PBB dan PKPI, Pertaruhan Sekali Lagi
Sudah berulangkali Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia dinyatakan tidak lolos pada tahapan Pemilihan Umum 2014 dan 2019. Namun, berulangkali pula keduanya memenangkan gugatan sengketa pemilu dan lolos ke tahapan pemilu selanjutnya.
Sebelumnya, pada Pemilu 2014, PBB dan PKPI gagal lolos karena terganjal verifikasi faktual. Keduanya pun mengguggat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Alhasil, keduanya dinyatakan memenangi gugatan dan berhak lolos ke tahapan pemungutan suara.
Kedua parpol itu kembali lolos dari lubang jarum pada Pemilu 2019. Pada tahapan awal, penelitan administrasi, akhir 2017, PBB dan PKPI dinyatakan tidak lolos. Namun, mereka melaju lagi setelah mengguggat sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Duet itu kembali diuji. Kini, mereka tidak lolos menjadi peserta Pemilu 2019. Hal itu dinyatakan KPU pada Rekapitulasi Nasional Penetapan Peserta Pemilu, Sabtu (17/2). KPU menyatakan PBB dan PKPI tidak memenuhi syarat keanggotaan 75 persen di 34 provinsi.
Pada Senin, (19/2), PBB mencoba peruntungan lagi. Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra didampingi Sekretaris Jenderal Afriansyah Noor mendatangi Kantor Bawaslu, Jakarta. Mereka membawa dokumen bukti untuk menggugat ketidaklolosan.
“KPU telah membuat kesalahan yang fatal. Kesalahan itu membuat PBB tidak memenuhi syarat untuk lolos ke Pemilu 2019. Untuk itu, kami telah menyiapkan dokumen, saksi, dan rekaman video untuk menggugat ke Bawaslu,” ucap Yusril, pada konferensi pers di Kantor Bawaslu.
Adapun, PBB tidak lolos setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat 75 persen keanggotaan di Papua Barat. Hal itu terjadi setelah ketidakhadiran anggota kepengurusan di Kabupaten Manokwari Selatan.
Menurut Yusril, keputusan KPU adalah lelucon karena di Kabupaten tersebut, hanya ada enam orang. “Masa hanya karena enam orang kami dinyatakan gagal?” tanyanya.
Apalgi, dia mengklaim keenam orang tersebut hadir tetapi terlambat. Hal itu terjadi karena letak geografis anggota PBB yang terletak di daerah dataran tinggi.
Meski begitu, Yusril mengatakan, permasalahan itu seharusnya sudah selesai. Pada rapat pleno di KPUD Papua Barat, kesalahpahaman itu telah diperbaiki dan PBB dinyatakan lolos. “Ada berita acaranya, video rekaman, dan pemberitaan media yang hadir,” tegasnya.
Baru pada 14 Februari, Yusril mengetahui bahwa Provinsi Papua Barat tidak memenuhi syarat. Tenggat waktu terbatas, tiga hari dari Rekapitulasi Nasional, membuat dia tidak bisa berbuat banyak.
“Intinya kami punya bukti dengan berita acara, video, dan menghadirkan saksi langsung. Kami akan menggugat ke Bawaslu semoga dapat lolos kembali,” harap Yusril.
Sementara itu, saat dihubungi, Sekjen PKPI Imam Anshori mengungkapkan, akan mengajukan gugatan ke Bawaslu pada Selasa (20/2). Menurut dia, saat ini pihaknya sedang mengumpulkan bukti untuk dibawa.
Hal yang harus dibuktikan PKPI cukup banyak. Mereka tidak memenuhi syarat di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
Imam menjelaskan, banyak faktor yang akan digugat. Menurut dia, KPU salah dalam tidak meloloskan partainya. “Beberapa KPUD tidak melaksanakan ketentuan. Misalnya mereka tidak mendatangi kantor PKPI, malah mengundang PKPI yang datang ke kantor KPUD setempat,” ucapnya.
Selain itu, Imam juga mengungkapkan, banyak anggota PKPI yang terlambat datang. Namun, tidak ditunggu atau diberi kesempatan lagi. Pihak KPU langsung memberikan status tidak memenuhi syarat pada wilayah itu.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengatakan, peraturan itu harus benar-benar dilaksanakan seadil mungkin. Tidak bisa karena hanya enam orang lalu ditoleransi. Menurut dia, itu akan menimbulkan ketidakadilan pada parpol lain yang juga berpartisipasi.
“Tidak boleh ada kemudahan terhadap alasan apa pun. Baik itu enam orang atau terlambat datang. Persyaratan yang ditentukan harus dipenuhi,” kata Titi.
Usai penetapan peserta Pemilu 2019, Sabtu (17/2), Ketua KPU Arief Hidayat menyampaikan, akan mempertanggungjawabkan segala keputusan yang telah dikerjakan KPU. Mereka pun akan menyiapkan dokumen-dokumen bukti untuk menghadapi gugatan sengketa yang masuk ke Bawaslu.
Sementara itu, Anggota Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, akan menerima gugatan sengketa sampai Rabu, (21/2). Setelah pendaftaran gugatan ditutup, akan dilangsungkan proses mediasi antara KPU dan penggugat selama dua hari.
“Bila mediasi tidak berhasil. Baru dilanjutkan tahapan selanjutnya sekitar 12 hari kalender sampai hasil pengumuman,” kata Rahmat, saat ditemui Senin (19/2), di Kantor Bawaslu.
Adapun, Bawaslu pada Desember 2017 berhasil memediasi KPU dengan Partai Berkarya dan Partai Garuda pada tahapan awal Pemilu 2019. Kini, kedua parpol itu berhasil lolos bersama 12 parpol lainnya menuju Pemilu 2019.
Parpol lain yang lolos adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Nasional Demokrat, Partai Amanat Nasioal, Partai Keadilan Sosial, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Solidaritas Indonesia, dan Partai Persatuan Indonesia.
Rahmat mengatakan, masih ada peluang mengenai kemungkinan kembalinya PBB dan PKPI. Hal itu tergantung dari data dan bukti yang disampaikan nanti. “Bisa salah KPU atau bisa juga salah parpolnya,” ucapnya.
Partai penghibur
PBB dan PKPI telah tertinggal satu langkah dari parpol lainnya. Pada Minggu (18/2) telah dilakukan pemilihan nomor urut. Hal itu dikatakan Yusril sebagai keputusan yang merugikan partainya.
“Seharusnya pengundian nomor urut menunggu kepastian semua partai lolos atau tidak. Kalau begini kan kami jadi dirugikan,” tegas Yusril.
Menurut Yusril, partainya kehilangan sosialiasi besar-besaran media massa karena tidak ikut serta dalam pengambilan nomor. Malah, PBB mendapatkan publikasi buruk karena gagal lolos. “Anggota kami di daerah bisa hilang semangatnya karena pemberitaan itu,” ucapnya.
Bila PBB dan PKPI lolos, mereka harus menggunakan nomor urut yang tersisa. Nomor urut itu adalah 19 dan 20. Nomor urut 1-14 digunakan oleh parpol nasional, sedangkan 15-18 telah digunakan oleh partai lokal.
Menurut Titi, tidak ada yang salah dengan pengundian nomor. Pelaksanaan undian setelah ditetapkannya kelolosan sudah terjadi sejak 2014. “Kalau menunggu proses sengketa selesai, bisa mengganggu sosialisasi parpol lain. Tahapan ini normal dan tidak menyimpang,” ucapnya.
Titi menambahkan, ketidakurutan nomor urut tidak akan berpengaruh pada kesuksesan suara parpol. Hal itu terbukti pada Partai Nasdem yang bernomor urut 1, tetapi berujung pada peringkat 9 pada Pemilu 2014.
“Nomor urut hanya memudahkan parpol dalam mencari dan menyusun jargon, dan slogan kampanye. Tetapi, lagi-lagi tidak ada korelasi signifikan dalam menentukan menangnya parpol,” tutur Titi.
Tentunya PBB dan PKPI harus belajar dari Pemilu 2014. Ketika itu, perhatian mereka tersedot ke gugatan PTTUN. Alhasil, PBB hanya mendapatkan 1,46 persen suara dan PKPI mendapatkan 0,91 persen suara. Hasil itu tidak cukup membawa mereka ke Pemilu 2014 dengan ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen suara.
Kini tantangan mereka lebih besar, seandainya lolos mereka harus melewati ambang batas parlemen sebesar 4 persen suara. PBB dan PKPI tentu sudah biasa lolos dari lobang jarun. Namun, akan lebih baik kalau mereka dapat menembuh parlemen. Atau memang ingin menjadi parpol penyemarak pemilu saja? (DD06)