Bus Kelas Dunia Untuk Jakarta
Transjakarta mulai melirik pangsa penumpang nonkoridor. Ratusan bus berpintu rendah pun disiapkan untuk mengakomodasi perjalanan penumpang dari halte di sisi kiri. Kenyamanan penumpang menjadi keutamaan.
Anda pernah naik bus transjakarta berpintu rendah yang melayani rute Harmoni – Bundaran Senayan? Atau, Anda pernah menaiki bus tingkat transjakarta yang wira wiri di rute-rute wisata?
Nyamankah busnya? Bagaimana dengan pendingin ruangannya : maksimal dinginnya? Bagaimana kursinya : resik atau bernoda? Lorong tempat penumpang berdiri : legakah? Lalu lantai bus bagaimana : rata atau bergelombang?
Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena dalam beberapa bulan terakhir bus-bus berpintu rendah mulai dioperasikan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), termasuk bus gratis rute Harmoni-Bundaran Senayan. Bus itu menjemput penumpang di halte biasa di sisi kiri, tidak di halte koridor transjakarta seperti yang lazim dilihat dalam 15 tahun terakhir. Penumpang naik dari pintu depan dan tengah sebelah kiri, bukan pintu kanan.
Lebih menarik lagi karena lantai bus rendah. Sehingga saat penumpang naik, ia tidak perlu repot memanjat, cukup melangkah seperti naik anak tangga.
Bus-bus berpintu rendah (low entry) itu membuat Jakarta seperti kota besar di negara maju. Sebutlah Singapura atau Tokyo, juga kota-kota besar di Eropa yang saat ini sudah menggunakan bus-bus low entry.
Transjakarta bukan tanpa alasan mengadakan 300 unit bus low entry pada 2017. “Kami sudah mencoba di Singapura, bus low entry memiliki alur keluar masuk yang membuat penumpang nyaman. Bus dengan desain ini mampu menampung penumpang lebih banyak,” terang Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transjakarta, Wijanarko saat kunjungan ke karoseri Nusantara Gemilang di Kudus, Jawa Tengah, Selasa (13/2).
Bus tipe low entry berbeda dengan bus low deck. Low entry, imbuh Wijanarko, memiliki pintu masuk di depan dan tengah dengan lantai rendah sehingga tidak perlu ada tangga masuk sampai ruang penumpang. Di dalam, ada kursi untuk penumpang, area berdiri, dan ruang untuk penumpang berkursi roda. Di belakang, ada lantai naik dengan satu atau dua anak tangga untuk penumpang duduk.
Adapun low deck artinya kendaraan dengan lantai rendah, mulai pintu depan dan tengah, hingga ke ruang penumpang di belakang. Tidak ada anak tangga di dalam bus. "Transjakarta belum punya bus low deck itu,” ujar Wijanarko.
“Model (low entry) ini kami pilih dengan pertimbangan lain juga. Saat MRT Jakarta nanti beroperasi, transjakarta akan menjadi feeder atau pengumpan jarak dekat. Bus ini dirancang dengan ruang yang lebih besar di area depan untuk penumpang berdiri. Bus low entry ini akan menghubungkan antarstasiun MRT, perkantoran, stasiun KRL, dan halte transjakarta layaknya bus kota. Nantinya bus ini tidak berjalan di koridor transjakarta,” ujar Wijanarko.
Potensi jalur nonkoridor
Bus-bus low entry itu akan melengkapi bus-bus regular berpintu kanan yang sudah dioperasikan di 13 koridor bus transjakarta. Perusahaan transportasi milik Pemprov DKI Jakarta itu meyakini, jumlah bus di koridor saat ini sudah cukup.
Justru potensi penumpang non koridor atau non bus rapid transit (BRT) yang masih banyak dan mesti dilayani juga, sehingga muncullah gagasan memilih bus model low entry.
Melihat statistik, dalam tiga tahun terakhir dengan penataan manajemen dan operasional, jumlah pengguna bus transjakarta naik signifikan. Pada 2015, jumlah penumpang total 102 juta orang. Lalu menjadi 123 juta penumpang pada 2016 dan pada 2017 sebanyak 144 juta penumpang dilayani transjakarta.
Berbahan aluminium
Budi Kaliwono, Direktur Utama Transjakarta menambahkan, 300 bus low entry itu dibangun di dua karoseri di Jawa Tengah, yaitu Laksana, Ungaran; dan Nusantara Gemilang, Kudus.
Sebanyak 191 bus yang dibangun di Karoseri Laksana (41 unit sasis Mercedes Benz dan 150 unit sasis Scania) sudah dikirim ke Jakarta dan beroperasi. Laksana masih menuntaskan delapan unit lagi. Sisanya, 101 unit masih dikerjakan di Nusantara Gemilang.
Nusantara Gemilang memiliki spesialisasi membangun bus berbadan aluminium dan mendapat rekomendasi produsen sasis Mercedes Benz. Bus berbadan aluminium, menurut Budi, adalah terobosan baru. “Bangga, kami (Transjakarta) menjadi yang pertama mengoperasikan bus dengan body aluminium,” ujar Budi.
Merujuk pada tren kota besar dunia, bus kota saat ini banyak terbuat dari aluminium. Bahan yang ringan membuat bus irit bahan bakar serta tidak mudah berkarat, dapat didaur ulang, dan mudah dalam perawatan. Kelebihan lainnya, penumpang terangkut lebih banyak.
Budi menerangkan, dengan sasis Mercedes Benz, berat maksimal yang mampu ditampung 17 ton. Supaya bisa memuat lebih banyak penumpang, badan bus perlu dibuat ringan. Dengan menggunakan aluminium, bobot bus akan berkurang serta mengurangi dempul untuk meratakan permukaan bodi bus.
Dijelaskan Wijanarko, ada selisih berat hingga sekitar 800 kilogram bila menggunakan aluminium. Apabila berat penumpang rata-rata 60 kg, maka bus masih bisa memuat 10–14 orang lebih banyak. “Bus ber-frame alumunium dapat mengangkut 73 penumpang, bus ber-frame metal hanya mampu menampung 66 orang penumpang,” ujar Wijanarko.
Budi meyakini, pemilihan bahan aluminium juga memenuhi arahan Pemprov DKI Jakarta untuk menciptakan kendaraan ramah lingkungan. Bahan aluminium akan menghasilkan CO2 yang lebih rendah.
Untuk Jakarta yang juga ibukota negara, bus low entry kelas dunia itu akan membuat Jakarta sejajar dengan kota-kota besar dunia dalam kualitas penyediaan sarana angkutan umum.
Sebelum dipergunakan untuk publik, bus low entry itu akan dipergunakan sebagai kendaraan bagi atlet dan tim peserta Asian Games 2018 di Jakarta.
“Kami bekerja keras memenuhi target Transjakarta, supaya Juli kami bisa mengirimkan bus-bus low entry dengan body aluminium ke Jakarta,” terang pemilik Karoseri Nusantara Gemilang Christian Nathanael.