Cegah Kebakaran, Petani Mulai Buka Lahan Tanpa Sistem Bakar
Oleh
Jumarto Yulianus
·3 menit baca
KETAPANG, KOMPAS — Sebagian petani di Nanga Tayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mulai meninggalkan cara bertani tradisional dengan sistem bakar. Untuk mencegah kebakaran hutan, kebun, dan lahan, mereka tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar. Hasilnya cukup signifikan untuk mengurangi titik api dan meningkatkan produktivitas pertanian.
Kepala Desa Lembah Hijau II B Tri Gunawan di Nanga Tayap, Rabu (14/2), menyampaikan, ada dua kelompok tani di desanya yang sudah menerapkan pertanian ekologi terpadu. Sebanyak 29 petani yang tergabung dalam dua kelompok tani tersebut tidak lagi membuka lahan dengan cara membakar.
”Petani di kelompok itu sudah menerapkan pertanian tanpa bakar. Mereka terus dilatih dan dibina di kebun percontohan, kemudian menerapkannya di kebun masing-masing,” kata Tri.
Yatimin (63), Ketua Kelompok Tani Sinar Harapan Desa Lembah Hijau II, mengatakan, kelompoknya sudah 2 tahun menerapkan pertanian ekologi terpadu di kebun percontohan. Di areal seluas 2.500 meter persegi, mereka menanam sayuran. ”Selain tidak membakar lahan, kami juga menerapkan pertanian organik,” ujarnya.
Pola yang sama juga diterapkan petani di Desa Tajok Kayong. Ahmadi (50), Ketua Kelompok Tani Mitra Bedulur Desa Tajok Kayung, mengatakan, mereka sudah menerapkan pertanian tanpa bakar untuk menanam padi. Uji coba dilakukan di lahan seluas 1.000 meter persegi.
”Hasilnya sangat menjanjikan, bahkan jauh melebihi hasil kami sebelumnya. Dari 8 kilogram (kg) benih, kami menghasilkan 200 kg gabah kering panen atau dua kali lipat dari hasil kami sebelumnya yang lahannya selalu dibakar,” katanya.
Vice President Agronomy Sinar Mas Agribusiness and Food Wilayah Kalimantan Barat Junaidi Piliang mengatakan, desa-desa di Nanga Tayap yang sudah menerapkan pertanian ekologi terpadu merupakan desa peserta Program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) dari Sinar Mas Agribusiness and Food.
Program DMPA berhasil mengurangi titik panas dan kebakaran (titik api) di 8 desa di Nanga Tayap, yakni Tajok Kayong, Nanga Tayap, Lembah Hijau I, Lembah Hijau II, Siantau Raya, Sungai Kelik, Simpang Tiga Sembelangaan, dan Tanjung Medan.
”Pada 2017, jumlah titik panas dan titik api di desa peserta Program DMPA telah menurun menjadi 12 titik panas dan 7 titik api dari 23 titik panas dan 5 titik api pada 2016, serta 213 titik panas dan 158 titik api pada 2015,” kata Junaidi.
Camat Nanga Tayap Dewanto mengatakan, pertanian ekologi terpadu diharapkan bisa berkembang dari 8 desa binaan Sinar Mas Agribusiness and Food ke 12 desa lainnya. ”Di Nanga Tayap, ada 20 desa. Semua desa di wilayah kami sudah tersentuh izin perusahaan perkebunan, perkayuan, dan pertambangan. Jadi, perusahaan harus berkontribusi membina masyarakat,” katanya.
Menurut Dewanto, program pertanian ekologi terpadu juga harus terus disosialisasikan kepada masyarakat mengingat masyarakat di Nanga Tayap sudah terbiasa bertani secara tradisional. ”Bagi petani tradisional, sistem pertanian itu adalah sesuatu yang baru dan belum tentu bisa diterima. Untuk mengubah pola mereka, sosialisasi dan pembinaan harus terus dilakukan,” ujarnya.