Yang Dilanda Dilan...
Dilan dan kisahnya merupakan film romantika masa sekolah yang sukses bersemi di kepala jutaan remaja hingga orang tua. Tidak sedikit penontonnya baper dan menonton lebih dari sekali. Dilan berhasil ”merayu” banyak orang. Sebuah film sarat gombalan yang mengajak untuk mengenang kisah cinta saat remaja, tidak beranjak jauh dari situ.
Sejak awal diputar pada 25 Januari, film Dilan 1990 seketika meraih banyak hati. Penonton pria remaja seketika ingin seperti Dilan, seorang remaja tanggung yang berlaku romantis, tetapi bengal. Sebagian yang telah melewati remaja, jika tidak ingin dibilang tua, menyesal tidak seberani Dilan mengungkapkan perasaannya saat duduk di bangku SMA.
”Nyesal tidak seberengsek Dilan yang cuek ngungkapin perasaannya,” begitu kira-kira ujar para pria.
Dan, seperti diduga, penonton perempuan ingin menjadi Milea, remaja kota, cantik, dan menjadi incaran siswa beken di sekolah.
”Hatiku meleleh lihat Milea dikasih kerupuk sama Dilan,” ucap remaja perempuan.
Rabu (14/2), studio 5 yang masih memutar film Dilan 1990 di bioskop kawasan Senayan, Jakarta Pusat, terisi hingga baris kedua paling depan. Remaja yang berpasangan terlihat di beberapa sudut bioskop. Penonton dewasa, utamanya ibu-ibu sekitar di atas 40 tahun cukup mendominasi deret bangku.
”Asalamualaikum, jangan?” kata Dilan (Iqbaal Ramadhan) kepada Milea, gadis yang dia dekati. Asalamualaikum,” ucap Vanessha Prescillia, pemeran Milea.
”Aaahhhh...Aasalamualaikum jangan yaa..” ucap seorang penonton yang disambut cekikikan temannya.
Sepanjang film yang mengambil setting tahun 1990-an itu, bagian gombalan dan trik rayuan adalah sesi yang membuat studio ramai. Saat Dilan, seorang remaja kelas II SMA di Kota Bandung, mengeluarkan jurus gombalannya, saat itu pula penonton pada geger. Ada yang tertawa baper, juga ada yang tertawa sinis. Namun, tetap mengundang kehebohan.
Apalagi, ketika bagian Dilan menelepon Milea lewat telepon umum. ”Kamu jangan rindu. Berat. Biar aku saja,” kata Dilan kepada sang gadis pujaan.
Di antara sebaran ucapan rayuan gombal, kalimat di atas sepertinya paling melekat di benak banyak orang. Di dunia maya, tidak sulit menemukan meme Dilan dengan beragam modifikasi kalimat tersebut. Lalu, tidak heran jika plesetan kalimat itu digunakan berbagai institusi hingga ranah politik yang dengan sigap mencari atensi massa.
Hal-hal sederhana, unik, lucu, sekaligus romantis ini yang sepertinya membuat penonton film Dilan melebihi target pembuatnya. Pada pertengahan Februari, Dilan telah ditonton lebih dari 5,7 juta orang. Menahbiskan fim ini sebagai film terlaris kedua film Indonesia. Di atasnya bertengger Warkop DKI Reborn Part 1 yang menembus 6,8 juta penonton.
Hitungan kasar, jika produsen mendapat untung Rp 15.000 per tiket, film ini meraup cuan lebih dari Rp 85 miliar. Angka yang besar untuk film dengan biaya produksi ”hanya” belasan miliar rupiah. Sebuah film adaptasi yang jika ditilik dari jumlah penontonnya merupakan film adaptasi novel terlaris dan berpendapatan terbesar di Indonesia hingga saat ini.
Narasi berbeda
Film Dilan sukses mengikuti jejak beberapa film terlaris yang diangkat dari novel. Dari 10 besar film terlaris di Indonesia, lima di antaranya merupakan adaptasi sebuah novel. Di antaranya adalah film Ayat-ayat Cinta, Dear Nathan, Laskar Pelangi, dan My Stupid Boss.
Film Dilan 1990 diadaptasi dari novel berjudul Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990 yang cetak pertama kali pada 2014. Penulisnya adalah Pidi Baiq, seorang seniman. Novel tersebut telah lebih dulu booming dan memiliki penggemar sendiri. Sejak saat dirilis, hingga saat ini, novel tersebut mengalami belasan kali cetak ulang.
Banyak yang menuliskan, buku tersebut berisi cara menggaet perempuan dengan tidak biasa. Sejumlah orang menyampaikan, buku itu mengajarkan cara memperlakukan perempuan dengan istimewa.
Novel yang menurut penulisnya diangkat dari kisah nyata tersebut bercerita tentang kisah Dilan dan Milea. Di Kota Bandung tahun 1990, kisah cinta dua remaja ini mekar dan menemui muaranya.
Karakter Dilan sendiri adalah remaja penuh kebebasan. Dia menyukai WS Rendra, mengidolakan Khomeini, dan mendengarkan Jim Morrison. Dia gemar membaca, menulis puisi, jago gambar, dan suka motor.
Dia anggota geng motor, diberi nama panglima tempur, dan tentunya beberapa kali berantem. Dilan remaja berani yang bebas juga berwawasan luas. Dilan itu anak yang bandel di luar, tetapi hangat dan kocak di saat di rumah. Bukan remaja pada umumnya. Begitu kira-kira.
Dilan adalah remaja yang menyukai kebebasan, ketika remaja saat itu mulai ”dikuasai” modernitas dan lebih jauh lagi rezim yang menekan. Dilan adalah remaja yang mengikuti zaman, tetapi tidak terbawa oleh arus zaman. Dilan, di usia belasan tahun, menemukan dunia dan kuasanya sendiri, lalu merayakannya.
Persona Dilan, yang menurut Pidi Baiq adalah karakter nyata–dan berkali-kali mengklarifikasi bahwa Dilan bukan dirinya—menjadi persona yang unik dan berbeda. Dia adalah seseorang yang berterus terang, tetapi terukur. Sikapnya yang berani nan absurd diwujudkan ketika berusaha meraih hati gadis pujaannya dengan teknik merayu yang unik, tetapi cerdas.
Sementara, karakter Milea adalah pribadi terbuka, menyukai hal baru, dan juga senang membaca. Dengan kepribadian dan wajah yang cantik, sulung dua bersaudara ini menjadi incaran banyak pria. Hingga akhirnya, Milea memilih Dilan yang memperlakukan dirinya istimewa dan selalu memberikan kejutan tidak biasa, bukan sekadar untuk menjadi pasangan.
Bersaing
Namun, mewujudkan Dilan dan Milea dalam sebuah film bukannya mulus-mulus saja. Persona Dilan yang badboy, sedikit ngaco, tetapi hormat sama orangtua terpatri di benak banyak pembaca novelnya. Karakter Dilan melekat dalam benak mereka. Ini memang sebuah risiko film adaptasi buku terkenal.
Nisa (30), pekerja swasta di Jakarta, adalah pembaca dan penggemar Dilan. Ketika menonton filmnya, dia geregetan setengah mati. ”Karakternya kurang (kuat) dan artikulasinya tidak sesuai dalam bayangan gue. Perasaan di novel ngegombalnya gak gitu-gitu amat.”
Selain itu, dia merasa film Dilan hanya mengambil bagian romantika dari novelnya. Tidak mengeksplorasi sosok dan karakter Dilan lebih jauh yang punya banyak sisi baik untuk diceritakan kepada penonton, khususnya remaja.
Kebiasaan Dilan yang suka membaca, misalnya, tidak tersampaikan dengan jelas. Dalam adegan film, kebiasaan Dilan membaca hanya terlihat saat kamarnya yang berantakan penuh buku terlihat.
Pendapat Anna (35), yang menonton Dilan lebih dari sekali, tidak jauh berbeda. Menurut dia, karakter Dilan juga Milea masih kalah dengan karakter idola para remaja saat zamannya. Tidak lain adalah Rangga dan Cinta, film yang meledak dalam Ada Apa Dengan Cinta? saat dia menempuh SMA.
”Atau si Mas Boy (Catatan Si Boy). Gue ngebayanginyang peranin Dilan itu Onky Alexander, cocok banget kali, ya?” ujar Anna berandai-andai.
Baik dan tidak lebih baik adalah persepsi dan pendapat pribadi. Terlebih, setiap generasi memiliki idola dan kulturnya tersendiri. Pada akhirnya, generasi baru akan lahir dan idola baru akan muncul.
Generasi penggemar Mas Boy sebagian mungkin menjadi gemar pesta, tetapi tetap alim. Generasi Rangga dan Cinta membuat banyak remaja berseliweran menenteng buku AKU karya Suman Djaya. Lalu, apakah generasi Dilan dan Milea akan membuat banyak remaja jadi jago gombal lengkap dengan jaket jins belelnya?