Majelis Dzikir Gusdurian Kuatkan Umat Gereja Santa Lidwina
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Majelis Dzikir Gusdurian menggelar doa bersama dengan umat Gereja Santa Lidwina di Bedog, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (14/2). Doa dilakukan untuk menguatkan mental dan jiwa umat Gereja Santa Lidwina yang masih terpukul akibat penyerangan rumah ibadah mereka.
Sekitar 50 anggota Majelis Gusdurian, perkumpulan santri pencinta Gus Dur, di wilayah DIY berbondong memasuki serambi gereja dengan peci hitam, kemeja koko putih, kain sarung, dan pita merah di lengan kanan. Bersama puluhan warga dan umat gereja, acara dibuka dengan doa bersama menyanyikan lagu ”Indonesia Raya”.
Dalam sambutannya, Pastor Kepala Gereja Santa Lidwina Yohanes Dwi Harsanto berterima kasih untuk setiap dukungan moral yang tak berhenti diberikan warga Yogyakarta kepada umat Gereja Santa Lidwina. Hal ini membuktikan masalah intoleransi di Kota Yogyakarta bak kerikil kecil yang dapat dengan mudah disingkirkan dengan sikap menghormati kemajemukan.
”Doa dan zikir kalian (anggota majelis Gusdurian) akan sampai pada Tuhan dan membuat kita semua menjadi kuat. Kejadian kemarin bukan hanya guncangan bagi jemaat gereja, melainkan juga menjadi pukulan untuk seluruh masyarakat,” ujarnya.
Pembina Majelis Gusdurian Umaruddin Masdar mengatakan, kegiatan doa bersama ini adalah bagian dari tekad melanjutkan perjuangan Gus Dur dalam mewujudkan Indonesia damai dalam keberagaman. Guna mewujudkan hal tersebut, sesama masyarakat Indonesia harus banyak belajar untuk saling mengerti, memberi, menerima, dan menghormati.
Penyerangan di Gereja Santa Lidwina terjadi pada Minggu sekitar pukul 07.30 saat umat sedang mengikuti misa, kata Umaruddin, sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Tindakan tersebut tentu sangat melukai hati dan keimanan para pemeluk ajaran Islam di seluruh Indonesia.
Kegiatan doa bersama ini adalah bagian dari tekad melanjutkan perjuangan Gus Dur dalam mewujudkan indonesia damai dalam keberagaman.
”Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Tindakan kekerasan apa pun bentuknya sangat mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi titik pijak dalam ajaran Islam,” kata Umaruddin.
Pemerintah harus memastikan seluruh pemeluk agama dapat hidup rukun berdampingan tanpa keraguan dan gangguan untuk menjalankan ibadah dengan khidmat. Dalam hal ini, ujar Umaruddin, aparat penegak hukum menjadi ujung tombak. Pasalnya, pengusutan aksi intoleransi yang tidak tuntas justru akan memberikan ruang untuk kemunculan aksi-aksi serupa.
”Dalam hal ini, kita sangat membutuhkan lahirnya pemimpin bangsa yang menilai keberagaman sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang Tuhan kepada umat manusia sehingga umat manusia perlu menjaganya,” ujarnya.
Tindakan kekerasan apa pun bentuknya sangat mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi titik pijak dalam ajaran Islam.
Lantunan doa bersama yang dipimpin tokoh Nahdlatul Ulama, Abdul Choliq Syifa, berisi harapan agar peristiwa-peristiwa intoleransi di Tanah Air tidak mengganggu hubungan antarumat beragama. Dalam doa disematkan juga harapan agar kepolisian dapat menuntaskan proses hukum dan memberikan hukuman setimpal kepada pelaku untuk menutup ruang terulanganya tindakan-tindakan intoleransi di Indonesia.