JAKARTA, KOMPAS — Inovasi dan transformasi digital layanan perbankan merupakan keniscayaan di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi. PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk sudah memulai inovasi dan transformasi digital sejak 2015 dan akan terus berlanjut tahun ini.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) Jerry Ng, di sela-sela paparan kinerja 2017, Rabu (14/2) di Jakarta, menceritakan, digitalisasi bisnis inti dimulai tahun 2015. Misalnya, layanan perbankan kepada nasabah pensiunan. Tahun berikutnya, perusahaan meluncurkan BTPN Wow!, layanan keuangan digital dan laku pandai bagi segmen mikro kelas menengah bawah. Setahun berikutnya, BTPN mengeluarkan Jenius, produk perbankan digital bagi segmen menengah atas.
Hingga Desember 2017, BTPN Wow! telah memiliki 4,8 juta nasabah yang dilayani lebih dari 200.000 agen. Adapun jumlah nasabah Jenius terdaftar mencapai hampir 500.000 dan tersebar di Jabodetabek dan Bandung.
Investasi yang digelontorkan untuk BTPN Wow! dan Jenius sepanjang 2017 sebesar Rp 830 miliar atau naik 36 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Inovasi dan transformasi digital berdampak pada laba bisnis inti yang tumbuh 6 persen menjadi Rp 2,4 triliun.
Seiring digitalisasi, restrukturisasi organisasi perusahaan dan operasionalisasi kantor cabang dilakukan. Biaya restrukturisasi tercatat mencapai Rp 736 miliar.
Restrukturisasi berdampak ke pencapaian laba bersih setelah pajak tahun 2017, yakni Rp 1,2 triliun. Nilai ini lebih rendah 30 persen dibandingkan setahun sebelumnya.
Direktur Kepatuhan BTPN Anika Faisal menyebutkan, bagian dari restrukturisasi perusahaan adalah program pengakhiran kerja sukarela (PPKS). PPKS terbuka bagi semua karyawan di segala jenjang karier. PPKS diikuti program Sun Rise dengan implementasi pelatihan bernama Daya. Mereka memilih mengikuti pelatihan, seperti kewirausahaan. Proses pelaksanan PPKS berlangsung tiga bulan. Jumlah karyawan yang tadinya sekitar 12.000 orang kini menjadi 7.000 orang setelah program PPKS.
Apabila laba bersih tanpa memasukkan biaya investasi dan restrukturisasi, nilai laba bersih tahun 2017 sebesar Rp 2,4 triliun atau naik 6 persen.
Kredit BTPN tahun 2017 tercatat Rp 65,3 triliun atau naik 3 persen dibandingkan periode 2016. Kredit macet atau NPL terjaga stabil di 0,9 persen. BTPN mengklaim NPL ini relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata industri sebesar 2,5 persen.
Total pendanaan meningkat 4 persen dari Rp 73,3 triliun menjadi Rp 76,5 triliun pada akhir Desember 2017. Dari jumlah itu, komposisi dana pihak ketiga tumbuh 3 persen dari Rp 66,2 triliun menjadi Rp 67,9 triliun pada akhir Desember 2017.
Sementara itu, Direktur BTPN Arief Harris Tanjung menjelaskan, tahun 2018 dipastikan tidak akan ada restrukturisasi. Dengan demikian, harapannya, kinerja perusahaan semakin baik. Apalagi perekonomian Indonesia diproyeksi tumbuh lebih baik dibandingkan tahun 2017.
Inovasi digital masih menjadi fokus kinerja BTPN pada 2018. Di luar itu, Arief menyebutkan akan ada penawaran saham perdana (IPO) BTPN Syariah pada triwulan II-2018. Persiapan IPO masih berlangsung. Sebanyak 10 persen saham baru dipergunakan untuk issued. Sejauh ini baru satu perusahaan sekuritas yang terlibat, yakni Trimegah Securities.
”IPO bertujuan membuat BTPN Syariah menjadi lebih transparan. Ada alternatif pendanaan. Sejauh ini BTPN Syariah juga sudah mengarah ke digitalisasi,” katanya.