JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menegaskan akan menjamin data nasabah yang dilaporkan lembaga jasa keuangan. Data nasabah akan dihimpun di kantor pusat Ditjen Pajak dan hanya nasabah yang dianggap bermasalah yang datanya akan dilimpahkan ke kantor pajak di daerah.
”Tidak semua pegawai pajak bisa mengakses data nasabah. Data nasabah akan dikumpulkan di kantor pusat. Setelah dianalisis kemudian ada indikasi ketidakpatuhan (pembayaran pajak), baru akan ditindak lanjuti di tingkat kanwil (kantor wilayah),” tutur Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Rabu (14/2).
Menurut Yoga, para pegawai pajak yang berwenang mengakses data nasabah telah terikat oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam UU tersebut, pegawai pajak yang membocorkan data nasabah akan dipidana selama satu tahun apabila kebocoran tersebut disebabkan oleh ketidaksengajaan dan pidana dua tahun jika kebocoran itu merupakan kesengajaan.
Selain itu, Yoga menyampaikan, di kantornya para pegawai sudah tidak dimungkinkan memindahkan data dari komputer kantor melalui perangkat keras portabel, misalnya flash disk. Dengan demikian, siapa pun yang mengakses data dapat diketahui.
Jaminan yang diberikan pemerintah itu terkait dengan kewajiban setiap lembaga keuangan untuk melaporkan data nasabah asing dan domestik yang jumlah saldonya lebih dari Rp 1 miliar kepada DJP mulai tahun 2018.
Ketentuan tersebut diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73 Tahun 2017.
Pelaporan untuk nasabah domestik dibatasi hingga akhir April 2018, sementara untuk nasabah asing dibatasi hingga akhir Agustus 2018. Terlebih dahulu, setiap lembaga jasa keuangan diberi waktu hingga akhir Februari untuk mendaftarkan lembaganya sebagai pelapor ke DJP.
Meski begitu, hingga hari ini, format formulir pendaftaran lembaga keuangan belum dapat diakses. ”Kami upayakan pekan depan sudah dapat diakses. Formulirnya nanti sederhana, jadi pasti waktunya mencukupi,” ujar Yoga.
Sanksi
Yoga mengatakan, apabila lembaga keuangan tidak mendaftarkan dirinya sebagai pelapor hingga akhir Februari, DJP akan mendaftarkannya secara otomatis sesuai dengan informasi yang diperolehnya.
Adapun sanksi akan dijatuhkan kepada lembaga keuangan saat akhir April nanti jika lembaga tersebut terbukti tidak memberikan data nasabah kepada DJP, padahal memiliki kewajiban melapor.
”Sanksinya sesuai dengan UU Nomor 9 Tahun 2017, yaitu pidana paling lama 1 tahun hingga denda Rp 1 miliar,” ujar Yoga.
”Kalau lembaga keuangan tidak bisa mendaftar sampai akhir Februari, itu bisa dilakukan bersamaan pada saat melaporkan data nasabahnya nanti,” ujar Yoga.
Yoga menyampaikan, langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini merupakan bagian dari kesepakatan internasional. Langkah tersebut sudah disepakati juga oleh 102 negara di dunia yang mengikuti Automatic Exchange of Information (AEI).
Kesepakatan tersebut memungkinkan satu negara dengan negara lainnya dapat bertukar informasi nasabah. Itu terkait kewajiban membayar pajak dari tiap nasabah. Dengan demikian, tindakan pengemplangan pajak dapat diminimalkan.
Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan Puspita Wulandari menyampaikan, kebijakan transparansi keuangan yang diterapkan pemerintah saat ini telah didahului oleh kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Kebijakan tersebut telah diberlakukan tahun lalu dalam rangka meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.
”Target DJP tahun 2018 itu Rp 1424 triliun. Meningkat hampir 24 persen dari realisasi pajak tahun sebelumnya,” ujar Puspita.
Puspita mengatakan, target yang ada harus dicapai karena berkaitan dengan pembangunan yang tengah digencarkan oleh pemerintah. Pembangunan tersebut utamanya difokuskan ke dalam tiga hal, yaitu infrastruktur agar daerah dapat terhubung pendidikan dan kesehatan.
Siap mematuhi
Ihwal kebijakan pelaporan data nasabah, Corporate Secretary PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Ryan Kiryanto menyampaikan, BNI siap mendukung program pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
”Kami siap mendaftar sebelum akhir Februari nanti. Namun, perbankan masih menunggu panduan mengenai format laporan tata cara pendaftaran dan pelaporan,” kata Ryan.
Menurut Ryan, hal terpenting yang akan dilakukan oleh BNI adalah memberikan pemahaman kepada para nasabahnya yang masuk kategori wajib dilaporkan. Hal itu dilakukan agar para nasabah tetap merasa nyaman dan tenang dalam melakukan aktivitas keuangannya. (DD14)