisa bersaing dengan Pakistan dalam hal upah buruh murah,” kata Ahsan.
Jadi, relokasi memang telah menjadi rencana lama China, seperti diberitakan harian China Daily edisi 6 Juli 2010.
Terus mendorong riset
China kemudian menjalankan tahapan pembangunan ekonomi seperti dulu Indonesia menjalankan konsep Repelita. Hal ini juga diiringi dengan reformasi ekonomi lebih lanjut di dalam negeri China sendiri. Untuk mendorong China yang lebih maju meniru Barat dan AS, peran investor asing dengan kandungan teknologi tinggi juga dilibatkan. ”Kami akan mendorong masuk investor asing,” kata Ning Jizhe, Wakil Kepala Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional.
China kini lebih terbuka bagi investasi yang mendorong kecanggihan ekonomi China. ”Pembukaan pasar lebih lanjut merupakan langkah strategis,” kata Zhou Zongmin, Pemimpin Redaksi Xinhua, pada 23 Desember 2017.
Pembukaan pasar domestik China ini seiring dengan niat negara itu melebarkan sayap ke seberang. ”Kami melihat percepatan reformasi di semua lini disertai langkah relokasi ke seberang. Hal ini sekaligus bertujuan membentuk jaringan para sahabat di luar negeri,” kata Zhou.
Keterbukaan China sekaligus rencana ekspansi ke seberang juga akan ditekankan dalam konferensi nasional pada tahun 2018 ini, sekaligus menjadi perayaan 40 tahun reformasi ekonomi China yang dimulai tahun 1978.
Tentu saja, perbaikan teknologi di dalam negeri akan terus menjadi pusat perhatian, seperti dikatakan Wang Zhigang, Wakil Menteri Sains dan Teknologi China. ”Kami akan bisa menghasilkan padi di perairan laut dengan kepadatan penduduk yang rendah. Di sisi lain, Huawei telah menjadi bagian dari pengembangan standar jaringan 5G,” kata Wang, mencontohkan rencana pengembangan teknologi termutakhir di China.
Berkembangnya teknologi di China merupakan hasil dari riset yang sangat gencar dilakukan. China kini berada di urutan kedua dunia dalam pengeluaran untuk riset dan pengembangan. Pada tahun 2017, misalnya, China mengalokasikan dana 240 miliar dollar AS untuk biaya riset.
Itulah negeri China, yang tak pernah berhenti memikirkan pengembangan ekonomi mereka. (REUTERS/AP/AFP)