Masalah Perdata Lintas Negara Naik Drastis
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah masalah perdata lintas negara naik drastis, yakni hingga mencapai 91 persen pada 2017, dibandingkan tahun sebelumnya.
Sementara Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan nasional yang mengatur penanganan permintaan bantuan teknis hukum dalam masalah perdata.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Selasa (20/2), menyebutkan, terdapat 1.767 permohonan bantuan teknis hukum dalam perkara perdata yang ditangani pada 2017 atau naik 91 persen dari tahun 2016.
Beberapa negara yang kerap terkait dalam perkara perdata adalah Singapura dengan 378 permohonan, Malaysia 290 permohonan, dan Amerika Serikat (AS) 161 permohonan.
Permohonan bantuan teknis hukum biasanya berupa surat rogatori dan penyampaian dokumen pengadilan dari negara lain. Surat rogatori adalah surat permintaan pemeriksaan di pengadilan.
”Kenaikan terjadi karena Indonesia semakin berperan dalam dunia internasional, terutama dalam hubungan people to people, baik secara pribadi, bisnis, maupun hukum,” kata Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman mengenai Penanganan Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Pengadilan dalam Masalah Perdata di Jakarta, Selasa (20/2).
Masalah perdata dalam bisnis dapat berupa masalah sengketa perusahaan, perjanjian, perlindungan konsumen, dan merek. Sementara, dalam ranah pribadi dapat berupa kasus perceraian dan pembagian harta.
Ia menyatakan, sistem penanganan masalah perdata yang sederhana dan cepat diperlukan karena Indonesia belum memiliki perjanjian bilateral dengan negara lain terkait masalah perdata, kecuali Thailand sejak 1978.
Selama ini, masalah perdata ditangani melalui jalur diplomatik. Adapun baru bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana yang telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2006.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali menyatakan, asas peradilan terdiri dari sederhana, cepat, dan biaya ringan. Ketiga asas itu tetap harus ditegakkan sekalipun pihak yang bermasalah tinggal di negara berbeda.
Misalnya, dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelesaian Perkara Tingkat Pertama dan Tingkat Banding pada Empat Lingkungan Peradilan, penyelesaian tingkat pertama harus dilaksanakan paling lama lima bulan dan tingkat lanjut tiga bulan. Selain itu, pemeriksaan perkara tingkat MA paling lama tiga bulan sejak diterima majelis hakim.
”Faktor yang menghambat penyelesaian tingkat pertama adalah proses pemanggilan mereka yang tinggal di luar yurisidiksi pengadilan,” kata Hatta. MA telah berusaha menangani masalah tersebut dengan menerbitkan SEMA Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penanganan Bantuan Panggilan/Pemberitahuan.
Namun, MA menilai dibutuhkan sebuah pembaruan sistem dalam memberikan kelancaran bantuan teknis hukum. Kebutuhan terutama berada pada penyampaian dokumen pengadilan kepada pihak yang berada di luar negeri.
Lanjutkan kerja sama
MA dan Kemlu sepakat melanjutkan kerja sama dalam penyediaan bantuan masalah perdata. Kerja sama dibuat dalam bentuk Nota Kesepahaman mengenai Penanganan Surat Rogatori dan Penyampaian Dokumen Pengadilan dalam Masalah Perdata.
Nota tersebut merupakan hasil pembaruan dari perjanjian sebelumnya yang telah selesai masa berlakunya pada 19 Februari.
Kerja sama bertujuan untuk memberikan pedoman koordinasi dalam menangani permintaan bantuan teknis hukum dari dan ke pengadilan di Indonesia kepada pengadilan di negara asing, serta sebaliknya. Tujuan lainnya adalah menjamin terlaksananya pemberian bantuan.
Hatta mengatakan, dalam praktik pemanggilan dalam nota kesepahaman yang sebelumnya, surat pemanggilan disampaikan oleh pengadilan melalui Kemenlu. Kini, prosedur berubah.
Surat pemanggilan luar negeri oleh pengadilan dikirim ke MA untuk diperiksa oleh panitera MA terkait kelengkapan dokumen. Surat yang telah lengkap sesuai ketentuan negara tujuan akan diteruskan ke Kemlu untuk diberikan ke otoritas negara tujuan.
Permohonan bantuan juga dapat dimonitor secara daring. Tahun ini, Kemlu kembali meluncurkan situs Rogatory Online Monitoring 2018 (ROM 2018), yaitu http://rogatori.kemlu.go.id. Situs yang pernah diluncurkan pada 2015 ini berisi pembaruan fitur.
Misalnya, masyarakat dapat menerima informasi mengenai surat rogatori dan dokumen pengadilan masalah perdata yang sedang diproses dan biaya pengiriman surat. Selain itu, situs juga terkoneksi ke lebih dari 800 pengadilan di seluruh Indonesia.
Selain nota kesepahaman terkait penanganan masalah perdata, MA dan Kemlu juga bekerja sama dalam tiga hal.
Tiga hal tersebut adalah standardisasi format surat rogatori dan dokumen pengadilan, kurikulum diklat Bantuan Teknis Hukum dalam masalah perdata bagi hakim, panitera dan juru sita, serta pembentukan tim penanganan permintaan bantuan teknis hukum dalam masalah perdata. (DD13)