Polri: Penyerang Gereja Katolik di Sleman Pelaku Tunggal
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI tengah melakukan penyelidikan untuk menemukan benang merah kasus penyerangan tokoh agama dan rumah ibadah yang terjadi dalam dua pekan terakhir. Sementara itu, penyerangan Gereja Santa Lidwina, Sleman, Yogyakarta, dipastikan sebagai serangan teror yang dilakukan pelaku teror tunggal.
Selain menyelidiki motif dan latar belakang hadirnya sejumlah tindakan intoleran, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto memastikan, pihaknya juga akan mencari kemungkinan adanya keterkaitan beberapa penyerangan dan intimidasi terhadap pemuka agama dan rumah ibadah.
”Hingga kini kami menganggap seluruh peristiwa itu berdiri sendiri. Namun, kami masih melakukan penyelidikan yang tidak menutup kemungkinan adanya persamaan dari sejumlah peristiwa itu,” ujar Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (13/2).
Seperti diketahui, akhir pekan lalu, penyerangan terhadap umat dan pemuka agama Katolik terjadi di Gerja Santa Lidwina, Sleman. Kemudian, pada Selasa (13/2) kemarin terjadi perusakan Masjid Baiturrahim di Tuban, Jawa Timur. Sebelumnya juga telah terjadi penyerangan terhadap pemuka agama, seperti tokoh pesantren KH Umar Basri di Cicalengka, Bandung; tokoh organisasi Persatuan Islam, HR Prawoto, di Bandung; serta intimidasi terhadap seorang pemuka Buddha di Tangerang.
Polri menggiatkan peran anggota bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban (bhabinkamtibmas) di seluruh wilayah di Indonesia. Sekitar 50.000 personel babinkamtibmas ditugaskan di setiap desa untuk melakukan sistem antisipasi dini terhadap peristiwa intoleran.
Untuk mengantisipasi aksi intoleran yang mengakibatkan teror di masyarakat itu, Polri menggiatkan peran anggota bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban (bhabinkamtibmas) di seluruh wilayah di Indonesia. Sekitar 50.000 personel bhabinkamtibmas ditugaskan di setiap desa untuk melakukan sistem antisipasi dini terhadap peristiwa intoleran.
”Peristiwa itu terjadi karena lemahnya early warning system di masyarakat. Oleh karena itu, kami berharap seluruh pihak bersama bhabinkamtibmas menggiatkan kembali kegiatan antisipasi dini agar mudah mendeteksi potensi aksi intoleran di wilayah,” kata Setyo.
Tunggal
Terkait penyerangan Gereja Santa Lidwina, Setyo memastikan aksi tersebut dikategorikan aksi teror. Atas dasar itu, pelaku serangan itu, yakni Suliono, akan disangkakan dengan Undang-Undang Antiterorisme.
Dari hasil interogasi awal yang dilakukan tim Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, terpapar paham radikal melalui konten di dunia maya. Bahkan, ia merencanakan aksi teror hingga membeli peralatan untuk menyerang Gereja Santa Lidwina dilakukan melalui internet.
”Ia dikategorikan pelaku teror tunggal. Aksi teror dilakukan atas keinginannya sendiri sehingga tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kelompok teroris,” katanya.