40 Persen Konsumen Indonesia Milenial, Pengusaha Gandeng Selebritas Medsos
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menyasar generasi milenial, pengusaha dapat berkolaborasi dengan mereka dalam memasarkan produk. Salah satu wujudnya, kerja sama dengan micro influencer atau sosok skala mikro yang dapat mempromosikan produk di kanal yang sesuai.
Pemasaran saat ini menghadapi generasi milenial yang menjadi kelompok konsumen terbesar di Indonesia. ”Sebanyak 40 persen konsumen di Indonesia merupakan generasi milenial,” kata Presiden Direktur Ciputra Artpreneur Rina Ciputra Sastrawinata dalam seminar di Jakarta, Rabu (14/2).
Sebagai konsumen, generasi milenial tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk melihat konten pemasaran yang tidak menarik bagi mereka.
Oleh sebab itu, Pendiri dan Chief Executive Officer Famous.id Network Aoura Lovenson Chandra mengatakan, pemasaran kepada generasi milenial perlu strategi yang spesifik. Strategi ini dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan sosok skala mikro.
Aoura memaparkan, sosok skala mikro merupakan orang-orang yang pengetahuannya spesifik tentang suatu hal tertentu dan dapat membagikannya secara alami sehingga dipercaya oleh pengikutnya sebagai narasumber tentang hal tersebut.
Pemasaran kepada generasi milenial perlu strategi spesifik yang dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan micro influencer atau sosok skala mikro.
Aoura mengatakan, micro influencer dapat berupa selebritas di media sosial. Saat ini, ketenaran selebritas media sosial sama dengan selebritas konvensional.
Selebritas konvensional yang dimaksud Aoura adalah sosok-sosok yang sudah terkenal karena disorot oleh media-media arus utama.
Menurut dia, sosok pengaruh skala mikro ini lebih mengena pada pasar karena akan menyampaikan konten dengan bahasa ”lokal” dalam konteks yang mudah dipahami lingkaran pengikutnya. Biasanya media sosial sosok-sosok ini diikuti minimal 10.000-100.000 akun.
Karena sosok-sosok skala mikro ini memiliki pengaruh yang relevan dengan lingkaran pengikutnya, pemasaran dapat dilakukan secara spesifik. Biaya pemasaran dapat diefisiensi hingga 6,7 persen.
Tingkat kedekatan antara konsumen dan produk yang dipasarkan oleh sosok skala mikro ini 60 persen lebih tinggi daripada tanpa peran sosok itu.
”Dengan micro influencer, perusahaan dapat go hyper local dan menciptakan kedekatan dengan segmen pasar yang ditargetkan,” ujar Aoura.
Dengan demikian, generasi milenial tidak dapat dilihat hanya sebagai kelompok konsumen, tetapi juga mitra dalam pemasaran.
Direktur Eksekutif Bidang Strategi Hakuhodo Network Indonesia Devi Attamini memaparkan, mengamati generasi milenial harus secara holistik dan spesifik.
Generasi milenial adalah kelompok orang yang lahir pada 1980-1990. Berdasarkan studi yang dilakukan Hakuhodo, milenial yang lahir pada 1980 memiliki karakter di dunia digital yang berbeda dengan milenial yang lahir pada 1990.
Sebagai sosok skala mikro, milenial yang lahir pada 1980 cenderung perfeksionis dalam menampilkan dirinya di media sosial. Sementara milenial yang lahir pada 1990 cenderung menampilkan dirinya apa adanya di media sosial.
Dari segi pasar, milenial yang lahir pada 1980 menjadikan situs belanja dalam jaringan (daring) dan toko fisik sebagai sumber-sumber informasi untuk mendapatkan penawaran harga terbaik. Namun, pembelian produk tetap dibeli di toko fisik. ”Karena mereka tidak ingin mengambil risiko dengan produk yang dibelinya,” kata Devi.
Milenial yang lahir pada 1990 cenderung tidak peduli pada risiko pembelian. Menurut mereka, belanja daring dan di toko fisik itu sama saja.
Namun, bagi milenial yang lahir pada 1990, pengalaman berbelanja adalah segalanya. Mereka tidak akan segan menceritakan pengalamannya ini, baik pengalaman menyenangkan maupun buruk.
”Mereka tidak akan segan merekomendasikan produk yang dibeli. Bahkan, bisa saja sarannya untuk tidak membeli produk itu. Ini semua bergantung pada pengalaman belanja yang didapatkan,” kata Devi.
Bagi perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri sejak sebelum 1980, Head of Media PT Unilever Indonesia Eka Sugiarto mengatakan, pemasaran produk dapat tetap relevan kepada milenial.
Setiap kanal media memiliki kekuatan untuk menyampaikan konten sesuai kemasannya masing-masing, seperti foto, teks, atau video.
”Suguhkan konten-konten yang dapat membuat milenial mengeksplorasi karakternya. Ini akan menimbulkan kedekatan pada mereka,” ujarnya.
Tak hanya sebagai konsumen dan mitra pemasaran, Pendiri Ciputra Group, Ciputra, berharap milenial juga dapat menjadi pencipta konten atau wirausahawan. ”Milenial harus bersemangat dan rasa percaya dirinya cukup,” ucapnya.
Kanal media
Setiap kanal media memiliki kekuatan untuk menyampaikan konten sesuai kemasannya masing-masing, seperti foto, teks, atau video.
”Kita bisa manfaatkan media massa yang sudah online untuk menyampaikan konten dalam kemasan apa pun. Ini akan lebih menarik bagi milenial,” ujar Aoura.
Dari sisi media sosial, Direktur Business Development Line Indonesia Revie Sylviana mengatakan, perusahaan dapat lebih interaktif dalam pemasaran kepada milenial di media sosial. Saat ini ada 90 juta pengguna Line, salah satu media sosial yang awalnya berbasis obrolan pesan teks.
Mayoritas pengguna Line adalah generasi milenial. Sementara ada 168 perusahaan yang memiliki akun resmi di Line.
Dalam pemasarannya, perusahaan-perusahaan ini menggunakan Line untuk mendekati targetnya secara interaktif, contohnya dengan kuis.
Selain itu, sejumlah perusahaan juga menyediakan kupon diskon bagi pengguna Line untuk digunakan saat membeli produk di toko fisik.
Perusahaan-perusahaan yang bermitra dengan Line juga membuat stiker sebagai salah satu strategi pemasaran.
”Saat ini, milenial suka menggunakan stiker untuk mengekspresikan dirinya melalui pesan teks. Dari 2016 hingga 2017 tercatat jumlah stiker yang terkirim di Indonesia mencapai 12,9 miliar,” kata Revie. (DD09)