Upah Buruh Mahal, Perusahaan Alas Kaki Alihkan Produksi ke Vietnam
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·2 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — PT ECCO Indonesia, perusahaan alas kaki asal Denmark, tahun ini mulai mengalihkan sebagian produksinya dari Indonesia ke Vietnam. Langkah itu diambil karena kondisi bisnis di Tanah Air kurang menguntungkan. Penyebabnya beban upah tenaga kerja tinggi seiring kenaikan upah minimum dan upah sektoral.
Manager Business Relation PT ECCO Indonesia PT ECCO Indonesia mengatakan, pengalihan produksi berlangsung pada Januari 2018 dan akan dilakukan secara bertahap menyusul rampungnya pembangunan pabrik baru di Vietnam. Kapasitas pabrik baru ini sama persis dengan pabrik di Indonesia.
”Seiring proses pengalihan produksi ke Vietnam, produksi di dalam negeri akan dikurangi,” ujar Dwi Yoga, Selasa (20/2).
Pada tahap awal ini, produksi dikurangi 1 juta pasang dari total produksi 7 juta pasang per tahun. Pengalihan produksi disesuaikan dengan perkembangan kondisi iklim usaha di Indonesia. Harapannya iklim usaha membaik sehingga investor mempertahankan pabriknya.
PT ECCO merupakan industri manufaktur padat karya yang memiliki pabrik di lima negara. Di Indonesia, pabriknya berlokasi di Kabupaten Sidoarjo berkapasitas produksi 8 juta pasang per tahun. Perusahaan yang berdiri sejak 1991 ini mempekerjakan 7.500 karyawan mayoritas perempuan.
Yoga mengatakan, dulu biaya produksi di Indonesia sangat kompetitif. Namun sekarang, biaya produksi di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam. Komponen biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja dan belanja bahan baku. Upah tenaga kerja mencapai 60 persen dari total biaya produksi.
Dulu biaya produksi di Indonesia sangat kompetitif. Namun sekarang, biaya produksi di Indonesia kalah kompetitif dibandingkan dengan Thailand dan Vietnam.
Hal itu karena perusahaan wajib mematuhi upah minimum kabupaten (UMK) dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Tahun ini besaran upah sektoral di PT ECCO mencapai 6 persen dari UMK yang berlaku. Kebijakan itulah yang berdampak pada rendahnya daya saing upah di Indonesia.
”Selisih upah antara Indonesia dan Vietnam mencapai Rp 1 juta per bulan per pekerja. Di sisi lain, iklim investasi di Vietnam semakin membaik yang diwujudkan dalam bentuk kemudahan berinvestasi serta keringanan pajak,” kata Dwi Yoga.