MEDAN, KOMPAS — Perayaan Imlek di Maha Vihara Maitreya di kompleks Cemara Asri, Medan, Sumatera Utara, Jumat (16/2), penuh dengan nuansa persaudaraan. Ribuan umat Buddha datang ke wihara silih berganti untuk sembahyang pada Tahun Baru Imlek 2565.
Nuansa kebersamaan terasa kental karena wihara dengan luas sekitar 4,5 hektar itu tidak hanya dikunjungi umat Buddha. Umat non-Buddha juga datang ke tempat tersebut untuk menjalin kebersamaan, mengisi liburan, atau menambah pengetahuan tentang perayaan Imlek. Semua berbaur di kompleks wihara itu.
Suasana sembahyang Imlek pun terasa begitu khidmat. Sejak wihara dibuka pada pagi, para pengunjung terus berdatangan. Umat membakar dupa, lalu memanjatkan doa. Mereka juga memberikan hormat dan doa di patung Buddha Maitreya di depan wihara. Para umat tampak silih berganti mengelus perut patung setinggi lebih kurang 3 meter itu.
Orangtua tampak menggendong anaknya agar bisa mengelus perut dan mendapat kegembiraan dan keberuntungan dari Buddha Maitreya yang patungnya tampak dengan wajah penuh tawa ria itu. ”Buddha Maitreya adalah simbol sukacita, keberuntungan, dan sumber kebahagiaan,” kata Santi, juru bicara Maha Vihara Maitreya.
Pada perayaan Imlek ini, Maha Vihara Maitreya juga membuat sebuah pohon mei hua tiruan sebagai simbol pohon harapan. Di China, pada saat perayaan Imlek, bunga-bunga pohon mei hua biasanya bermekaran. Bunga-bunga itu merupakan simbol harapan bagi umat Buddha.
Di Maha Vihara Maitreya, pohon mei hua tiruan itu pun dibuat sebagai tempat umat Buddha menggantungkan harapan. Setelah umat berdoa, mereka menuliskan harapannya dalam sebuah kertas, kemudian memasukkannya pada salah satu dari 12 stoples kaca yang telah disediakan di bawah pohon harapan itu.
Santi mengatakan, nuansa pengharapan sangat kental dalam setiap perayaan Tahun Baru Imlek. Para umat biasanya memanjatkan doa untuk kebaikan, keberuntungan, kesejahteraan, kedamaian, dan kebahagiaan di tahun yang baru. ”Karena itu, simbol-simbol pengharapan juga sangat kental dalam setiap perayaan Imlek,” katanya.
Selain dengan pohon harapan, para umat juga menuliskan harapannya pada kertas, lalu menempelkannya pada badan lilin. Lilin itu kemudian dibakar dan dipersembahkan kepada Buddha Shakyamuni yang merupakan simbol kebijaksanaan, Dewi Kwan Im sebagai simbol welas asih, dan panglima perang Dewa Kwan Kong sebagai tanda kesetiaan.
Para umat Buddha pun menyampaikan doa untuk kebaikan bangsa dan persaudaraan. Dodi Warman (45) yang datang bersama istri dan dua anaknya berharap agar kesejahteraan diberikan kepada keluarganya dan bangsa Indonesia. ”Kita bangsa Indonesia telah melewati masa-masa sulit perekonomian beberapa tahun ini. Saya mendoakan agar perekonomian kita tahun ini membaik,” katanya.