Hal ini muncul setelah terjadi insiden penembakan yang menewaskan 17 orang dan melukai belasan warga lainnya di SMA Marjony Stoneman Douglas, di Parkland, Florida, Rabu (14/2). Pelakunya adalah Nikolas Cruz (19) yang pernah menempuh studi di sekolah tersebut.
Pada September 2017, seorang warga melapor ke FBI bahwa ada seseorang dengan menggunakan nama ”Nikolas Cruz” mengunggah video di Youtube dan mengatakan, ”Saya akan menjadi seorang penembak profesional di sekolah.” Selain melapor ke FBI, warga itu juga memberi tahu Youtube.
Namun, agen FBI, Robert Lasky, Kamis (15/2), menuturkan, badan federal itu tidak bisa mengidentifikasi pengunggah video. Lasky belum bisa menyimpulkan, apakah pengunggah video memang pelaku penembakan massal. Para pejabat menyelidiki kemungkinan petugas kecolongan membaca peringatan atas potensi kekerasan yang dilakukan oleh Cruz.
Tak ada orang yang curiga
Cruz pada Rabu memberondongkan peluru ke arah murid-murid di SMA Marjory Stoneman Douglas. Tidak ada orang yang curiga ketika dia turun dari taksi dan masuk ke pekarangan sekolah. Seorang guru menuturkan bagaimana dirinya memaksa murid-murid masuk ke dalam toilet demi menghindari peluru. Sebanyak 19 murid berimpitan dalam toilet itu.
Berdasarkan keterangan sejumlah saksi mata, Cruz awalnya menembaki orang-orang di lantai satu, kemudian naik ke lantai dua dan tiga untuk melakukan hal serupa. Setelah melakukan pembantaian, pelaku berjalan ke arah minimarket dan membeli minuman ringan di sebuah restoran cepat saji. Sekitar 40 menit kemudian, petugas menangkapnya saat dia sedang berjalan di pinggiran kota. Cruz tak melawan ketika ditangkap.
Cruz tercatat pernah menjadi murid di sekolah tersebut, tetapi dikeluarkan karena kasus pelanggaran disiplin. Seorang murid mengatakan, Cruz bertindak kasar kepada mantan pacarnya dan pemecatan itu terkait perkelahiannya dengan pacar mantan kekasihnya itu.
Bekas teman sekelasnya menggambarkan Cruz sebagai murid yang diasingkan teman-temannya sebab tindakannya yang sering mengacau. Seorang teman lainnya mengatakan, Cruz juga ”sangat gila senjata”.
Kelompok nirlaba Everytown for Gun Safety mengatakan, penembakan di SMA Marjony Stoneman Douglas merupakan yang ke-18 kalinya dalam tahun 2018. Jika dirunut ke belakang dari tahun 2013, Everytown for Gun Safety mencatat ada 291 penembakan di sekolah, rata-rata satu penembakan per minggu.
Cruz saat ini berada dalam pengawasan ketat dari kemungkinan bunuh diri. Dia dikenai 17 tuduhan. Hasil pemeriksaan sementara menunjukkan senapan semi-otomatis AR-15 yang digunakannya untuk menembak korban dibeli secara legal pada Februari tahun lalu.
Saat sekitar 1.000 warga pada Kamis silam berkabung dan melakukan aksi solidaritas terhadap korban di dekat tempat kejadian, petugas belum mengetahui motif di balik penembakan massal.
Reaksi Trump
Presiden AS Donald Trump dalam pernyataannya berjanji untuk menangani keamanan sekolah serta memberi perhatian pada masalah kesehatan jiwa. ”Saya ingin Anda tahu bahwa Anda tidak sendiri dan tidak akan pernah sendiri,” katanya untuk bersimpati pada kerabat korban.
Trump sama sekali tidak menyinggung tentang penderitaan akibat kejahatan senjata. Juru Bicara Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan, saat ini fokus Presiden adalah pada rasa duka korban dan simpati guna mempersatukan negara.
Selama ini Trump diketahui mendukung kepemilikan senjata api. Saat kampanye, salah satu kelompok pendukungnya adalah Asosiasi Senjata Nasional.
Trump yang mempunyai klub pribadi sekitar 40 kilometer dari lokasi kejadian akan berkunjung ke SMA Marjony Stoneman Douglas, tetapi belum diketahui tanggalnya. Akibat insiden ini, Presiden membatalkan acara promosi pembangunan infrastruktur di Orlando yang semula dijadwalkan Jumat. Ia membatalkan pula keikutsertaannya dalam sebuah kampanye di Pennsylvania, pekan depan.
Mantan Presiden AS Barack Obama, yang selama ini jarang berkomentar, melalui Twitter, mengingatkan tentang perdebatan yang belum selesai dalam hal aturan keselamatan senjata.
Kubu Partai Demokrat menilai, Kongres perlu melakukan sesuatu guna mencegah terulangnya tragedi semacam ini. ”Cukup,” kata Senator Bill Nelson. Ia mendorong para anggota legislatif untuk membicarakan cara penghentian kekerasan senjata.
Setelah kasus penembakan massal di Las Vegas yang menewaskan 58 orang, awal Oktober 2017, Kongres membahas pelarangan penggunaan alat penyangga yang memungkinkan senapan biasa bekerja seperti senapan otomatis. Namun, upaya ini melemah setelah mendapat tentangan dari Republiken.