Pemprov DKI Jakarta Belum Serius Cegah Banjir
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai belum serius mencegah banjir. Mereka masih fokus pada tahap penanganan setelah terjadi banjir.
Saat ini, pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, masih fokus pada penanganan pengungsi dan setelah terjadi banjir. Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, Pemprov DKI Jakarta belum tegas mengambil kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir di Jakarta.
“Masyarakat menunggu skema kebijakan yang tegas untuk tangani banjir,” kata Yayat saat dihubungi di Jakarta, Minggu (18/2). Menurut Yayat, perdebatan tentang kebijakan naturalisasi dan normalisasi atau relokasi dan revitalisasi tidak akan menyelesaikan masalah.
Yayat menegaskan, pemprov DKI Jakarta harus segera mengambil keputusan dengan cepat dan menggunakan dasar perencanaan yang jelas. Perencanaan tersebut dapat menjadi bahan dialog bersama warga yang terkena dampak penataan.
Perencanaan tersebut harus menggunakan dasar perhitungan mulai dari anggaran hingga lokasi penataan yang jelas. “Rencana tersebut harus masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD),” kata Yayat.
Menurut Yayat, perencanaaan yang jelas tersebut dapat menghasilkan kepastian program dan kegiatan penanggulangan banjir. Pemprov pun dapat mengevaluasi kinerja yang dilakukan dalam menangani permasalahan banjir di Jakarta.
Sebagai contoh, pembenahan tanggul Kampung Pulo yang letaknya berada di dataran rendah sehingga tekanan air yang besar mampu membuat tanggul tersebut jebol dapat segera dievaluasi dan dicari solusinya. “Penyelesaian masalah di Kampung Pulo akan berbeda dengan wilayah lain,” kata Yayat.
Sebagai contoh banjir di Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat terjadi karena penyempitan Kali Semongol. Kali tersebut berfungsi sebagai kawasan parkir air.
Kawasan parkir air berfungsi sebagai tempat air menunggu giliran masuk ke laut. Kawasan di sekitar Kali Semongol akan selalu kebanjiran ketika debit air laut dan curah hujan sedang tinggi.
“Penyempitan akibat pemukiman di sekitar Kali Semongol harus segera diatasi apabila ingin kawasan tersebut bebas banjir,” kata Yayat. Penyelesaian tersebut dapat menggunakan normalisasi sungai sehingga dibutuhkan relokasi atau pembuatan kampung deret.
Selain langkah cepat dan jelas, Yayat meminta antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pemprov DKI Jakarta dapat bersinergi mengatasi permasalahan banjir dari pencegahan hingga setelah terjadi banjir. “Untuk dapat bersinergi, dibutuhkan satu komando yang tegas dan cepat atasi resiko banjir. Jika permasalahan banjir ini berlarut-larut dan tidak segera diatasi, maka akan menjadi masalah yang panjang,” kata Yayat.
Relokasi
Warga Tegal Alur telah menyetujui jika harus direlokasi untuk normalisasi sungai. Mereka ingin kawasan tersebut bebas banjir.
Warso (38), warga Jalan Manyar, Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat mengatakan, bertahun-tahun pemerintah berencana untuk normalisasi Kali Semongol. Namun, rencana tersebut tidak pernah terealisasi.
Akibat luapan Kali Semongol, pemukiman di sekitar Jalan Manyar Raya kebanjiran hingga 60 sentimeter pada Rabu (14/2) malam hingga Sabtu (17/2) pagi. Warga di sekitar Jalan Manyar pun telah terbiasa dengan banjir karena terjadi setiap setahun sekali.
Maesaroh (47),warga Jalan Manyar RT 001 RW 011, Kelurahan Tegal Alur, Kecamatan Kalideres mengatakan, setiap setahun sekali rumahnya selalu kebanjiran. Karena situasi tersebut, ia pun meninggikan rumahnya menjadi dua lantai dan meninggikan lantai bawah rumahnya.
Menurut Maesaroh, banjir tersebut akibat luapan Kali Apuran dan Kali Semongol. Zul Firdaus (32), petugas Unit Pelaksana Kebersihan Badan Air Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengatakan, air yang mengalir di Kali Apuran tidak dapat mengalir ke Kali Semongol karena tertahan sampah di bawah jembatan Manyar. Akibatnya, ketika hujan deras, air meluap ke wilayah pemukiman penduduk.
Adapun luapan Kali Semongol terjadi karena debit air laut yang tinggi. “Air dari Kali Semongol akan mengalir ke arah laut. Karena debit air laut sedang tinggi, maka air di Kali Semongol tertahan dan meluap ke pemukiman penduduk,” kata Zul.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan hujan akan terus terjadi pada bulan Februari. Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan, musim hujan akan terjadi hingga bulan Maret atau April. (DD08)