Ternyata Kami Tidak Sendiri…
Penyerangan di Gereja Santa Lidwina, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (11/2), tidak hanya melahirkan dukacita dan kemarahan. Peristiwa itu juga menghadirkan gelombang simpati dan solidaritas kepada pengurus dan jemaat gereja.
Warga dari beragam agama pun datang ke Gereja Santa Lidwina untuk memberikan dukungan, menghibur jemaat yang bersedih, dan bekerja bakti membersihkan gereja.
Senin (12/2) pagi, seusai mengantar anak mereka ke sekolah, pasangan suami-istri Ahmad Muttaqin Alim (37) dan Jirhas Ranie (30) berkunjung ke Gereja Santa Lidwina yang berlokasi di Dusun Nusupan, Desa Trihanggo, Kecamatan Gamping, Sleman. Seperti banyak orang lain, keduanya sudah mendengar informasi tentang penyerangan di gereja itu yang menyebabkan lima orang terluka sehari sebelumnya.
”Niat awal kami cuma ingin melihat kondisi gereja. Kebetulan rumah kami, kan, lumayan dekat dengan gereja itu,” kata Ranie saat ditemui di rumahnya di Desa Nogotirto, Kecamatan Gamping, Sleman, Selasa (13/2).
Ranie menuturkan, saat dirinya dan suami tiba di Gereja Santa Lidwina pada Senin sekitar pukul 07.00, suasana gereja relatif sepi. Ranie dan suami lalu bertemu dengan seorang penjaga gereja Katolik itu dan keduanya pun mengucapkan ikut berdukacita atas kejadian penyerangan yang terjadi di sana.
Menurut Ranie, sang penjaga gereja menyambut dengan baik dan tanpa rasa curiga meski tahu kedua tamunya itu bukan pemeluk agama Katolik. Sehari-hari, Ranie memang memakai jilbab sehingga identitasnya sebagai pemeluk Islam mudah diketahui.
”Sambutan bapak penjaga gereja itu sangat baik dan dia mengapresiasi kedatangan kami. Dia juga antusias menceritakan kejadian penyerangan, padahal kami belum pernah ketemu,” tuturnya.
Ranie dan suami bahkan diajak masuk ke dalam gereja untuk melihat secara langsung kondisi lokasi penyerangan. Di sana, Ranie melihat ruangan utama Gereja Santa Lidwina yang masih menampakkan jejak-jejak aksi penyerangan. Di lantai, misalnya, masih terdapat ceceran darah, sementara sejumlah kursi terlihat bergeser dari tempatnya.
Tak lama kemudian, sejumlah anggota jemaat datang untuk bekerja bakti membersihkan ruangan utama gereja. Melihat kondisi itu, Ranie dan suami pun tergerak untuk ikut bekerja bakti. Ranie segera mengambil sapu dan ikut menyapu lantai gereja sambil memunguti sejumlah barang yang tergeletak di lantai.
”Waktu datang, kami enggak tahu kalau mau ada kerja bakti bersih-bersih gereja. Tapi, saat lihat jemaat mau kerja bakti, spontan saja saya ikut karena rasanya enggak enak kalau cuma lihat,” ungkap Ranie yang mengaku belum pernah datang ke Gereja Santa Lidwina sebelumnya.
Meski terkesan sederhana, keputusan Ranie untuk ikut bekerja bakti itu ternyata berdampak besar. Sebab, tak lama sesudah itu, foto Ranie yang tengah menyapu lantai Gereja Santa Lidwina ternyata langsung menyebar di media sosial.
Sejumlah pihak pun memuji tindakan Ranie yang dinilai mencerminkan semangat kebersamaan umat beragama di Indonesia. Setelah foto Ranie menyebar, aksi solidaritas terhadap jemaat Gereja Santa Lidwina pun terus menguat.
Namun, Ranie menilai, tindakannya itu merupakan sesuatu yang biasa saja. ”Saya merasa, ini hal yang sangat biasa dan sudah menjadi jati diri bangsa kita dan juga menjadi local wisdom (kearifan lokal) Yogyakarta,” ujar perempuan yang sehari-hari beraktivitas sebagai ibu rumah tangga itu.
Ahmad Muttaqin Alim mengatakan, kedatangannya ke Gereja Santa Lidwina didorong oleh kesedihan dan kemarahan melihat aksi penyerangan di gereja tersebut.
Menurut Ahmad, penyerangan yang dilakukan saat misa itu tidak hanya melukai sejumlah orang dan merusak beberapa barang, tetapi juga berpotensi merusak hubungan antarumat beragama di Indonesia.
”Saya marah dengan perilaku orang yang merusak banyak hal ini, termasuk merusak hubungan antaragama dan merusak iklim politik,” ujar Ahmad.
Menguatkan
Penyerangan terhadap Gereja Santa Lidwina terjadi pada Minggu sekitar pukul 07.30 saat jemaat tengah mengikuti misa. Seorang pelaku yang kemudian diketahui bernama Suliono (23) tiba-tiba masuk dan menyerang sejumlah orang dengan pedang. Akibatnya, lima orang terluka, yakni seorang pastor yang sedang memimpin misa, seorang anggota polisi, dan tiga anggota jemaat gereja.
Suliono berhasil dilumpuhkan dengan cara ditembak pada kedua kakinya oleh seorang petugas kepolisian. Hingga Selasa, polisi belum mengungkap motif penyerangan itu.
Solidaritas untuk jemaat Gereja Santa Lidwina tidak hanya datang dari Ranie dan suaminya. Pada Selasa pagi, puluhan orang dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di Sleman juga datang ke gereja tersebut untuk bekerja bakti membersihkan lingkungan gereja. Secara sukarela, mereka menyapu halaman gereja, memunguti sampah, mencabuti rumput liar yang tumbuh di sekitar gereja, juga membersihkan selokan di sana.
Salah satu organisasi yang turut bekerja bakti adalah Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Nahdlatul Ulama. ”Kami menurunkan sekitar 20 anggota untuk ikut kerja bakti. Kegiatan ini merupakan wujud solidaritas kami terhadap jemaat gereja yang baru saja mengalami musibah,” kata Ketua Dewan Instruktur Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Sleman Yuwan Si’ro.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Sleman Suwarso menyatakan, kerja bakti membersihkan Gereja Santa Lidwina itu merupakan bentuk nyata dari kerukunan umat beragama di Sleman.
Ia menambahkan, aksi penyerangan Gereja Santa Lidwina tidak hanya melukai jemaat gereja itu, tetapi juga seluruh umat beragama di Sleman. ”Kami mengecam aksi penyerangan itu,” ujarnya.
Suwarso meyakini, aksi penyerangan itu tidak akan merusak hubungan antarumat beragama di Sleman. Sebaliknya, kejadian itu justru diyakini akan menguatkan persaudaraan di masyarakat.
”Kami memang menjadi korban, tetapi kami akan bangkit kembali. Justru kejadian ini menguatkan kerukunan dan persaudaraan kita,” lanjutnya.
Solidaritas juga ditunjukkan sejumlah perempuan yang tergabung dalam kelompok Srikandi Lintas Iman. Pada Selasa siang, para anggota kelompok itu mendatangi Gereja Santa Lidwina untuk bersilaturahim dan memberikan dukungan moral kepada para pengurus dan jemaat gereja.
Koordinator Srikandi Lintas Iman, Wiwin Siti Aminah, mengatakan, pihaknya siap membantu jemaat Gereja Santa Lidwina, terutama melakukan terapi bagi jemaat yang mengalami trauma.
Selain itu, Srikandi Lintas Iman juga berencana menggelar doa bersama lintas agama di gereja tersebut untuk memperkuat kerukunan umat beragama.
”Saya berharap, peristiwa ini justru bisa menjadi momentum untuk menguatkan persatuan umat beragama di Yogyakarta,” ujar Wiwin.
Ketua Gereja Santa Lidwina Soekatno mengatakan, sejumlah guru pendidikan anak usia dini (PAUD) dari sebuah organisasi Islam juga berencana menggelar kegiatan di gereja tersebut. Menurut rencana, mereka akan mengajak anak-anak jemaat gereja bermain bersama untuk menghilangkan trauma.
”Nanti para guru PAUD itu akan berkolaborasi dengan tim Sekolah Minggu di gereja ini,” katanya.
Soekatno menuturkan, pihaknya sangat berterima kasih atas beragam bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
”Dengan banyaknya bantuan itu, umat di gereja ini merasa nyaman karena ternyata kami tidak sendiri,” katanya.