Semangat Anak Seram Meraih Mimpi
Dalam selimut kabut tebal, sekitar 100 anak sekolah berkumpul di tengah kampung Hukuanakota di pedalaman Pulau Seram, Maluku. Mereka bersiap ke sekolah yang berjarak 36 kilometer dari kampung.
Tekad untuk menggapai hidup lebih baik dan membantu orang lain melecut semangat anak-anak itu.
- English Version: Children of Seram Reach for the Starts
Awal Januari lalu merupakan akhir masa liburan. Mereka harus ke kota untuk kembali belajar di sekolah. Berkumpul di tengah kampung menjadi ritual yang wajib dilakukan sebelum merantau mencari ilmu. Di pusat kampung itulah para tetua memberikan nasihat dan doa demi kelancaran studi mereka.
”Sekolah baik-baik supaya hidup lebih baik dan bisa bantu orang lain,” ujar Tos Tosil, tetua Hukuanakota.
Setelah mendapat nasihat dan doa, anak-anak bergegas meninggalkan kampung di pegunungan itu menuju Kairatu di pesisir Seram. Di Kairatu terdapat sekolah jenjang SMP hingga SMA.
Jalanan setapak terjal bersambung aspal rusak berat membentang di hadapan mereka. Rute yang dilintasi bertahun-tahun itu hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki, dilanjutkan dengan menumpang truk bak terbuka.
Selepas dari permukiman, mereka disambut turunan dengan kemiringan 45 derajat. Agar tidak terperosok akibat licinnya jalan yang dibasahi embun, beberapa dari mereka melepas alas kaki. Kaki-kaki kecil liat itu lincah melewati rintangan batu, akar pohon, dan melipir di tepi tebing yang curam.
Jalur itu sering longsor dan pernah memakan korban. Ada yang patah tulang, bahkan meninggal karena cedera parah. Korban umumnya tak tertolong lantaran tak ada petugas medis. Turunan itu juga sering menjadi saksi meninggalnya ibu hamil atau pasien gawat darurat saat dipikul warga ke pesisir.
Panjang jalan turunan sekitar 2 kilometer itu memaksa pejalan kaki yang membawa beban berat harus beristirahat setidaknya lima kali. Saat hujan atau gelap malam, waktu rehat bisa lebih banyak. Berulang kali warga dengan peralatan seadanya memperbaiki jalan setapak itu, tetapi tetap rusak jika hujan lebat.
Selepas turunan itu, mereka melewati anak sungai. Ada yang memilih menerobos badan air, sementara yang lain meniti kayu gelondongan yang dijadikan jembatan. Kayu dengan lebar kurang dari 30 sentimeter yang membentang di badan sungai sejauh hampir 10 meter itu licin. Jika hujan lebat dan permukaan air naik, mereka harus berjalan di atasnya. Tak jarang ada yang jatuh dan terseret air.
Selanjutnya, tanjakan tajam dengan panjang lebih dari 3 kilometer menanti. Mereka berhenti sebentar untuk mengatur napas. Sekadar menghilangkan letih, beberapa dari mereka yang punya bakat melawak tampil membangkitkan gelak tawa. Mereka juga berswafoto dengan telepon pintar yang selama di kampung hanya bisa dipakai untuk mengambil gambar dan memutar musik. Maklum, di Hukuanakota tak ada sinyal.
Hampir dua jam Kompas menemani perjalanan mereka sejauh 12 kilometer hingga tiba di Desa Honitetuh, ibu kota kecamatan. Dua truk bak terbuka siap mengantar mereka ke Kairatu yang berjarak lebih kurang 24 kilometer. Hukuanakota dan Honitetuh sama-sama masuk Kecamatan Inamosol, Kabupaten Seram Bagian Barat.
Di Honitetuh sudah menanti orangtua yang lebih dulu berjalan kaki dari Hukuanakota sejak subuh. Mereka membawakan bekal untuk anak mereka berupa pisang, sagu, dan umbi-umbian. Bekal dibawa secukup mungkin untuk persediaan selama beberapa bulan atau hingga masa liburan terdekat.
Tarif sewa ojek dari Hukuanakota ke Kairatu Rp 100.000 per orang menjadi alasan para orangtua tak sering mengunjungi anak mereka. Di Kairatu, anak-anak itu tinggal di tempat kos, menumpang di rumah keluarga, atau dibuatkan rumah sementara oleh orangtuanya.
Tekad dan semangat
Perjalanan jauh dan melelahkan itu ditempuh lantaran di Hukuanakota dan Honitetuh tak ada sekolah SMP dan SMA. Yohanes Soriale (18), siswa kelas XII SMA Negeri 1 Kairatu, berjalan kaki sejak SMP. Ia lulusan SMP Negeri 1 Kairatu, tak jauh dari SMA Negeri 1 Kairatu.
Yohanes, yang juga koordinator pelajar Hukuanakota itu, menuturkan, selama liburan di kampung, mereka mencari dana dengan berdendang dari rumah ke rumah atau kerja borongan. Uang itu dipakai untuk menyewa truk yang mengangkut mereka dari Honitetuh ke Kairatu sebesar Rp 300.000. Uang itu juga kadang dipinjamkan kepada siswa yang kehabisan bekal saat di Kairatu.
”Orang-orang di kota sukses karena mereka sekolah. Kami juga ingin seperti mereka, maka kami harus sekolah,” katanya.
Yohanes yang tinggi badannya 165 sentimeter itu bercita-cita menjadi polisi. Ia meyakini, hanya lewat pendidikan, masa depannya akan lebih
baik.
Helmi Rivaldo Kapitan (12), siswa kelas VII SMP Negeri 1 Kairatu, bercita-cita menjadi dokter agar bisa membantu orang sakit di Hukuanakota. Sejak kecil, anak-anak itu menjadi saksi meninggalnya warga kampung yang tak tertolong karena tak ada tenaga medis.
Seperti Agustus 2017, janin kembar meninggal dalam kandungan ibu. Ada juga ibu hamil yang melahirkan di tengah jalan saat dipikul ke Honitetuh.
Semangat belajar juga ditunjukkan anak-anak SD di Hukuanakota. Layanan listrik yang buruk oleh PLN setempat tak menyurutkan semangat mereka untuk belajar di malam hari. Mereka menggunakan lampu minyak. Di kampung itu dibuat aturan jam belajar, mulai pukul 19.00 hingga 21.00. Selama jam belajar, warga di desa berpenduduk 884 orang itu diminta menjaga ketenangan.
Sebetulnya, di kampung itu layak dibangun SMP. Jumlah lulusan SD setiap tahun yang mencapai 30 orang dianggap memenuhi syarat. Namun, masyarakat khawatir, akses jalan yang buruk bakal menjadi alasan para guru menolak bertugas di sana. Orangtua dan anak lebih memilih belajar di Kairatu kendati harus berjalan jauh.
Sekretaris Desa Hukuanakota Benny Tosil mengatakan, kesadaran akan pentingnya pendidikan mulai tumbuh 10 tahun terakhir. Perkembangan informasi lewat media dan cerita sukses orang berpendidikan di kota menjadi pelecut semangat keluarga untuk menyekolahkan anak-anak.
Semangat yang sama tumbuh pada anak-anak. Selama ini, keterbatasan akses dianggap sebagai penghalang anak-anak pedalaman Seram meraih mimpi. Kini, mereka berjalan kaki melawan keterbatasan itu untuk masa depan lebih baik.