Gubernur BI: Jaga Momentum Pemulihan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS — Untuk menjaga momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi, stabilitas makro dan industri keuangan perlu dijaga.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo pada saat memberikan kuliah umum di Perbanas Institute, Jakarta, Rabu (21/2).
Menurut Agus, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami pemulihan meskipun laju pemulihannya terbilang pelan. Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi pada 2016 sebesar 5,02 persen. Pada triwulan keempat 2017, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,19 persen.
”Pertumbuhan ekonomi tahun 2017 dipengaruhi oleh peran ekspor dan investasi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 diperkirakan 5,1 persen sampai 5,5 persen. Reformasi struktural yang dilakukan berhasil membawa Indonesia ke pencapaian pertumbuhan ini,” ujarnya.
Sejak tiga tahun terakhir, kata Agus, inflasi Indonesia mengarah ke tren rendah dan stabil. Pada tahun 2017, misalnya, inflasi Indonesia berkisar 3,61 persen. Situasi ini berbeda dibanding tahun 2014. Kala itu, inflasi Indonesia sampai sekitar 8 persen.
Pada Januari 2018, cadangan devisa Indonesia membaik dan mampu membiayai impor sampai delapan bulan.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat juga terjaga sangat baik selama tiga tahun terakhir. Pada 2017, nilai tukar hanya terdepresiasi 0,7 persen. Padahal, selama tahun kemarin terjadi gonjang-ganjing perekonomian Amerika Serikat.
”Stabilitas makro dan stabilitas industri keuangan harus dijaga,” kata Menteri Keuangan periode 2010-2013 itu.
Agus menyebutkan, Bank Indonesia mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendukung kestabilan tersebut. Sebagai contoh, penerapan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Tujuannya adalah mendorong fungsi intermediasi dan pengelolaan likuditas perbankan.
Selama dua tahun terakhir, kredit perbankan tumbuh rendah di bawah dua digit. Industri perbankan diharapkan segera melakukan ekspansi kredit.
Namun, dia mengingatkan perlunya mewaspadai risiko situasi geopolitik yang sedang terjadi di sejumlah negara. Situasi geopolitik bisa saja memengaruhi perekonomian.
Agus optimistis terhadap tahun politik yang akan dialami Indonesia tahun ini dan mendatang. Dia menganggap Indonesia memiliki kekuatan demokrasi yang cukup baik. Proses pemilihan umum kepala daerah ataupun presiden menunjukkan tren semakin demokratis. Apalagi belajar dari pengalaman 15 tahun terakhir, agenda politik tidak memengaruhi stabilitas perekonomian.
”Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Keuangan,” katanya.
Sebelum Agus memberikan kuliah umum, terjadi penandatangan nota kesepahaman antara Perbanas Institute dan Bank Mandiri. Ruang lingkupnya mencakup kerja sama bidang pendidikan, pelatihan, penelitian, pengembangan teknologi keuangan, dan tanggung jawab korporasi. Ada pula penandatanganan perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh dua institusi sama. Isinya mengenai pendidikan jarak jauh.
Ketua Yayasan Pendidikan Perbanas Sukatmo Padmosukarso menjelaskan, teknologi finansial kian berkembang pesat dan berpengaruh langsung terhadap keberadaan industri perbankan. Penyiapan calon tenaga kerja pun harus mengikuti tren tersebut.
Di Perbanas, misalnya, pihaknya konsisten meningkatkan kualitas bidang studi perbankan, keuangan, dan teknologi informasi agar tetap relevan dengan tren teknologi finansial.