JAKARTA, KOMPAS — Sepuluh tahun terakhir (2007-2017), 33 situ hilang di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hilangnya cekungan alami penampung air itu membuat cakupan limpasan air permukaan meluas.
Hilang dan rusaknya situ yang sebagian di hilir itu memperburuk dampak kerusakan ekosistem di hulu, seperti Bogor. ”Kami perlu bekerja sama melindungi dan menjaga optimalisasi situ,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang di Jakarta, Senin (12/2).
Di Jabodetabek, musim hujan kali ini memicu longsor yang menelan korban jiwa di Bogor. Di Jakarta dan sekitarnya, luapan air dari badan sungai, terutama Kali Ciliwung dan Kali Bekasi, membanjiri permukiman.
Banjir rutin tahunan itu kembali memantik kesadaran perlunya menjaga sungai dari alih fungsi. Begitu pula kondisi daerah aliran sungai (DAS), termasuk situ, embung, dan waduk di kawasan hulu.
Dalam dokumen Kementerian ATR/BPN, ke-33 situ yang hilang dalam 10 tahun itu masing-masing di Kabupaten Bogor (13 situ), Kota Bogor (2), Kota Depok (3), Kabupaten Tangerang (9), Kota Tangerang Selatan (1), Kota Tangerang (3), Kabupaten Bekasi (1), dan Kota Bekasi (1). Jakarta belum dihitung.
Secara total, ada 204 situ pada tahun 2007. Tahun 2017, jumlahnya tinggal 171 situ.
Tahun 2018, menurut Budi, kerja sama antarsektor akan melakukan perlindungan fungsi situ, danau, embung, dan waduk (SDEW) di delapan DAS di Indonesia, termasuk Ciliwung.
Alih fungsi
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), pada 2008, jumlah situ di sekitar Kali Ciliwung berkurang dari 203 menjadi 183. ”Ada yang untuk pembuangan sampah, sedimentasi, hingga untuk rumah tinggal,” kata Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BBWSCC Gemala Susanti.
Di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kata Susanti, ada situ yang dimiliki individu dan pengembang perumahan. Di Depok, satu situ hilang menjadi perumahan. Saat hujan deras, kawasan itu terendam.
Di Kota Tangerang, Banten, sebuah situ kecil akhirnya dialihfungsikan menjadi permukiman. Pembangunan perumahan dilakukan tak lama setelah banjir besar di kawasan itu pada 2007.
Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Jakarta, Nirwono Joga, mengatakan, dari survei terbaru tahun ini, dari 26 situ di Depok, tiga hilang dan berubah menjadi perumahan.
Fungsi situ alami yang sebelumnya menjadi tempat ”parkir” limpasan air akhirnya tak berfungsi lagi. Berkubik-kubik air saat hujan tak lagi terserap tanah, bergerak menggenangi permukaan yang lebih rendah.
Revitalisasi
Menyadari fungsi vital situ dan area terbuka, pemerintah memulai gerakan revitalisasi situ atau waduk. ”Upaya kami lakukan dari 2015,” ujar Susanti.
Tahun 2015, situ yang diaudit ada 150 di Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Tahun 2016, audit teknis atas 22 situ di Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi. Tahun 2017, ada 25 situ yang diaudit.
Terkait pengendalian banjir, selain pemeliharaan dan revitalisasi situ, BBWSCC membangun dua bendungan kering (dry dam). Kedua waduk itu, Ciawi dan Sukamahi, berfungsi sebagai tempat ”parkir” sementara air hujan supaya volume air tak langsung mengalir ke Kali Ciliwung dan menggenangi Jakarta.
Di kawasan hilir Jakarta, sejumlah inisiatif dilakukan, di antaranya perluasan sejumlah situ menjadi waduk buatan. ”Ada enam waduk dalam proses penyelesaian di DKI Jakarta,” kata Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan.
Waduk-waduk itu adalah Waduk Rambutan, Brigif, Rawa Lindung, Marunda, Rorotan, dan Rawa Kendal. Semua masih terkendala pembebasan lahan.
Di Waduk Brigif, yang menampung air Kali Krukut di Jakarta Selatan, masih ada 5 persen lahan belum dibebaskan, yaitu enam bidang lahan seluas 6.000 meter persegi dari 11 hektar. Adapun di Waduk Rawa Lindung masih ada lahan 2.000 meter persegi yang belum dibebaskan.
Menurut Rantes (75), warga dekat Situ Rawa Lindung, pada era Gubernur Joko Widodo, kondisi situ diperbaiki dengan membeli lahan kosong untuk pelebaran. Setelah tidak menjabat, normalisasi mandek.
Sebulan terakhir mulai ada pengerjaan. ”Fungsi situ ini menampung air dari RW 001, RW 002, RW 004, dan RW 005, serta Jalan Raya M Saidi, Petukangan Selatan,” kata Camat Pesanggrahan Fadjar Churniawan.
Di sekitar Waduk Rawa Kendal, Jakarta Utara, warga pemilik tanah belum dapat kejelasan soal pembebasan lahan. Calon waduk itu di Kecamatan Cilincing. Menurut rencana, waduk itu seluas 15 hektar.
”Kalau bisa lebih cepat, lebih baik. Kami sudah tidak bisa menjual tanah kepada pihak lain,” ujar Syamsul Adam (53). Belum ada kejelasan kelanjutan proyek sejak Jokowi tak jadi gubernur.
Waduk itu diproyeksikan menekan banjir di Marunda, Rorotan, Ancol, Cakung, dan Bekasi. (INK/HLN/IRE/DEA/JOG)