Marinir dan Pulau Dua Negara, Sebatik
Dermaga beton memanjang dari daratan ke Laut Sulawesi sejauh 1.800 meter dari Kampung Sei Pancang, Pulau Sebatik, di titik perbatasan Indonesia-Malaysia paling timur di wilayah segitiga Indonesia-Malaysia-Filipina. Dari dermaga beton tempat Pos TNI AL berada tersebut, terlihat kesibukan lalu lintas kendaraan dan bongkar muat di dermaga Kota Pelabuhan Tawau di Sabah, Malaysia, yang hanya dipisahkan selat selebar 9 kilometer.
Asisten Operasi Korps Marinir Kolonel Edi Djuardi menceritakan, tahun ini Batalyon 1 Marinir ”Gung Ho” mendapat giliran bertugas di sana sebagai bagian Satgas Ambalat. ”Ini dulu batalyon saya waktu awal-awal bertugas di Korps Marinir,” kata Edi.
Tak jauh dari dermaga, di Kampung Sei atau Sungai Pancang terdapat Pos Radar TNI AL, Markas Marinir, dan beberapa instalasi militer TNI. SMP Sebatik Utara, kantor pos, dan perkampungan rumah panggung warga setempat serta kebun kelapa dan rawa mangrove terdapat di sana.
Sang Saka Merah Putih berkibar di tiang-tiang bendera di halaman depan kantor-kantor tersebut sebagai penanda kedaulatan. Di sebelah utara kompleks militer TNI tersebut, pada jarak kurang dari satu kilometer terdapat Pos Polis Marine Malaysia dan mercusuar milik Malaysia.
Dermaga lain dan terminal penumpang terdapat di selatan Dermaga TNI AL. Tempat itu adalah Dermaga Sungai Nyamuk yang dulu melayani hubungan Tawau, Malaysia, dengan Sebatik dan transportasi Sebatik dengan Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, dan Pelabuhan Tengkayu di Tarakan, Kalimantan Utara. Sejak 2013 akibat serangan milisi dari Filipina ke Kota Lahad Datu, Sabah, Pemerintah Malaysia menutup jalur laut Tawau-Sebatik. Kantor Bea Cukai, Imigrasi, dan Karantina di Pelabuhan Sungai Nyamuk pun kini mangkrak.
Dari lokasi paling utara wilayah Indonesia tersebut ke pusat keramaian di kota kecamatan di Sungai Nyamuk terhubung dengan jalan berbatu sekitar 1 kilometer ke perempatan Jalan Lingkar Sebatik ke arah barat dan Jalan Pantai arah selatan. Jalan pantai beraspal mulus membentang lurus dibagi empat lajur yang dipisahkan jalur hijau.
Terdapat supermarket, hotel empat lantai, pusat pertokoan, dan berbagai warung dengan hidangan khas Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, serta berbagai penganan hingga penjual tabung elpiji asal Malaysia di dekat pusat kecamatan di Sungai Nyamuk. Penggunaan mata uang ganda rupiah dan ringgit pun lazim di sana.
Letnan Satu Harjono yang jajan bakso di sana mendapat kembalian dalam pecahan uang ringgit Malaysia pecahan RM 5, dua helai RM 2 dan RM 1 yang dihitung senilai total Rp 30.000 atau 1 RM setara Rp 3.000. ”Hitung-hitung buat cendera mata. Makan bakso bayar pakai rupiah dapat kembalian ringgit Malaysia,” kata Harjono yang bertugas sebagai perwira penerangan Korps Marinir.
Sejumlah bank pemerintah, mesin ATM, kedai kopi, dan warung diselingi tanah kosong ada di sana. Di sisi Malaysia terdapat kolam renang dan berbagai fasilitas yang bisa digunakan warga Indonesia yang tinggal di sisi selatan Pulau Sebatik. Di sebuah bukit di Jalan Lingkar Sebatik ke arah barat pulau terdapat Tugu Perbatasan Burung Garuda mencengkeram bendera Merah Putih dan tulisan NKRI Harga Mati. Di bawah bukit terdapat hamparan sawah dengan padi menguning sejauh mata memandang dan di sekelilingnya terdapat kebun sawit dan cokelat. Jalan lingkar yang membentang paralel di selatan perbatasan Malaysia itu membentang sejauh 40 kilometer dari timur ke barat.
Latihan pamungkas
Sepanjang Sabtu-Minggu-Senin (10-12/2), Korps Marinir TNI AL menggelar latihan puncak satuan elite di Pulau Sebatik di Sei Pancang dan Sei Nyamuk dalam tiga skenario serbuan dari udara oleh pasukan payung dan laut ke darat ke berbagai fasilitas strategis yang ada di perbatasan RI-Malaysia.
Komandan Korps Marinir (Dankormar) TNI AL Mayjen Bambang Suswantono mengatakan, para prajurit baru mengetahui lokasi sasaran penerjunan dalam seminggu terakhir dengan informasi foto udara dan data intelijen. ”Mereka sama sekali belum pernah beroperasi di Pulau Sebatik. Itu kekhususan operasi pasukan khusus yang harus siap diterjunkan di mana saja. Latihan ini juga untuk meyakinkan warga perbatasan Indonesia bahwa negara hadir dan melindungi,” kata Bambang Suswantono.
Kapal perang jenis Landing Platform Dock (LPD) KRI Makassar 590, sebuah pesawat C-130 Hercules TNI AU, dua helikopter Bell 412 EP, dan pesawat Casa 212-200 TNI AL, serta pasukan khusus Marinir dari unit elite Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) menggelar berbagai simulasi serbuan antiteror di Sebatik. Acara berlangsung sejak dini hari, kemudian ditonton masyarakat pada babak penutup di Pelabuhan Sungai Nyamuk, ditutup dengan atraksi penerjunan pada akhir latihan.
Latihan ini juga untuk meyakinkan warga perbatasan Indonesia bahwa negara hadir dan melindungi.
Kondisi wilayah perbatasan Indonesia dan Malaysia di saat malam memang terlihat kontras antara satu dua cahaya lampu di pesisir Sebatik dengan gemerlapnya lampu-lampu Kota Tawau. Motor perekonomian Kota Tawau pun sejatinya keturunan pendatang dari Indonesia yang terutama berasal dari Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Pulau Jawa, terutama Jawa Timur.
Haji Ali, tokoh masyarakat yang memperjuangkan Daerah Otonomi Baru (DOB) Sebatik, mengatakan, daerah strategis tersebut bernilai ekonomi dan militer bagi Indonesia. ”Kita sudah dapat persetujuan tahun 2013 untuk mengembangkan otoritas khusus ataupun Kota Sebatik di sini untuk mempercepat pembangunan,” tuturnya.
Tokoh pemekaran dan pengusaha Sebatik lainnya, Haji Herman Baco, menambahkan, pihaknya dan para tokoh masyarakat sudah menyiapkan lahan reklamasi yang menjadi pusat Otorita Sebatik. ”Ketergantungan kita selama ini tinggi terhadap aktivitas ekonomi di Tawau. Kalau saja diberi status khusus, daerah yang strategis untuk lintasan manusia, barang, dan jasa dari Sulawesi, Jawa, dan Kalimantan Utara ke Sabah serta Filipina Selatan ini akan sangat maju,” kata Herman Baco.
Perbedaan nilai mata uang memang membuat Tawau menjadi magnet perekonomian Sebatik-Nunukan hingga pedalaman Krayan di Kabupaten Nunukan. Haji Fakhrudin yang menjadi nelayan sejak 1980-an mengatakan, dia memiliki mitra bisnis di Tawau yang memodali bisnis ikan hingga memiliki 14 perahu nelayan. ”Hasil tangkapan kami jual di Tawau. Sebetulnya ada tawaran untuk menambah kapal, tetapi saya sudah tua dan ada risiko perompakan di tengah laut. Ada tentara di sini tentu membuat kami merasa aman,” kata Haji Fakhrudin.
Saat ini ada 50.000-an penduduk Sebatik wilayah Indonesia yang hidup di lima kecamatan. Kebanyakan warga berkebun sawit dan cokelat.
Herman Baco menambahkan, saat ini warga setempat kesulitan beraktivitas karena ditutupnya jalur pelayaran Sebatik-Tawau. Biasanya warga hanya mengeluarkan ongkos tambang RM 15 atau Rp 45.000 untuk menyeberang dari Sebatik ke Tawau yang ditempuh kurang dari 30 menit. Kini mereka harus memutar melalui Nunukan dan memakan waktu tujuh jam dan biaya Rp 700.000 per orang untuk perjalanan Sebatik-Nunukan-Tawau sehingga sangat membebani warga.
Di sisi lain, Tawau dan wilayah sekitarnya sangat tergantung dari keberadaan buruh migran asal Indonesia. Sebagian dari pemukim di Tawau dan sekitarnya juga keturunan pendatang asal Indonesia. Beberapa sektor jasa, seperti transportasi bus malam Tawau-Kota Kinabalu, didominasi Suku Bugis. Sepasang dokter gigi asal Aceh yang sudah menjadi warga negara Malaysia juga dikenal di Pelabuhan Tawau. Beberapa saudagar besar asal suku Bugis juga memiliki bisnis di Tawau dan sekitarnya.
Adapun di Kota Bongau di Tawi-Tawi, Filipina Selatan, juga terdapat banyak penduduk keturunan Indonesia ataupun imigran gelap. Daerah tersebut merupakan wilayah lintasan tradisional dari Filipina Selatan, Lahad Datu-Semporna-Tawau di Malaysia hingga ke Sebatik-Nunukan di wilayah Indonesia.
Pertumbuhan Tawau dan Sebatik serta Nunukan sebetulnya dapat dikembangkan bersama. Selain potensi perkebunan, Haji Herman Baco menjelaskan adanya taman laut dan keindahan terumbu karang di mercusuar Karang Unarang yang tempo hari diperebutkan Indonesia dan Malaysia dalam krisis Ambalat.
Jangan sampai hilang seperti Sipadan dan Ligitan.
”Nelayan kita cari ikan di situ. Untuk menyelam juga indah sekali. Dari Sei Nyamuk hanya satu jam perjalanan ke Unarang. Kalau mau dikembangkan menjadi dive spot dan di situ ada mercusuar serta Pos Marinir seperti saat ini akan ideal sekali. Jangan sampai hilang seperti Sipadan dan Ligitan,” kata Herman Baco yang rutin ke Jakarta untuk mengurus pemekaran Sebatik.
Herman Baco, Ali, dan kawan-kawan berharap nilai strategis ekonomi dan pertahanan Sebatik dapat dimaksimalkan dengan pembukaan jalur laut Sebatik-Tawau, pemekaran daerah otonomi baru dilanjutkan (saat ini dibekukan), dan pembangunan fasilitas militer serta wisata laut dapat menjadi solusi pembangunan ekonomi dan pertahanan secara pararel.
Dankormar juga mengingatkan kasus Marawi di Mindanao tempo hari sangat relevan dengan latihan yang digelar di wilayah segitiga perbatasan Indonesia-Malaysia-Filipina itu. Dankormar menegaskan, Satgas Ambalat yang diberikan kepada Batalyon Marinir di Sebatik dan Nunukan masih akan terus dipertahankan di wilayah tersebut.