Pengemudi Angkutan Daring Demo Tuntut PM 108 Dicabut
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 3.000 pengemudi angkutan daring berunjuk rasa di depan Istana Merdeka di Jakarta, Rabu (14/2). Mereka memprotes Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek.
Sejak permenhub, yang dikalangan pelaku transportasi daring (online) dikenal dengan ”PM 108” itu berlaku 1 November 2017, para pengemudi angkutan berbasis aplikasi itu sudah beberapa kali melakukan unjuk rasa.
Terakhir digelar pada 29 Januari 2018 di Kementerian Perhubungan. Saat itu, mereka menuntut pencabutan PM 108 yang dinilai sangat merugikan mereka. Mereka merasa regulasi tersebut, seperti wajib masuk koperasi, memasang stiker, serta uji kir, memberatkan dan merugikan mereka.
Dalam unjuk rasa di depan Istana Merdeka, mereka juga menuntut hal serupa. Untuk sampai ke depan istana, mereka melakukan pawai melintasi Jalan Medan Merdeka Barat dari pukul 11.30 WIB.
Mereka merasa regulasi tersebut, seperti wajib masuk koperasi, memasang stiker, dan uji kir, memberatkan dan merugikan mereka.
Koordinator aksi, Adi, menyatakan, peserta yang sudah terkumpul sekitar 3.000 orang. ”Ini masih belum termasuk pengemudi daring yang dari Bandung,” ujarnya.
Pada pukul 12.30, massa meneriakkan ”selamat datang Bandung” kepada rombongan kendaraan taksi daring yang berpelat D yang berjumlah belasan mobil. Di dalam setiap kendaraan tampak tiga hingga empat orang.
Kendaraan para pengunjuk rasa diparkirkan di depan Monumen Nasional (Monas), tepatnya sisi Jalan Medan Merdeka Barat, dengan mengambil dua dari tiga ruas jalan. Beberapa kali orator massa itu meminta kepada Presiden RI untuk membatalkan PM 108 yang dinilai merugikan pengemudi daring.
Salah satu pendemo, Samsul (31), menyatakan, PM 108 merugikan pengemudi daring dalam berbagai hal penting.
Chandra, pengemudi angkutan daring lainnya yang tidak mengikuti aksi tersebut, menyatakan dukungannya kepada para pengemudi yang sedang berunjuk rasa.
Menurut Chandra, PM 108 lebih bersifat mematikan angkutan daring yang terus berinovasi sesuai kebutuhan zaman, yang lebih kekinian, atau berbasis aplikasi. Seharusnya, pemerintah terus berupaya mengajak angkutan konvensional untuk ”hayo” bergerak mengikuti zaman.
Memang masih ada angkutan konvensional yang belum beralih ke angkutan daring. ”Agar tarifnya tidak jomplang dengan angkutan kovensional, kami sudah mengikuti ajakan pemerintah untuk menyesuaikan tarif. Itu sudah kami lakukan,” ujar Chandra.
Lalu, lanjut Chandra, untuk apa harus wajib masuk koperasi, memasang stiker, dan uji kir, atau harus pindah ke pelat kuning?
Memang masih ada angkutan konvensional yang belum beralih ke angkutan daring.
”Kami ini, kan, kebanyakan adalah mobil pribadi, yang sesekali digunakan pada saat sedang menganggur karena belum dapat proyek atau pekerjaan lain, lalu memasang aplikasi daring untuk mengisi waktu atau mencari nafkah tambahan,” kata Chandra yang mengaku sebagai kontraktor.
”Kalau proyek saya sudah bergulir kembali, saya matikan aplikasi dan kembali ke pekerjaan rutin sebagai kontraktor kecil,” lanjutnya.
Chandra menuturkan, banyak juga pengemudi angkutan daring menggunakan mobil pribadi dan mereka adalah pegawai kantoran. Mereka pasti tidak mau mengikuti uji kir dan ketentuan lain yang memberatkan seperti dipersyaratkan oleh PM 108 karena sangat tidak masuk akal dan memberatkan.
”Begitu keluar dari rumah, mereka aktifkan aplikasi daringnya, lalu mencari penumpang yang searah ke kantornya. Setibanya di kantor, daripada mobilnya dianggurin di tempat parkir, dan berbayar pula, ya, mereka menghubungi sopir cabutan yang menjadi langganannya untuk menjalankan mobil itu mencari uang bersin,” tuturnya.
Lagi pula, kata Chandra, angkutan berbasis aplikasi sangat membantu mengurangi kemacetan karena orang-orang yang menggunakan angkutan ini biasanya telah meninggalkan mobilnya di rumah dan berpindah ke angkutan berbasis aplikasi yang relatif lebih murah.
Dalam angkutan daring ini, lanjut Chandra, kapasitasnya juga bisa untuk angkut empat sampai tujuh orang, yang berarti sudah empat atau tujuh mobil berkurang di jalan.
Kalau dalam satu angkutan berbasis aplikasi itu ada empat penumpang, berarti sudah empat kendaraan pribadi berkurang dari jalanan yang padat.
”Anda bayangkan, kalau dalam satu angkutan berbasis aplikasi itu ada empat penumpang yang tujuannya searah, itu berarti sudah empat mobil pribadi mereka yang ditinggalkan di rumah atau empat mobil berkurang dari jalanan,” katanya.
Lalu, kalaupun hanya satu penumpang yang berada dalam taksi daring itu, berarti sudah satu orang yang meninggalkan mobil pribadinya di rumah.
”Kalau ada 100 taksi daring, masing-masing mengangkut satu orang, berarti sudah ada 100 kendaraan yang ditinggalkan di rumah mereka masing-masing. Selain murah, angkutan aplikasi ini sangat menolong untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalan,” lanjutnya (DD12/CAL)