”Yuk kita mampir di Pura Tirta Empul,” ujar filolog Nyoman Argawa setelah berkeliling di beberapa desa di Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, Minggu (11/2). Hari itu kompleks pura ini lumayan padat dikunjungi wisatawan dalam dan luar negeri.
Pura ini berada di Desa Manukayalet, Kecamatan Tampaksiring, berjarak 20 km utara Denpasar, ibu kota Provinsi Bali. Berketinggian sekitar 700 mdpl, menjadikan kompleks pura ini berhawa sejuk, ditambah daun pepohonan yang hijau menyegarkan, seakan menenteramkan hati pengunjung.
Di timur pura seluas 5 ha ini—hanya dibatasi pagar hidup—ada Istana Tampaksiring yang asri dan dibangun tahun 1957-1960 sebagai salah satu tempat peristirahatan Presiden Soekarno.
Pura Tirta Empul, yang harfiahnya berarti pura tempat air keluar dari tanah, sebenarnya merupakan obyek wisata religi. Pengunjung biasanya mandi di air pancuran yang bentuknya mirip keong di pura itu. Sedikitnya ada 30 pancuran di kompleks pura ini meski yang paling banyak diserbu pengunjung adalah pancuran Sudimala yang berjumlah 11 pancuran.
Tidak heran para pengunjung antre mandi di kolam penampung air pancuran Sudimala itu. Sebelum membasahi sekujur tubuhnya, para pengunjung berdoa menghadap pancuran.
”Air pancuran tidak terlalu dingin, saya tahan mandi berjam-jam. Beda dengan tempat melukat di Pura Suranadi (Lombok Barat), airnya sangat dingin, berendam 5 menit aja di sana sudah hebat,” kata Wayan Tama, petugas kebersihan Pura Tirta Empul.
Namun, kenyataannya banyak pengunjung mendekapkan kedua tangannya, seakan tidak tahan berlama-lama berendam di air kolam pancuran Sudimala yang dingin. Sebelum mandi, para pengunjung umumnya mencakupkan dua tangan di antara kening menghadap pancuran.
Di atas lokasi pancuran itu, ada dua titik sumber mata air yang dibungkus kain warna kuning dan hijau berada di sebuah kolam. Air kolam itu tembus ke sejumlah pancuran, kemudian air pancuran itu disalurkan menuju saluran irigasi areal sawah beberapa desa di kecamatan itu. Di atas kolam itu, ada pelataran yang akrab dengan bau dupa—tempat ritual bagi pengunjung.
Hujan yang menyiram seputar pura hari itu tidak menyurutkan niat pengunjung ke pura itu. Pengunjung membayar tiket Rp 15.000 per orang, lalu disediakan kain dan selendang yang dikenakan apabila masuk kompleks pura. Sebelum masuk pura, pengunjung, umumnya perempuan yang berambut panjang, agar mengikat rambutnya dengan gelang karet yang disediakan.
”Ya perempuan tidak boleh membiarkan rambutnya tergerai, harus diikat, karena begitu aturannya apabila melukat di sini,” ujar Wayan Tagel, petugas keamanan (pecalang) Pura Tirta Empul
Pura Tirta Empul dibangun pada zaman pemerintahan Raja Masula-Mesuli tahun Isaka 1182 (1260 M). Adapun permandian Tirta Empul dibangun pada masa pemerintahan Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa pada Sasih Kapat tahun Isaka 884, atau sekitar Oktober tahun 962. (Sejarah Pembangunan Pura-pura di Bali, Ktut Soebandi).
Melukat berasal dari kata lukat atau penyucian, yang bisa diartikan pembersihan pikiran dan jiwa secara spiritual dari pengaruh yang kurang baik. Seperti dikatakan salah seorang pengunjung yang mengaku acapkali menghadapi persoalan pekerjaan yang hampir membuatnya depresi dan stres. Pengunjung ini adalah karyawan kantor pemerintah di Denpasar yang sengaja datang untuk melakukan terapi mandi di pancuran Sudimala. Setelah mengguyur tubuhnya dengan air pancuran itu, kondisi fisiknya menjadi lebih segar, suasana hatinya pun lebih tenteram dan bersemangat.