Ketika Milenial Indonesia Berkarya untuk Negeri Tercinta
Ketika berkarya untuk Tanah Air, keempat milenial ini memegang semangat nasionalisme. Mereka mempersembahkan kontribusi untuk Indonesia tanpa memandang apa pun.
Ada Livi Zheng yang bergerak di dunia perfilman, Robyn Soetikno dan Leonika Sari di bidang kesehatan, dan Jason Gozali di pasar saham. Usia mereka masih dalam rentang 20-30 tahun.
Sebagai seorang Indonesia, Livi ingin memperkenalkan Tanah Air di kancah internasional. Saat ini, dia menjadi sutradara yang berkarier di Hollywood, Amerika Serikat (AS).
Saya seorang yang lahir dan besar dalam budaya Indonesia, budaya yang berasal dari lebih dari belasan ribu pulau dan ratusan suku yang menjadi satu identitas.
”Saya seorang yang lahir dan besar dalam budaya Indonesia, budaya yang berasal dari lebih dari belasan ribu pulau dan ratusan suku yang menjadi satu identitas,” tutur perempuan yang lahir pada 1989 saat dihubungi, Minggu (18/2).
Cuplikan-cuplikan budaya Indonesia selalu dimasukkan ke dalam film karya Livi. Dia menceritakan, ada puluhan budaya Indonesia dalam film Brush with Danger yang masuk seleksi nominasi Piala Oscar 2015. Adegan-adegan pencak silat, bela diri khas Indonesia, dikombinasikan dalam sejumlah adegan di film Insight yang digarap pada 2017.
Pada tahun ini, filmnya yang berjudul Bali: Beats of Paradise akan diluncurkan di bioskop-bioskop AS. ”Film ini bertemakan gamelan. Shooting-nya tahun lalu di Bali,” ucap Livi.
Livi juga tengah menggarap film berjudul Indonesia: A True Partner for World Peace. Film ini merupakan kampanye keanggotaan Republik Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB).
Menurut Livi, film merupakan media yang memiliki keuatan untuk menyampaikan pesan di era digital. Distribusinya juga mudah, dapat melalui bioskop ataupun platform dalam jaringan (daring), seperti Netflix atau Youtube.
Ditambah lagi, dunia perfilman menjadi hasrat jiwa Livi. Karena itu, dia merasa senang dapat membanggakan Indonesia lewat karya yang datang dari kecintaannya.
Saya selalu mendorong anak muda Indonesia untuk berkarya tanpa melupakan asalnya. Asal-muasal kita adalah inspirasi dan kekuatan bagi kita dalam berkarya.
”Saya selalu mendorong anak muda Indonesia untuk berkarya tanpa melupakan asalnya. Asal-muasal kita adalah inspirasi dan kekuatan bagi kita dalam berkarya,” katanya.
Demi Indonesia sehat
Rendahnya dialog kesehatan di masyarakat meresahkan Robyn. Setelah menempuh studi terkait psikologi dan manajemen kesehatan di AS dan Inggris, perempuan kelahiran 1993 ini pulang ke Tanah Air untuk membuka ruang dialog dan edukasi kesehatan.
Kepulangan ke Tanah Air, menurut Robyn, merupakan bukti nasionalismenya. ”Ketika berbicara soal kesehatan, ini adalah hak asasi setiap manusia, tak peduli apa pun suku, agama, dan rasnya,” ujarnya saat dihubungi, Minggu.
Ketika berbicara soal kesehatan, ini adalah hak asasi setiap manusia, tak peduli apa pun suku, agama, dan rasnya.
Dengan semangat itu, Robyn dan tim meluncurkan laman web guesehat.com pada April 2017 dan aplikasi ponsel bernama Teman Bumil (aplikasi untuk ibu hamil) pada November 2017. Dia memiliki tim beranggotakan 10-15 orang yang terdiri dari dokter, psikolog, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain untuk berdialog dengan masyarakat secara daring.
Robyn berharap, kedua platform itu dapat memberikan edukasi kesehatan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bertanggung jawab pada kesehatannya sendiri.
”Kami melayani setiap pasien dan memberikan konsultasi langsung dari ahlinya. Biasanya, kami juga merekomendasikan pasien untuk ke klinik terdekat atau dokter terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut,” katanya.
Hingga saat ini, rata-rata pengunjung guesehat.com mencapai 600.000 per bulan. Sementara aplikasi Teman Bumil sudah diunduh 80.000-an kali. Pada pertengahan 2018, Robyn berencana meluncurkan aplikasi Teman Busui, sebuah aplikasi untuk ibu menyusui.
Tak hanya Robyn, Leonika juga bergerak di bidang kesehatan. Pada 2015, Leonika (25) dan tiga temannya mendirikan usaha rintisan atau startup bernama Reblood, aplikasi ponsel untuk donor darah.
Leonika menceritakan, ide Reblood datang dari keprihatinannya pada kurangnya stok darah di Indonesia yang mencapai 1 juta kantong per tahun. Satu kantong darah berisi 350 cc atau mililiter darah.
Aplikasi ponsel ini bertujuan menjembatani donor dengan Palang Merah Indonesia di sekitarnya. Ketika seseorang hendak mendonorkan darahnya, aplikasi ini memberitahukan lokasi PMI terdekat.
Dalam berkarya untuk Tanah Air, saya sama sekali tidak memandang perbedaan. Saya lahir di sini (Indonesia) dan saya ingin melakukan yang terbaik.
”Dalam berkarya untuk Tanah Air, saya sama sekali tidak memandang perbedaan. Saya lahir di sini (Indonesia) dan saya ingin melakukan yang terbaik,” ujar Leonika saat dihubungi, Minggu.
Hingga saat ini, aplikasi ini sudah beroperasi di Surabaya sejak 2015. Pada Desember 2017, Reblood mulai beroperasi di Jakarta.
Sejak diluncurkan, ada 13.000 orang yang bergabung dalam Reblood. ”Tetapi mayoritas usianya di atas 40 tahun. Tahun ini, kami menargetkan ada 10.000 donor baru yang berasal dari kelompok pemuda,” kata Leonika.
Perkuat ekonomi nasional
Pemerintah tengah menggiatkan gairah pasar saham sebagai salah satu sumber modal perekonomian nasional. Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio menargetkan, kapitalisasi pasar saham bernilai Rp 10.000 triliun pada 2018 (Kompas, 23/1).
Oleh sebab itu, pendiri komunitas Investor Muda Jason Gozali mengatakan, investasi saham dapat menjadi wujud nasionalisme. ”Ketika kita investasi di pasar saham, secara langsung kita turut memberikan modal bagi perusahaan-perusahaan dalam negeri yang sudah terdaftar di bursa. Ini cara paling sederhana dan praktis untuk berkontribusi bagi perekonomian nasional,” katanya saat dihubungi, Minggu.
Ketika kita investasi di pasar saham, secara langsung kita turut memberikan modal bagi perusahaan-perusahaan dalam negeri yang sudah terdaftar di bursa. Ini cara paling sederhana dan praktis untuk berkontribusi bagi perekonomian nasional.
Jason mendirikan komunitas ini karena gelisah terhadap kondisi pasar saham nasional pada 2013-2015. Pria kelahiran tahun 1991 ini menceritakan, pada saat itu investor asing berkontribusi 65 persen-70 persen di Bursa Efek Indonesia. Menurut dia, kondisi ini tidak membuat Indonesia berdaulat atas pasar sahamnya.
Komunitas Investor Muda didirikan khusus untuk memberikan pemahaman investasi di pasar saham kepada pemuda. Setiap bulannya, komunitas ini mengadakan pertemuan awal yang dapat dihadiri 40-50 peserta baru.
Jason berharap, komunitasnya dapat memberi pemahaman kepada pemuda dalam berinvestasi di pasar saham dan berdampak bagi perekonomian nasional serta menanamkan kebiasaan menabung. Menurut dia, keuntungan yang diraih investor juga dapat berdampak pada peningkatan daya beli masyaralat.
”Semua orang dari berbagai suku, agama, dan ras pasti membutuhkan uang. Seharusnya, investasi di pasar saham ini dapat menjadi salah satu alat pemersatu bangsa,” ujarnya.
Empat anak muda milenial di atas telah membuktikan baktinya kepada negara dengan semangat nasionalisme yang dipegang masing-masing. Dalam hal berkarya untuk bangsa, kontribusi nyata selayaknya menjadi sorotan utama. (DD09)